http://www.english.hadhramaut.info Menanti Tetas 109 Telur Impor Indonesia (Evaluasi Meretas Batas Antara Teori dan Fakta) [The Source: indo.hadhramaut.info - 08/2/2009]
Memasuki babak akhir dari dua kali babakan yang telah dilalui pada ujian syahr awal dan tsani, layaknya telur di rantang yang sedang dinanti apa yang akan terjadi setelah proses penetasan terjadi, kini FORMIL sebagai induknya terus melakukan upaya penyempurnaan yang dapat membantu keselamatan anak-anaknya setelah keluar dari tempurung telur yang lumayan menyesakkan itu. Setiap mahasiswa yang telah dinyatakan lulus dua kali tahap ujian syahar dan kini sedang mempersiapkan diri untuk merangkak setapak demi tapak sambil melatih keseriusan dan kesabaran menghadapi dunia baru yang baru diadaptasi beberapa bulan yang lalu, tentu tidak semuanya langsung berhasil menjalani seleksi alam yang kadang menghantui khayalan masing-masing mahasiswa, kegagalanya dipacu dengan beraneka argumentasi, seperti ada yang beralasan tidak kerasan karena tidak nyaman lingkungannya, tertutup tidak dinamis, jauh dari jangkauan ibu kota, dan banyak lagi alasan situasi dan kondisi alam lainnya yang menjadikan sebagian rekan mahasiswa tidak sabar menghadapi kenyataan hidup di lingkungan tarim ini, wal hasil, mereka lalu menyatakan kurang konsentrasi belajarnya dan kegagalan segera menjemput dengan senyum agak kecut, benarkah begitu...? wallah mudarisy ya akhi.



Yang pasti, tidak sedikit pula, dari mereka yang langsung menyatakan no problem dengan segala yang terjadi dan sedang dialaminya, mereka yang masuk dalam kelompok lulus seleksi alam ini, tidak serta merta bebas masalah, ada beberapa sisa masalah lain yang masih menjadi kendala keberlangsungan studinya di fakultas syari`ah universitas al Ahgaff ini, seperti tidak lulus dalam tahapan ujian syahar yang menjadi prasyarat untuk mengikuti ujian fashli atau semester, dalam keadaan seperti itu, pilihan yang cukup strategis dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan adalah mematangkan persiapan ujian daur takmili, atau memperbarui semangat dengan tetap memantapkan hati, bersabar, berusaha dengan sungguh dan terus berdo`a untuk tetap diberi kesempatan belajar di kota Tarim ini. Bukankah kegagalan adalah jalan utama menuju kesuksesan besar, jika kita terus berusaha dengan sekuat tenaga, kenapa mesti takut, kenapa pula harus putus asa, perjalanan hidup kita masih puanjang sekali, mereka yang sukses hari ini pun, bukan jaminan abadi sukses selamanya. Bagi sebagian mahasiswa yang sedang dalam liput kesedihan dan goncangan jiwa, tekanan mental dan segala kenestapaan lain, bersabarlah dulu, enjoy, santai aza gito lo, dan jangan lupa, Teruslah belajar dan berdo`a. pada waktunya nanti kesabaranlah yang akan menghantarkan kalian pada pringkat yang setara dengan kebanyakan mereka yang sukses lebih dahulu

Melonjaknya jumlah mahasiswa asal indonesia di fakultas syari`ah adalah bukti nyata kepercayaan para tokoh pemangku lembaga pendidikan berbasis islam di indonesia terhadap universitas al Ahgaff yang kini prestasi alumninya mulai dikenal di dunia, hal itu dapat ditunjuk dengan bertambahnya mahasiswa dari luar negara Yaman sendiri.  Sejak diresmikannya pada tahun 1995 yang lalu, universitas ini sangat menaruh perhatian lebih terhadap mahasiswa asal indonesia, walaupun cukup banyak mahasiswa berkewarganegaraan lain di lembaga ini, namun bangsa indonesia cukup diperhatikan, alaqatuna sya`biyah baina hadramaut wa indunisia, la alaqah hukumiyah, demikian ungkap rektor universitas al Ahgaff, Prof. Dr. Sayyid Abdullah Baharun di hadapan duta besar RI, Bapak Nurul Auliya` dalam sebuah pertemuan khusus di kantor rektorat, Mukalla, seperti disampaikan ustadz Ja`far Tayyar Lc. kepada penulis dalam rapat internal FORMIL (Rabu 21 Januari 2009) yang lalu.

Tak ayal jika jumlah pertahun akademiknya, mahasiswa asal indonesia terus mendominasi secara kuantitas di fakultas syari`ah ini, namun seberapa besarkah perimbangan kualitas akademiknya? Inilah yang sekarang sedang penulis coba ketengahkan sebagai bahan evaluasi dari sekian tahapan evaluasi yang kita hadapi, berbagai macam seleksi telah kita lalui, mulai dari yang bersifat administratif sampai dengan pra akademis, ditambah lagi dengan seleksi alam yang terus menegaskan niatan kita untuk berada dibumi nenek moyang penyebar obor islam di nusantara ini.

Kondisi sosial masyarakat setempat berikut kultur budayanya yang secara radikal berbalik kenyataan dengan apa yang kita alami selama berada di indonesia telah cukup melelahkan langkah menggapai cita-cita agung sebagian dari kita, terik panas matahari, cuaca yang tak bersahabat sering menjadi kendala yang menghambat efektifitas waktu dan mempengarui konsentrasi belajar kita, samapai akhirnya sebagian dari kita harus ikhlas berbaring seorang diri di rumah sakit umum, untuk sebuah tujuan utama, menggapai ilmu syari`ah.

Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk menjadi evaluasi penyeimbang dari sekedar evaluasi teori keilmuan, adalah keberadaan kita dalam bermasyarakat, tak jarang terdengar selentingan adanya kerenggangan intraksi diantara kita, tentu dengan latar belakang yang berbeda pula, sebagian karena sentimen pribadi, ada pula yang karena bawaan hidupnya yang inklusif, sementara yang lainnya eksklusif, kemudian lagi ada yang medium, netral, tak memihak pro kontra dan banyak lagi corak warna yang dapak kita saksikan bersama dalam tenggat waktu cukup singkat, 109 hari saja terhitung dari diterimanya administrasi secara formal oleh kepala bagian tata usaha fakultas, 21 Oktober 2008 yang lalu, jika kita hitung mundur dari tanggal 30 Januari 2009 sampai pada tanggal 21 Oktober 2008 akan didapat jumlah 109 hari saja, persis seperti jumlah mahasiswa yang kini sedang ditunggu hasil kwalitas akademiknya, bukan lagi kuantitasnya saja.

Tengara akan adanya pengurangan jumlah semakin kentara setelah indikasi awal kini sudah jelas di depan mata (yaitu tidak teregistrasi sebagai peserta ujian semester, entah karena ghiyab, tidak memenuhi nilai ambang batas, atau faktor lainnya) karena itulah, kemungkinan besar, jumlah mahasiswa indonesia sebanyak 109 tersebut akan berkurang, namun seberapa serta sebab apa yang belum bisa kita pastikan, kita sedang menunggu bersama, apa yang segera terjadi nanti, atau singkat pertanyaannya adalah: Berapakah mahasiswa indonesia mustawa awal yang dapat bertahan dan lulus berbagai seleksi sebagaimana yang telah penulis kemukakan.

Jika menggunakan analogisasi menanti tetas 109 telur impor asal indonesia sebagai mana dirilis dalam judul opini ini, maka pertanyaan mendasar yang terungkap adalah; Berapa telurkah yang akan menetas dan menjadi anak jago, berapa pula yang pecah karena busuk, yang mati karena terlindas situasi, yang cacat karena kurang beradaptasi, yang hilang arah karena tidak punya prinsip diri, dan yang terakhir berapakah yang tak menetas, setelah tenggat waktunya habis? Sederet pertanyaan itu akan terus berlanjut dan berlaku untuk semua mahasiswa indonesia di fakultas syari`ah ini, tanpa membedakan starata sosial keluarganya, siapakah ia, berapa umurnya, dimana dahulu belajarnya dan apapun latar belakang hidup lainnya, semua tak lagi menjadi bagian dari keunggula-keunggulan predikat pribadi di fakultas yang didesain ala konsep "kaifiyat bukan kammiyat" tersebut, artinya lembaga ini lebih fokos dalam menghargai dan menghormati siapa bisa apa dan bagaimana ia berusaha bisa, bukan siapa punya apa berapa.

Konsep yang agak ketat itulah yang di sisi lain memacu semangat belajar kita, walaupun sebagian mahasiswa merasa tertekan dengannya. Lalu bagaimanakah dengan 109 mahasiswa mustawa awal menghadapi segala hal-ihwal tersebut? Penulis sangat yaqin bal haqqul yaqin, bahwa mereka semua sudah memiliki prinsip dan cara pribadi masing-masing dalam menghadapi sebuah kenyatan hidup, mungkin pada saat evaluasi semester kali inilah, mereka dapat memantapkan harapannya sebagaimana dahulu sering dinyatakan dalam statemen tegasnya, "Saya bukan anak kecil lagi, yang harus dibimbing kesana kemari", sekaranglah waktunya wahai engkau semua untuk memerdekan diri dari tempurung telur yang selama ini melingkupinya, sungguh engkau harus segera menentukan pilihan awal sebelum derita, susah, sumpek, dan berbagai gelar kenestapaan menjadi kado penderitaan yang mendera keceriaan hidup di negeri rantau, menetaslah untuk menjadi jago atau jika tidak engkau akan menetas karena busuk, atau bahkan mati dan atau pula tak bisa menetas sampai akhir batas dan harus mengulang lagi proses dari awal bersama telur-telur baru yang akan segera diimpor pada tahun akademi mendatang, atau bagaimanakah sikap kalian? Wallahu a`lam bima fi shudurikum, antum, Selamat dan Sukses, Menetaslah dengan bukti nyata, lalu berteriaklah dengan selantang kata "SAYA MERDEKA !" Semoga...