Hukum orang yang menyimpan hartanya di bank ada tiga kategori,pertama boleh, kedua tidak boleh,
ketiga khilaf (diperselisihkan) diantara para ulama
Pertama : Boleh bagi sesorang untuk menyimpan hartanya di brankas (lemari penimpanan) bank lalu
orang tersebut membayar setiap bulannya sejumlah harta kepada bank sebagai ongkos penyimpanan
dan pihak bank tidak memberikan tambahan apapun kepada orang tersebut ataupun mempergunakannya
untuk keperluan apapun juga sehubungan dengan harta yang disimpannya dalam lemari tersebut,
orang tersebut juga bisa menyimpan harta-hartanya yang lain semacam emas, surat-surat berharga,
dan lain-lainnya.
Kedua : Tidak boleh bagi seseorang menyimpan hartanya di bank kemudian dia mengambil keuntungan
dari bank tersebut setiap bulan atau setiap tahun, keuntungan yang diambil tersebut bukan secara islami tapi secara riba seperti halnya bunga-bunga bank yang diberikan oleh bank pada umumnya. bila bunga ini diambil maka hukumnya haram secara mutlak dan bila tidak para ulama dalam hal ini
berbeda pendapat sebab harta orang tersebut tidak lepas dari kesyubhatan.
Ketiga : Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang menyimpan hartanya di bank dan tidak
mengambil dari bank keuntungan apapun tapi dia mengambil gaji perbulan dari upah kerjanya
melalui bank tersebut. penyimpanan ini boleh tapi tidak lepas dari kesyubhatan sebab harta orang
tadi bercampur dengan harta riba. dengan kata lain terjadi percampuran antara halal dan haram,
jika hal ini terjadi maka hukum harta tersebut syubhat dan para ulama berbeda pendapat tentang
hukum penggunaan harta syubhat.
Para ualama yang memperbolehkan untuk menggunakan harta syubhat atau bertransaksi dengan orang
yang sebgaian besar hartanya haram mengambil dalil bahwa Rasulullah SAW wafat dan baju perangnya
masih berada di tangan seorang yahudiyang bernama Abu Syahm sebagai jaminan (marhun) atas
sedikit makanan yang pernah dihutang oleh Rasulullah SAW dari nya, transaksi Rasulullah SAW
dengan orang yahudi ini dan pengambilan beliau sedikit makanan darinya merupakan dalil
diperbolehkannya untuk bertransaksi dengan orang yang sebagian besar hartanya haram atau
memiliki harta syubhat, sebab Quran telah menaskan bahwa orang yahudi untuk memperolah harta
mereka menggunakan cara Suht (suht berarti, risywah atau uang pelicin, harta yang diambil dari
perzinahan atau khomer) dan hal ini jelas keharamannya namun begitu saat itu Rasulullah tetap
bertransaksi dengan mereka dan menjadikan baju perangnya sebagai jaminan, hal ini menunjukkan
diperbolehkannya bertransaksi dengan orang yang hartanya syubhat atau bercampur dengan harta
haram. Ini dari segi boleh ataukah tidaknya tapi dari segi kehati-hatian maka sebaiknya hal ini
ditinggalkan.