http://www.english.hadhramaut.info Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bag III) [The Source: hadhramaut.info/indo - 12/8/2008] Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni ke Haromain
Imam Abu Bakar Al-Adeni melakukan perjalan ke Haromain sebanyak dua kali, perjalanan pertama dilakukan pada tahun 880 H, adapun perjalanan beliau ke Haromain yang kedua kalinya adalah pada tahun 888 H, dan dari Makkah beliau menuju Zaila' (ibu kota Somalia pada masa itu), penguasa Somalia pada waktu itu adalah Muhammad bin Atik yang mempunyai hubungan erat dengan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan bahwa sepulangnya dari Haromain beliau berdomisili di Aden.

Tentang perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni tersebut di bahas secara terperinici oleh Syeh Umar Bahraq dalam kitabnya "Mawahibul Qudus", Dikisahkan bahwa ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni berniat untuk melakukan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, beliau meminta izin ibunya Syeikhah Aisyah binti Umar Muhdlor, namun ketika beliau masuk kepada sang bunda melihat wajahnya sedih seakan-akan keberatan untuk ditinggalkan oleh sang putra, mengetahui ibunya keberatan dengan kepergiannya maka Imam Abu Bakar berencana akan membatalkan kepergiannya ke Tanah Suci, melihat gelagat akan batalnya keberangkatan putranya ke Tanah Suci sang ibu berkata kepada Imam Abu Bakar "Berangkatlah ibu akan bersabar dengan perpisahan denganmu" mendengar ibunya berkata seperti itu Imam Abu Bakar berkata " Saya takut kalau ananda berangkat ke Tanah Suci tidak akan bertemu dengan ibu lagi", sang ibu menjawab "kamu tidak akan menghadiri kematianku" bagaimana itu bisa terjadi ? Tanya Imam Abu Bakar kepada sang ibu, "Sesungguhnya aku telah bermimpi seakan-akan aku masuk surga, dan ibu bertanya dimana anakku? Kemudian ada yang menjawab, anakmu ada di Zaila', ibu yakin arti mimpi tersebut adalah ibu akan meninggal ketika kamu ada di Zaila'. Dan hal itu lah yang kemudian hari terjadi, sang ibu meninggal dunia ketika beliau berada di Zaila' setelah menunaikan ibadah haji.

Imam Abu Bakar Berdomisili di Aden

Ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni meninggalkan Hadhramaut untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, dalam perjalanan yang didampingi oleh sepupunya Syeh Abdurrahman bin Ali ini beliau melewati beberapa kota, seperti Aden, Zabid, Bait Alfaqih, Almurawa'ah dan bertemu dengan para ulama dan muhadits serta para wali di kota-kota yang beliau lewati, dan setelah keduanya melaksanakan ibadah haji, Imam Al-Adeni melanjutkan perjalanannya ke Zaila' untuk menemui penguasa Zaila' Muhammad Atiq, karena antara beliau dan Sultan Muhammad Atiq sudah saling mengenal pada waktu Imam Abu Bakar menjalankan ibadah haji yang pertama kalinya pada tahun 880 H.

Ketika beliau berada di Zaila', sampailah kabar tentang meninggalnya sang Ibu, Aisah binti Syeh Umar Al-Mudlor. Mendengar berita tersebut Imam Abu Bakar merasa sedih dan terpukul dan teringat akan mimpi sang ibu yang diceritakan sebelum beliau pergi menunaikan ibadah haji.

Selang beberapa lama beliau melanjutkan perjalanannya ke Hudaidah melalui jalan laut, dan dari Hudaidah beliau melanjutkan perjalanannya ke Taiz pada tahun 889 H, dan ketika itu beliau berniat akan meneruskan perjalanannya ke Syihir, dan merupakan suatu kebetulan bahwa kedatangan Imam Abu Bakar ke Taiz bersamaan dengan berkumpulnya masyarakat setempat untuk melayat dalam kematian Syarif Sirojuddin Umar bin Abdurrahman, yang meninggal pada bulan Ramadlan 888 H, mengetahui kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka orang-orangpun berdatangan kepada beliau untuk melayat atas meninggalnya sang ibu, selain itu datangnya juga surat dari para ulama di Aden yang menyatakan keinganan mereka untuk datang ke taiz guna melayat beliau atas meninggalnya sang ibu, maka beliau menjawab bahwa beliau akan ke Aden, dan ketika beliau diperjalanan dan tiba di Al-Hautah (ibu kota Lahaj) beliau mengutus seorang utusan guna memberi tahukan warga Aden akan kedatangan beliau, mendengar akan kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka para ulama serta pembesar dan masyarakat umum berkumpul untuk menyambut kedatangan Imam Abu Bakar di kota Aden yang bertepatan pada tanggal 13 Rabiutsani tahun 889 H.   

Pada kesempatan itu beliau menerima takziah dari para pelayat yang datang berbondong-bondong, mereka yang dating selain mempersembahkan takziah juga memohon doa dari Imam Abu Bakar, dengan pertemuan itu Allah menebarkan rasa cinta dan ikatan batin di hati para penduduk Aden terhadap Imam Abu Bakar Al-Adeni, oleh sebab itu mereka meminta kepada Imam Abu Bakar agar menetap di Aden, mendapat permintaan seperti itu Imam Abu Bakar
kemudian melakukan shalat istikhoroh untuk meminta petunjuk dari Allah SWT, setelah melakukan istikhoroh maka Allah memberikan petunjuk kepada Imam Abu Bakar untuk tinggal menetap di kota Aden hal tersebut sesuai dengan isyarat pamannya Syeh Ali bin Abi Bakar Assakran ketika beliau masih muda yang mengatakan bahwa Imam Abu Bakar akan menetap di kota Aden dan akan meninggal disana pula, maka hal itupun menjadi kenyataan dengan memilihnya Imam Abu Bakar Al-Adeni untuk berdomisili di Aden hingga datang waktunya beliau dipanggil menghadap Allah SWT, pada bulan Syawal tahun 914 H.

Disebutkan dalam kitab "Tarikh Syihir" bahwa setelah Imam Abu Bakar wafat, Sultan Amir bin Abdul Wahab membangun kubah diatas makam Imam Abu Bakar Al-Adeni, dan setelah itu Pangeran Marjan Adz-zafiri membangun sebuah bangunan ribat dan rumah yang dihususkan bagi orang yang menjaga dan memelihara komplek pemakaman Imam Abu Bakar Al-Adeni dan kemudian Syeh Muhammad bin Abdul Malik membangun balkon yang melingkari pemakaman.

Keadaan, Kebiasaan dan Sebagian Sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni

Imam Abu Bakar Al-Adeni  sejak kecil sudah membiasakan dan menghiasi diri dengan kebiasaan dan sifat-sifat terpuji, maka bukan suatu hal yang aneh kalau beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya, sejak kecil beliau membagi waktunya antara perbuatan taat kepada Allah SWT, mencari dan hidmah kepada ilmu, menyebarkan dakwah islamiah, berkumpul dengan orang-orang shalih, zikir kepada Allah, membaca Al-qur'an, membaca wirid-wirid, serta membantu kedua orang tuanya, dan tidak ada waktu kosong kecuali beliau gunakan untuk mutola'ah kitab. Adapun prilakunya terhadap orang lain, beliau sangat penyayang terhadap orang-orang awam terutama mereka yang sering datang menghadiri majlisnya, dan memperlakukan mereka dengan sopan dan halus serta selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan, tentang hal itu beliau berkata : "Sesungguhnya aku merasa lega ketika melihat seseorang yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk menjalankan kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa besar, dan sebaliknya yang membuatku resah dan aku berusaha semampuku untuk meluruskan mereka yang terjebak dalam lautan dan dosa dan perangkap syetan".

Oleh karena itu setelah beliau menetap di kota Aden, setiap malamnya beliau mengumpulkan para pengikutnya terutama mereka yang diketahui setelah pulang dari majlisnya biasa melakukan maksiat, maka dengan sengaja beliau menahan mereka semalaman untuk berdzikir bersama dan membaca Al-qur'an hingga menjelang waktu subuh, setelah selesai berjamaah salat subuh barulah mereka diizinkan pulang setelah sebelumnya masing-masing diberikan upah sesuai upah kerja mereka selama sehari, hal tersebut beliau lakukan terhadap pengikutnya supaya mereka terbiasa menjalankan taat dan jauh dari kemaksiatan.

Diantara sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni adalah beliau selalu berlemah lembut dan penyayang terhadap orang muslim yang sedang bersedih hati, beliau selalu berusaha menghibur dan tidak pernah menakut-nakuti mereka dan memberikan mereka pengharapan agar tidak putus asa, karena beliau tahu bahwa rahmat Allah SWT sangat luas, Imam Abu Bakar juga memiliki semua sifat terpuji seperti sifat malu, menjaga harga diri dan zuhud terhadap dunia serta selalu berpegang
teguh terhadap Qur'an dan Hadits, dan memerintahkan kepada pengikutnya untuk mengikut jejak beliau dalam hal itu, beliau juga sangat menjauhi dari pembicaraan yang tidak berfaidah seperti pembicaraan tentang pertentangan antara Sahabat Nabi RA.

Beliau juga memiliki hati yang sangat lembut, hingga beliau sering sekali menangis ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-qur'an yang menerangkan tentang ancaman dan siksaan, sebaliknya beliau terlihat ceria dan senang ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Qur'an yang menerangkan tentang janji-janji pahala, beliau heran jika melihat orang yang tidak terpengaruh oleh ayat-ayat ancaman dan siksaan dan berkata "Ketika hati seseorang telah dikuasai oleh hawa nafsu maka ancaman-ancaman tersebut akan menjadikan dia semakin menjauh".

Penulis kitab "Mawahib Al-Quds" menceritakan tentang kedermawanan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan pada sautu kesempatan terjadilah pembicaraan tentang Imam Abu Bakar Al-Adeni di hadapan Sultan Abdullah Al-Katsiri, dalam kesempatan itu salah satu hadirin ada yang berkata kurang baik tentang Imam Abu Bakar, mendengar hal seperti itu Sultan menegur orang tersebut seraya berkata : "Aku bersaksi bahwasanya Imam Abu Bakar adalah pemimpin pada zamannya, karena seorang pemimpin di dunia adalah mereka yang dermawan, dan aku tidak mengetahui di muka bumi ini orang yang lebih dermawan dari Imam Abu Bakar".

Permulaan Imam Abu Bakar tinggal di Aden beliau menempati sebuah rumah dipinggiran laut di kota Aden, hingga ketika selesai pembangunan Masjid pada tahun 890 H, bertepatan dengan 1470 M, pindahlah beliau ke dekat masjid tersebut, semenjak itulah rumah dan masjid yang barusan selesai dibangun itu menjadi tempat berkumpulnya para tamu dan para penuntut ilmu.