http://www.english.hadhramaut.info Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bag IX) [The Source: indo.hadhramaut.info - 30/8/2008] Sebagian doa-doa Imam Al-Adeni

اللهم أجرنا من غير ضرر واغننا من غير بطر اللهم أجرنا من غير ابتلاء.

Adapun doa yang sering dibacanya dalam majlis zikirnya adalah :

اللهم ارزقنا من العقول أوفرها ومن الأذهان أصفاها ومن الأعمال أزكاها ومن الأخلاق أطيبها ومن الأرزاق أجزلها ومن العافية أكملها ومن الدنيا خيرها ومن الآخرة نعيمها وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم.

Sebagian perkataan Imam Al-Adeni tentang perbedaan Syariah dan Hakikat
Sebagain ahli fiqih bertanya kepada Imam Al-Adeni tentang perbedaan antara Syariah dan Hakikat, maka beliau menjawab :

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT, Dialah yang memuji atas diriNya, dan Dial ah zat yang terpuji, dari Dial ah datangnya maksud kepada orang-orang yang memiliki maksud, dan Dial ah yang dimaksud, Dia menciptakan kehendak hamba dengan kehendakNya, dan menetapkannya hingga menjadikan hujjah atas hamba, dan dengan ketetapan dariNya seorang hamba melakukan perintah dan menjauhi laranganNya, dan Dial ah yang membalas semuanya sesuai perbuatannya, maka Dia berfirman :

(وأن ليس للإنسان إلا ما سعى)

Artinya : dan seorang manusia tidak berhak kecuali sesuatu yang dia kerjakan.
Dia juga berfirman :

(وما تشاؤون إلا ما يشاء الله)

Artinya :
Dan tidaklah kamu sekalian berkehendak kecuali sesuai kehendak Allah.

Maka terjadilah kebingungan, dan butalah indra penglihatan dan mata hati, maka Dia memberikan taufik kepada hambaNya, maka sebagian dari mereka diberi taufik dengan syariah dan sebagiannya denga hakikat, ilmu yang menghiasi jasmani adalah ilmu zahir dan ilmu yang menghiasi hati adalah ilmu batin dan itulah ilmu hakikat, Allah menjadikan zahir Islam atas beberapa rukun yang dilakukan oleh badan, dan menjadikan hakikat iman dan ihsan atas yakin yang ada pada hati nurani, tetapi karena sesuatu yang tersimpan dalam hati nurani itu suatu yang tidak bisa dilihat ataupun didengar, maka dijadikanlah lisan sebagai alat terjemah, maka jelaslah antara syariah dan hakikat mempunyai hubungan yang sangat erat.

Adapun perkataan ahli syariah yang hanya mengerti ilmu tanpa dibarengi amal "selain syariah adalah kufur" maka perkataan mereka ada benarnya dan juga ada salahnya, begitupula halnya perkataan orang-orang yang mengaku berpegang terhadap hakikat tanpa mengetahui syariat "selain hakikat itu tidak ada apa-apanya".

Adapun mereka yang menguasai syariat dan hakikat maka mereka berkata "apakah kamu sekalian tidak mendengar pemberi taufik berfirman :

( والذين جاهدوا )

Artinya :
Yang dimaksud ijtihad (bersungguh-sungguh) dalam ayat tersebut adalah syariah, ijtihad tersebut adalah merealisasikan nas-nas syariah dalam bentuk amal agar mendapat petunjuk kepada jalanNya dan itulah hakikat," dan bagi mereka yang mengaku berpegang kepada hakikat tanpa menggunakan syariah, maka ketahuilah kamu sekalian tidak akan mendapatkan hidayah kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah syariah dan menjauhi larangannya.  

Dan diantara karangan Imam Al-Adeni yang paling penting adalah kitabnya yang berjudul "الجزء اللطيف في "التحكيم الشريف, dalam kitab ini beliau menjelaskan secara rinci sanad pemakaian khirqoh menurut ahli tasawuf, dalil-dalil yang digunakan oleh ahli toriq dalam pemakaian khirqoh, perbedaan pendapat ulama tentang khirqoh, serta pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah bid'ah, kemudian Imam Al-Adeni menyelinginya dengan menjelaskan tentang bid'ah  dan macamnya, dan seterusnya menyebutkan berbagai macam pemakain khirqoh serta tatakramanya, juga tentang tata cara pengambilan 'ahd dari seorang murid oleh syehnya, seperti berikut ini :

1.    hendaklah seorang Syeh menyebutkan adab-adab taubat, kemudian meletakkan telapak tangan kanan diatas telapak tangan sang murid, seraya menyatakan bahwa seorang syeh dan murid keduanya bersekutu dalam taubat.
2.    dengan suara keras syeh mengucapkan :

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم استغفر الله العظيم (3 kali ) وأسأله التوبة والمغفرة والتوفيق لما يحبه و يرضى و صلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.

Setelah Syeh mengucapkan perkataan diatas lalu diikuti oleh sang murid.

Syair-Syair Imam Al-Adeni Memiliki Tujuan yang Bermacam-Macam.

Buku kumpulan syair-syair Imam Al-Adeni dihiasi berbagai macam bentuk syair dan berbagai macam tujuan menurut ahli tasawuf, sebagaimana diketahui bahwa sastera sufi mempunyai ciri khas tersendiri terutama dalam penggunaan kata-kata, kebanyakan kalimat tidak digunakan dalam maknanya yang lugas, begitupula dalam penggunaan kata-kata kiasan, seperti kata mabuk, arak, gelas, panah mata, hindun, laila. Kata-kata tersebut yang dimaksud adalah makna kiasannya, yang dimaksud dengan mabuk adalah kelezatan dalam berzikir dalam tafakur, adapun gelas merupakan sebab untuk mencapai kelezatan tersebut, dan tentang rumus yang menggunakan nama peremupan seperti laila, adalah cara seorang penyair dalam mengungkapkan suatu keindahan batin dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan keindahan zahir.

Dan tidak semua syair sufi berupa syair cinta, selain itu banyak lagi macamnya, seperti syair nasihat, koreksi diri, dan zuhud. Namun dari semua macam syair tersebut mempunyai ciri yang sama dan menunjukkan bahwa sayir tersebut merupakan syair khas para ahli tasawuf.

Dan tidaklah sepantasnya bagi seseorang yang tidak memiliki dzauk seperti yang dimiliki para ahli tasawuf, melecehkan qasidah-qasidah tasawuf dengan menyangkutkan syair-syairnya dengan sesuatu yang mereka hayalkan, sesuatu yang bersangkutan dengan syahwat, dan kalaupun diantara syair-syair sufi yang pada zahirnya menunjukkan makna yang tidak baik, maka hal tersebut tidak bisa dijadikan landasan untuk menyama ratakan hukum tersebut kepada semua ahli tasawuf, disamping semua itu tidak ada perlunya mendebatkan suatu pola pikir yang telah punah dengan kepunahan orang-orangnya dan membesar-besarkan masalah tersebut.

Justru yang perlu menjadi perhatian kita sekarang ini adalah pola pikir dalam kehidupan kita sekarang ini, yang nyata-nyata telah merendahkan martabat dan menghancurkan kehidupan serta harga diri manusia.

Namun perkataan saya ini bukan berarti promosi atas syari romantis sufi ataupun istilah arak maknawinya, tetapi maksud dibalik semua itu adalah menegaskan bahwa seyogyanya kita memberikan penilaian atas suatu madrasah berdasarkan asas pemikirannya bukan dari zahir kata-kata belaka, tanpa melihat hakikat, keadaan, tempat dan waktu keberadaan madrasah itu sendiri.

Dan yang sangat disayangkan, penyamarataan tersebut bukan saja terhadap sastera sufi, namun berlaku kepada segala sesuatu yang bersangkutan dengan tasawuf, orang yang mengaku sebagai peresensi yang nota bene keluaran madrasah eropa, mereka yang menganggap dirinya memikul tugas untuk membersihkan sejarah, sastera dan ilmu-ilmu islam dari kekeliruan dan kesalahan sebagai akibat pemikiran tasawuf dan pemalsuan hadits dan hal lainnya, tetapi semua itu mereka lakukan dengan menggunakan tolok ukur barat yang merupakan ha lasing bagi Islam itu sendiri, oleh sebab itulah pada akhirnya mereka menuduh para pendahulu dengan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan, dan mereka sendiri menganggap bahwa tolok ukur yang mereka gunakan adalah sesuatu yang murni dari islam, padahal hal tersebut sangat jauh sekali dari Islam, bagaimana tidak? Karena mereka sendiri mendapatkan itu semua dari musuh-musuh Islam maka tidak diragukan lagi mereka sendiri justru telah terpengaruh dengan pemikiran madrasah asalnya.

Dan hal tersebut kini telah merasuki madrasah-madrasah islam dari mulai dasar sampai tingkat tinggi akibat penjajahan moderen.

Dan langkah yang bijak dalam semua ini adalah memaklumi dan memaafkan orang-orang Islam dan merasa kasihan atas keadaan mereka yang menjadi incaran musuh-musuhnya, yang selalu menanamkan permusuhan dan perpecahan diantara orang-orang Islam.

Dan dalam akhir tulisan ini penulis akan menyuguhkan sebagian syair-syairnya Imam Al-Adeni secara ringkas. Sebagian besar syair-syair Imam Al-Adeni merupakan syair romantis yang menggunakan kata-kata dari bahasa daerah dan dengan nada nyanyian, terkadang syairnya keluar dari kaidah-kaidah ilmu arudl, namun kelebihan syair-syair tersebut adalah bait-bait permulaannya memiliki nada yang sangat cocok dengan nada nyanyian para ahli tasawuf Yaman pada zaman itu, adapun kosa-kata yang digunakan oleh Imam Al-Adeni terdiri dari bahasa daerah dan kata-kata arab fasih, adapun bahasa daerah yang sering kali digunakan dalam syair Imam Al-Adeni adalah bahasa daerah Tihamah.
                                                       
Sebagaimana terlihat dalam bait-bait syair berikut :

شاعشق لي معز غالي    وارتقي لي مرتقي عالي
شا فخر لي بفخر محبوبي    وأعطاني في الحب مطلوبي

Begitu juga pada bait berikut ini :

إذا شا اترك لهم وواصل سروري     ولي رب يعلم بخافي أموري
وشا ادخل وشا اجزم بقلب جسور    أرى اللوم عندي خطأ غير صائب
أنا شا استجير بالجمال المكمل        ومن في النبيين أكمل وأفضل

dan kalau di teliti secara cermat sebetulnya dalam syair –syair tersebut terdapat kelemahan, dan memang kelemahan dalam segi bentuk syair tersebut merupakan suatu yang biasa, karena tujuan dari syair-syair tersebut adalah dakwah kepada orang-orang awam, selain itu kebanyakan dari gubahan-gubahan tersebut adalah untuk dinyanyikan, oleh sebab itu syair-syair tersebut menggunakan katak-kata yang gampang untuk difaham dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menurut sebagaian penulis merupakan suatu kejanggalan dan mereka menganggap bahwa ada sesuatu dibalik itu semua, karena terdapat perpautan yang menyolok antara sastera dan prosa pada zaman itu, prosa lebih mendapat perhatian dari para ulama zaman itu, hal tersebut terlihat jelas dalam tulisan dan khutbah-khutbah yang begitu memperhatikan kaidah-kaidah bahasa baik dari segi tata bahasa, sajak serta balagahnya, dan sebaliknya hal-hal tersebut tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan ulama pada zaman itu yang berbentuk sastera.

Jawaban yang bijak atas masalah tersebut bahwasanya ulama-ulama terdahulu walaupun mumupuni dalam segi tata bahasa dan balagah -sebagaimana terlihat jelas dalam tulisan mereka yang berbentuk prosa dan khutbah-khutbahnya- namun mereka tidak menyukai bentuk syair yang dibuat-buat, bahkan terkadang mereka mencela jika seorang penyair terlalu memenitingkan akan bayan badi' apalagi kalau sayiar itu syair sufi yang ditujukan untuk pengajaran dan dakwah, karena mereka lebih suka memberikan petuah dan wejangan kepada orang awam dengan bahasa dan kata-kata yang bisa dan mudah difahami, hal tersebut sebagaimana dikisahkan oleh Habib Abu baker al Attas bin Abdullah bin Alawi Alhabsy bahwasanya beliau berkata : hikayat mengatakan bahwa ketika Habi Abdullah bin Husain bin Thahir mendengar perkataan penyair yang berbunyi :

علي نحت القوافي من معادنها     وما علي إذا لم تفهم البقر

Artinya :
Aku harus menggali kowafi (not syair) daripada penyimpanannya
Dan aku tidak perduli kalau syairku tidak difahami oleh orang bodoh
Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata :

تركت نحت القوافي من معادنها     لأن لي مقصدا أن تفهم البقر

Artinya :
Aku tidak menggali kowafi daripada penyimpanannya
Karena aku ingin syairku difahami orang-orang bodoh

Dari hal tersebut diatas sangat jelas bahwa madrasah Hadhramaut memiliki ciri has tersendiri baik dalam pola pikir ataupun kesusastraan, adapun penyebab itu semua karena kebanyakan masyayeh pada zaman itu menggunakan semua waktunya dalam berdakwah dan memberi wejangan kepada orang awam, maka perhatiannya mereka terhadap hal yang lain seperti sastera sangat minim sekali, namun bukan berarti bahwa Hadhramaut pada zaman itu tidak memiliki ulama yang mumpuni  dalam syair, karena banyak dari mereka yang memiliki kemampuan yang mumpuni dalam bidang sastera dan syair.

Kesimpulan tersebut diatas merupakan hasil dari penelitian penulis terhadap beberapa ulama dan suyuh Hadhramaut di sela-sela penulisan riwayat hidup Alawi (kakek penulis) dalam buku yang berjudul "لوامع النور". Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa ketika Alawi kembali ke Hadhramaut setelah menimba ilmu dari Mesir dengan membawa berbagai macam ilmu, dia menemukan keadaan Hadhramaut tidak sesuai dengan ilmu yang ia bawa, tentang keadaannya tersebut beliau berkata : "ketika aku tiba di negeriku, tanah kelahiranku, mereka tidak mengetahui balghah, bahkan seseorang yang mempunyai sifat balaghah justru menjadi ejekan, dan ketika aku memeriksa apa yang tersimpan di benakku ternyata semuanya tak berguna, pada saat itulah aku teringat perkataan seorang penyair :

أرض الحراثة لو أتاها جرول        نجل الحطيئة لانثنى حراثا
تصدى بها الأذهان بعد صقالها    وترد ذكران العقول إناثا

Dan ketika aku dalam keadaan bingung dan ragu tiba-tiba datanglah bisikan yang berkata : "lepaslah sandalmu sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci"

هذا شراب القوم سادتنا وقد    أخطا الطريقة من يقل بخلاف

Maka aku terbangun dan jelaslah bahwa jalan yang terbentang adalah jalan dilalah, makomat, ahwal, qobul dan iqbal, maka aku bahwa memang gila itu banyak macamnya dan sesungguhnya hak tersebut selalu bersama orang yang tahu tentang rahasia, maka kemudian aku mengikuti jejak para pendahuluku dan meninggalkan segala yang akan membawa kerusakan kepadaku, dan mulailah aku melangkah dalam jalan dakwah kepada Allah dan memberikan petunjuk kepada yang tersesat.