http://www.english.hadhramaut.info Abdurrahaman Assegaf (Bag: II) [The Source: indo.hadhramaut.info - 04/11/2008] Popularitas Abdurrahman Al Seggaf


Syekh Abdurrahman Al Seggaf terkenal dengan ilmu dan amalnya semenjak usia dini. Beliau menjadi tujuan para murid dari seluruh penjuru untuk menimba ilmu pengetahuan, menjadi tujuan surat-surat dari seantero dunia untuk meminta fatwa. Dalam menjawab segala macam permasalahan, beliau menguraikan dan menjawab poin demi poin secara rinci dan teliti, karena beliau memang dikarunia oleh Allah kecerdasan dan kemampuan untuk menguraikan masalah berikut dalil-dalilnya secara mendetail. Semua murid sangat antusias dalam merekam keterangan-keterangan beliau mengenai kitab Al Wasith dan Basith karangan Al Imam Al Ghazali, juga kitab Al Muhadzab karangan Abu Ishaq, dan Al Muharrar.
Diantara hal-hal yang disampaikan beliau kepada para muridnya adalah sebagai berikut :

إن الأوقية من أعمال الباطن تعدل بهارا من أعمال الظاهر

Beberapa uqiah (satuan ukur berat yang paling ringan) dari amalan batin sama beratnya dengan satu bahar (satuan ukur berat yang paling berat) dari amalan dhahir.

من ليس له ورد فهو قرد

Barang siapa tidak memiliki wirid maka dia ibarat kera.

من ليس له أذكار فليس بذكر

Barang siapa tidak memiliki dzikir maka dia bukan orang laki-laki.

من لم يطالع الإحياء ما فيه حياء

Barang siapa tidak pernah belajar ihya' ulumuddin maka dia tidak punya rasa malu.

من لم يقراء المهذب ما عرف قواعد المذهب

Barang siapa tidak pernah belajar kitab muhadzab maka dia tidak tahu kaidah-kaidah dalam madzhab.

من ليس له أدب فهو دب

Barang siapa tak beradab maka dia ibarat beruang

الناس كلهم فقراء إلى العلم
و العلم فقير إلى العمل
و العمل محتاج إلى العقل
و العقل فقير إلى التوفيق
و كل علم بلا عمل باطل
و كل علم و عمل بلا نية هباء
و كل علم و عمل و نية بلا سنة مردود
و كل علم و عمل و نية و سنة بلا ورع خسران

Semua manusia butuh ilmu.
Ilmu butuh diamalkan
Amal butuh akal.
Akal butuh petunjuk
Setiap ilmu tanpa diamalkan batil.
Setiap perbuatan tanpa niat tak berguna.
Setiap ilmu, amal, dan niat tanpa sunnah (teladan) tidak diterima.
Setiap ilmu, amal, niat, dan sunnah tanpa wara' tiada hasil.

Dalam kitab Al Musyarri' dikatakan, Syekh Abdurrahman Assegaf semasa belajar sangat berprestasi dalam ilmu fiqh, lantas putranya Syekh Umar Al Muhdhar ingin menghabiskan umurnya untuk mendalami ilmu fiqih saja, selesai belajar beliau dipanggil oleh ayahnya seraya berkata wahai umar perbanyaklah amalan hati, sebab para ahli fiqih hanya memiliki cabangnya (tangkai) dengan mengambil dalil dari Al Qur'an dan Al Hadits sedangkan Orang Shufi itu memiliki pokoknya (pohon). Satu Uqiyah (ukuran timbangan berat) yang sedikit itu menyamai amalan dzohir satu bahar (ukuran berat) yang banyak.

Dalam kitab Al Gharar disebutkan Syekh Abdurrahman Assegaf mempelajari lima puluh kitab syariah selain kitab-kitab lainnya. Syekh Abdurrahman Assegaf uzlah (menyendiri untuk beribadah) di makamnya Nabi Hud as sekitar enam bulan, dan pada akhir hayatnya dibacakan Al Qur'an dengan suara keras beliau mendengarkan dan membaca awalan surat-surat dari Al Qur'an secara bersama-sama. Dan ketika Syekh Abdurrahman berdiri untuk Sholat maka beliau dapat dilihatnya seperti seorang pemuda. Sebelum waktu sholat fardhu, beliau sudah berada di dalam masjid dan sholat tahajjud di dalam masjid setiap malam.

Syekh Muhammad Ali Al Khatib mengatakan, Syekh Abdurrahman Al Seggaf mengatakan, dalam satu hari aku menghatamkan Al Quran 7 sampai 8 kali, Syekh Abdurrahman menghatamkan jumlah tersebut diwaktu-waktu sebagai berikut, 2 kali hatam setelah shalat shubuh sampai dhuhur, satukali khatam antara dhuhur dan asar, dan satu khataman setelah shalat asar, ini yang siang hari selebihnya pada malam hari, konon beliau seperti tabung tegak pada malam hari karena banyaknya berdiri untuk shalat.

Kezuhudan, kewara'an dan perhatiannya terhadap pertanian dan kerajianan tangan

Syekh Abdurrahman Assegaf terkenal Zuhud dan wara' menjauhkan dari hatinya bersit-bersit dunia. Diriwayatkan beliau  membedakan antara zakat untuk orang fakir dan zakat untuk orang miskin sehingga tak sebiji kurma pun dari hak mereka yang tersisa di tangan beliau, bahkan senanatiasa mencuci kurma-kurma tersebut dengan air.

Beliau condong untuk menekuni profesi kerajinan tangan dan bertani, beliau memiliki kebun kurma banyak di Tarim, Masilah, dan lain-lain, jika menanam sebiji korma beliau iringi dengan bacaan surat yasin, namun bila di kebun beliau yang dinamai dengan Bahubaisyi setiap selesai tanam beliau mesti mengakhirinya dengan satu hataman Al Quran, lalu  kebun itu disedekahkan kepada anak-anaknya yang ada pada saat itu dengan syarat mereka mau untuk membaca Al Quran, tahlil, dan tasbih setiap malam dengan jumlah tertentu yang mana pahalanya dihadiahkan untuk beliau setelah meninggal nanti. Anak-anak beliau pada saat itu adalah delapan laki-laki dan enam perempuan.

Diantara kebajikan beliau lagi adalah membangun sepuluh masjid di Hadhramaut, dan membekali setiap masjidnya dengan wakaf bangunan dan tanah, sampai sekarang masjid-masjid itu termasuk masjid beliau yang ada di Tarim tetap makmur, di masjid itu setiap minggu diadakan Hadhrah,  dan madrasah tahfidz Al Qur'an di bawah asuhan Sayyid Muhammad bin Alawi Al Idrus yang terkenal dengan nama Syekh Sa'ad .

Derajat, keutamaan dan ihwal

Komunitas masyarakat pada zamannya sepakat memberikan gelar kepada beliau dengan Assegaf (baca: atap) disebabkan oleh ketinggian tekad dan martabat beliau, sampai-sampai beliau ibarat atap bagi mereka, namun para ahli sejarah berselisih tentang asal penamaan beliau dengan hal itu, sebagian riwayat mengatakan  panamaan itu karena beliau menyembunyikan hakikat dirinya, maka beliau ibarat tertuup di bawah atap kerendahan diri dan jauh dari ketenaran, diriwayatkan pula beliau tidak pernah mengaku terjadinya haal (perubahan kepribadian buah keteguhan dalam mendekatkan diri kepada Allah) pada dirinya ataupun meminta dianggap pada derajat tertentu, bahkan beliau membenci hal tersebut, riwayat lain mengatakan dinamakan demikian sebab beliau mengayomi para wali di zamannya dengan haal  yang terjadi pada diri beliau maka beliau ibarat atap pelindung bagi mereka.

Tampaknya peningkatan derajat dan maqam (derajat kedudukan) beliau merupakan motivator terjadinya penamaan tersebut, sebab dari awal karakter yang tidak mau dikenal dan keistimewaannya kemudian ketika derajatnya diangkat oleh Allah SWT beliau menjadi atap bagi para wali.

Dalam beberapa nasihat beliau mengatakan, saya sudah berusaha namun Allah belum menganugerahkan Fath (pembuka hati) buat saya dengan fath yang besar sampai saya kembali mengkoreksi diri sendiri, lantas berkata Demi Allah hati ku tidak pernah menoleh kepada selain-Nya tidak kepada keluarga, anak, ataupun harta, aku tidak membangun rumah ataupun masjid kecuali aku telah diperintah sebelumnya.

Diantara kata mutiaranya adalah, obat hati adalah meninggalkan segala halangan dan petunjuk untuk mencapai segala kebaikan. Beliau berkomentar seputar popularitas seseorang dalam kewalian, saya mempelajari ihwal Hallaj, saya pikir dalam kacanya terdapat keretakan, namun setelah dipahami betul ternyata mengkilap dan tiada retaknya, saya pelajari ihwal Al Ghith bin Jamil saya dapati haalnya di atas ucapannya, saya pelajari ihwal Said bin Umar Balhaf saya dapati maqamnya sesuai dengan haalnya, saya pelajari ihwal Ahmad bin Abi Al Ja'ad kami dapati ucapannya melebihi haalnya.

Beliau juga mengatakan, jadilah orang zamanmu, jika kamu mendapati komunitas zamanmu itu srigala maka jangan kamu jadi domba sehingga mereka memangsamu,  jika kamu dapati mereka itu domba maka janganlah kamu menjadi srigala lalu memangsa mereka.

Ahli fiqih suatu zaman dan ahli tasawwufnya saling menjatuhkan dalam pelanggaran.

Dalam Al Jauhar Al Syaffaf di sebutkan, Syekh Abdurrahman Assegaf  banyak beristighfar siang dan malam, sehingga meningkat dari satu derajat ke derajat yang lain, setiap kali beliau meningkat ke derajat yang lebih tinggi beliau beristighfar, sebab merasa pada derajat sebelumnya beliau kurang dekat kepada Allah SWT sebab kurangnya usaha beliau, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya saya beristighfar dalam satu hari tujuh puluh kali, para ulama menafsiri hadist ini bahwa Nabi Muhammad setiap hari meningkat kedudukannya di sisi Allah setiap hari sekian derajat sehingga setiap kali meningkat  beliau SAW merasa kurang dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT pada level sebelumnya.

Dikatakan juga tentang beberapa kebiasan sang tokoh yang lainnya yaitu kebiasaan memberikan pakaian kepada orang-orang fakir miskin dan para murid, diakhir usianya bila salah satu diantara kami membeli peci maka peci itu kami berikan kepadanya, lantas beliau memberikan peci yang beliau pakai, hal ini kami lakukan karena mengharapkan barakah darinya.

Diulas juga tentang pengaruh Syekh Abdurrahman Assegaf terhadap murid-muridnya. Sayyid Muhammad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Alawi mengatakan ketika saya dididik oleh Syekh Abdurrahman semua syahwat kepada hal-hal duniawi sirna dan sifat-sifat tercela luntur dari kepribadianku berganti sifat-sifat terpuji, sejak saat itu sampai saat ini selalu bertambah dan bertambah.

Penulis kitab Al Jauhar mengatakan di antara para sholihin ada yang menjuluki Syekh Abdurrahman dengan tukang wenter karena beliau memoles hati dengan sifat-sifat yang mulia, juga dengan berbincang dan duduk dengan beliau akan mendapatkan keberkahan, ilmu robbani dan sifat-sifat yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW.

 Syekh Abdurrahman suatu hari dengan nikmat, berbincang tentang hawa nafsu berapa panjang dan lebarnya, lantas kami masuk ke dalam perbicangan itu dan kami dapati dia tak berujung, para sholihin menyelaminya dan tampak dari mereka tanda kepenatan, sebagaimana perenang ketika sampai ditepian tampak dari mereka tanda kepenatan, tapi aku tidak pernah menyelaminya dan tak pernah merasakan capek dan beratnya.(Al Jauhar Al Syaffaf).

Beliau mengatakan, jika aku tahu hatiku mencintai selain Allah aku akan ambil batu dan akan ku hukum, dalam Al Jauhar juga disebutkan beliau mengatakan saya adalah guru orang yang tak berguru sampai hari kiamat:

قوم همومهم بالله قد علقت    فما لهم همة تسمو إلى أحد

Suatu komunitas yang himmah (cita-cita) mereka hanya kepada Allah semata, mereka tidak memiliki himmah selain kepada-NYa

فمطلب القوم مولاهم و سيدهم    يا حسن مطلبهم للواحد الصمد
ما إن ينازلهم دنيا و لا شرف        من المطاعم و اللذات و الولد
و لا لباس لثوب فائق أنيق        و لا التزين في الأحوال و العدد

Tujuan komunitas itu adalah tuan mereka, alangkah
baiknya tujuan mereka kepada Dzat Tempat Bertumpu
dari segala macam makanan, kenikmatan, anak, dunia, kemuliaan, perhiasan, dan pakaian yang mewah nan indah

Bersambung...