Syekh Said Al Amudy Wafat
Kehidupan Syekh Said sarat dengan kemanfaatan, memperbaiki hubungan antara sesama, pembimbing masyarakat baik dari kota maupun desa, membimbingnya dengan ajaran kebenaran, dengan banyak tafakur dan beribadah kepada Allah SWT, disertai kerinduan kepada Tuhannya.
Di akhir hayatnya beliau sempat mengucapkan syair Rabiah al Adawiyah sebagai berikut : Wahai yang dekat dengan hati, wahai yang jauh dari pandangan Engkau menyiksa sukmaku, Engkau membebankan kepadaku bangun malam. Beginilah wahai penyiksaku, siapa yang dicoba dengan cinta hendaknya bersabar. Tidaklah sama antara yang menyembunyikan kecintaan dengan yang menampakkannya dan tersohor.
Beliau -semoga Allah SWT merahmatinya- wafat pada tahun 671 H. dimakamkan di kota Qaidun, kuburannya terkenal dan masjidnya senantiasa dipenuhi banyak orang. Semoga Allah SWT merahmatinya, dan semoga kita dapat mengambil manfaat dari ilmu-ilmunya di dunia ini dan akhirat nanti. Amin.
Pelestarian Cinta Bani Alawi Terhadap Keluarga Al Amudy
Semenjak era al Faqih al Muqaddam Keluarga Sadah Bani Alawi senantiasa memelihara cintanya kepada keluarga al Amudy, hal ini diimplementasikan oleh anak cucunya dengan senantiasa mengadakan ziarah ke daerah Qaidun dalam rangka penyebaran ilmu, mengunjungi Syekh Said, dan untuk mempererat hubungan antara Ahlul Bait dengan keluarga Syekh Said, begitulah rasa cinta itu dilestarikan, berkenaan dengan ini Syekh Abdurrahman bin Ali bin Abu Bakar berkata : Dan Syekh telah diberi minum di tempat Nabiyullah Hud yang diberi nama dengan al Amud. Ketika Sayyid Ja`far bin Ahmad Zain al Habsyi mengunjungi Qaidun dan ziarah ke makam Syekh Said, terucap dari lisannya syair berikut : Jikalau tampak olehmu isyarat cinta disebutlah Qaidun dan teruslah berada di serambinya. Kunjungilah sosok yang bekedudukan tinggi Syekh Said bin Isa karena di situlah keinginan hati berada. Seorang pimpinan yang memiliki obsesi tinggi, berada di puncak kemulyaan dan mencapai puncak ketinggiaannya. Dalam dirinya (al Amudy) tersimpan rahasia keluarga Alawy, kami telah memperoleh keterangan itu dari lisan orang yang terpercaya. Sampai akhir kasidah yang menjelaskan perilaku Syekh Said dan tawassul kepadanya.
Kalangan Ulama dari Ahlul Bait dan para masyayekh dan simpatisannya dari segenap kabilah dan kelompok masyarakat mengetahui hubungan yang erat ini, dan menemukannya pada peninggalan dan fenomena serta relasi yang ada. Kita tutup biografi ini, dengan mengutip syair Syekh Said bin Salim al Syawwaf tentang sosok Syekh Said yang terkenal dengan:”Qissatul Asal fi Madhi Ahlillah Azzawajalla”. Berikut ini:
Sosok panutan pertama dari gologan mereka, sang pemilik kharisma baik dari pekerti maupun perkataannya
Yang tidak ada bandingannya di antara mereka, paling agung tanda kemulyaannya.
Panutanku bin Isa yang tersebut (namanya) dilautan maupun di daratan.
Ialah al Amudy yang kesohor, hingga orang barat yang kafir
Syekh pemuka Qaidun, di mana umat mengembalikan urusan kepadanya
Dan seluruh keluarga al Amudy pemilik keutamaan dan kebanggaan.
Tuanku al Amudy dengan derajatnya di sisi Allah menolong umat melalui Syai` lillah
Di langit ia memiliki bendera kemulyaan dibagikan kepadanya dari khazanah Allah.
Ia memiliki kedudukan yang tinggi dan terkenal dengan kemasyhuran yang Allah berikan.
Semua penghuni setiap penjuru mengetahuinya dan tunduk kepadanya dengan “syai` lillah”.
Lautan Furat dan Sayhun membanjiri makhluk Allah SWT.
Para pemuka pemilik kemasyhuran semoga Allah senantiasa membimbingnya kepada kebaikan.
Syekh Abdullah Ba Sudan –semoga Allah merahmatinya- berkata :
Seperti al Amudy yang tampak kebahagiaannya di khalayak ramai
Mendapatkan inayah dari Allah semenjak kecilnya
Ia memiliki Hadrah yang bercahaya seperti rembulan.
Di situ terdapat keagungan dipakaikan kepada setiap yang hadir.
Keturunan Keluarga Al Amudy dan Kiprahnya di Beberapa Daerah
Sejak abad ke tujuh Hijriah keluarga masyayekh al Amudy mempuyai kedudukan terhormat dalam masyarakat, memiliki kekuasaan di Hadramaut dan daerah sekitarnya. Adapun cikal bakal dari posisi tersebut adalah kharisma yang tampak pada sosok Syekh Said bin Isa al Amudy, yang berperan sebagai penopang terhadap kedudukan al Faqih al Muqaddam. Dari aspek kerohanian dan sosial keagamaan ini, tersebarlah ajaran kesufian yang istimewa, tampak ke permukaan Madrasah Alawiyah, dan tarekat al Amudiyah, yang dipraktekkan di sekolah-sekolah, zawiyah-zawiyah,dan masjid-masjid dengan metode khusus, dan teori yang mudah. Antara lain :
1. Sistem Halaqah dalam pengajaran Mazdhab Syafie dan pembacaan kitab kerohanian.
2. Penyelenggaraan Hadrah, dzikir, dan Maulid Nabi.
3. Perhatian terhadap mujahadatunnafs (penempaan kejiwaan) di sela-sela menjalani tuntutan syariat.
4. Penerapan prinsip barbaik sangka terhadap sesama.
5. Penerapan prinsip berlomba-lomba dalam amal kebaikan dan ketaatan.
Dengan berpedoman pada prinsip di atas dan amal perbuatan yang baik, pengaruh ajaran tarekat al Amudiyah menyebar di setiap komunitas sosial, bahkan sampai terasa juga pada tentara, penguasa, dan kedzaliman. Keistimewaan dari prinsip ini juga kemampuan para Syekh tarekat ini menerapkan gemblengan kejiwaan kepada kabilah-kabilah di Hadramaut, di mana hal tersebut merupakan kontribusi dalam menjaga keamanan para musafir dari perampokan. Pembangunan dan rehabilitasi tempat berlindung yang aman dari segala tindak kriminal terhadap penghuninya walaupun dari musuh bebuyutannya. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas pasar dan perdagangan serta penyediaan kebutuhan masyarakat tanpa dihantui rasa takut.
Syekh Said juga melakukan baiat terhadap kabilah dari satu sisi, dan terhadap penguasa di sisi yang lain. Karena di situ terletak kemaslahatan rakyat, seperti keamanan jalan, penyelesaian silang sengketa, dan pengamanan harta milik, prinsip kerohanian ini telah berjalan di beberapa tempat di Yaman. Hal itu juga mempermudah transportasi para musafir, ulama, dan para da`i dalam berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa dihantui rasa takut dan khawatir. Bahkan keluarga al Amudy di Dauan, Hajr, al Awaliq, dan daerah lain yang pernah disinggahinya memperoleh kedudukan sosial yang gemilang, menyebarkan ilmu, dan menjaga keamanan seperti saudara-saudaranya dalam tarekat Sadah Bani Alawi, maqam dan martabat ini diteruskan generasi selanjutnya hingga zaman modern ini, di mana negara ikut serta dalam perjanjian keamanan (internasional), dari sini, mulailah kemunduran dalam mempertahankan maqam dan martabat di atas sedikit demi sedikit mulai pudar.
Penutup
Kelalaian kita terhadap sejarah, dan menggantikannya dengan penyucian kepada kemajuan yang ada, tanpa memperhatikan bentuk dan substansinya, menyeret kita pada jurang kehinaan, dan menjadikan kita – umat pemilik sejarah dan keturunan dari orang berilmu dan pemilik keutamaan – bagaikan boneka tertidur di pentas panggung. Berbuat untuk kemaslahatan para pendengki terhadap keturunan yang baik ini. Kita merelakan mata kita tertembus arang, yang pengaruhnya sampai ke hati. Generasi ini berbalik arah dari melestarikan budaya hidup pendahulunya yang shaleh dan bertakwa menuju pengkritisan dan pencemaran kehormatannya. Kebanyakan dari mereka tidak menyadari, untuk kemaslahatan siapa tindakannya itu, tidak dapat membedakan antara kebenaran terselubung dan kenyataan menyesatkan, akan tetapi sampai kapan keadaan ini berlanjut wahai umat manusia? Kapankah kita akan tahu siapa sebenarnya investor (pemilik profit/keuntungan) yang berada dibalik pentas kamuflase take and give (barter) ini? Dan kapankah kita dapat memahami permisalan berikut ini : ((Allah marahmati orang yang mengerti akan kadar dirinya)).
Tamat