http://www.english.hadhramaut.info Syekh Abdullah bin Abu Bakar Al Aidrus (Bagian III) [The Source: indo.hadhramaut.info - 08/2/2009]
Pandangannya Tentang Tasawwuf
    Sufi berasal dari suf (kain wol) yaitu seorang yang memakai kain wol, dan maksudnya saat ini adalah sekelompok individu tertentu yang menghiasi dirinya dengan ibadah dan sibuk dengan penyucian hati, sedangkan hakekat dari tasawuf adalah ketika al Haq (Allah SWT) mematikan dirimu dan denganNya dirimu hidup. Menurut para ahli makrifat:”Tasawuf adalah memasuki setiap akhlak yang tinggi dan keluar dari setiap akhlak yang rendah. Tanda seorang sufi yang agung adalah menjadikan dirinya laksana bumi yang setiap kejelekan dilemparkan kepadanya akan tetapi sang bumi tetap mengeluarkan yang manis.”


Pandangannya Tentang Adab

     Hakekat adab adalah terkumpulnya setiap sifat yang terpuji, orang yang beradab adalah orang yang terdapat pada dirinya segala sifat yang terpuji, seorang hamba dengan ketaatannya dapat sampai kepada surga, dan dengan adab dalam ketaatannya dapat sampai kepada Allah SWT.
    Beberapa ahli makrifat berkata : Adab ahli dunia dalam kefasihan dan balagah (keindahan tatanan bahasa Arab) adalah dengan menjaga ilmu-ilmunya, nama-nama raja, dan syair-syair Arab. Sedangkan adab ahli akhirat adalah dengan melatih jiwa dan menggembleng raga serta menjaganya dari hawa nafsu. Adapun adab orang-orang khusus adalah penyucian hati, menjaga segala rahasia, menepati janji, menjaga waktu, tidak sering melihat kepada kata perasaan, beradab baik dalam posisinya sebagai seorang pencari. Dan waktu-waktu penghadiran terdapat dalam maqam-maqam kedekatan.
 
Pandangannya tentang Safar (Bepergian)
    Bepergian ada dua macam: Bepergian dengan badan, yaitu berpindah dari satu ke tempat yang lain. Dan bepergian dengan hati, yaitu naiknya dari satu sifat kepada sifat yang lain.
 
Pandangan Tentang Assuhbah (Bersahabat)
    Bersahabat ada tiga macam: “Bersahabat dengan siapa yang berada di atasmu, hal ini pada hakekatnya adalah keselamatan, kemudian bersahabat dengan siapa yang berada di bawahmu,
dalam hal ini seorang yang diikuti hendaknya senantiasa  bersikap  istar (mengedepankan orang lain), kasih sayang, dan futuwah (kedermawanan).

Pandangannya Tentang Keadaan di Saat Kematian
    Sebagian dari mereka yang tampak padanya adalah kewibawaan, sebagian lain tampak padanya pengharapan, sebagian lagi tampak pada mereka keadaan yang menjadikan dirinya diliputi dengan ketenangan dan kasih sayang.

Pandangannya Tentang Makrifat
    Seorang yang Arif adalah yang mengetahui Allah SWT dengan asma dan Sifat-sifatNya. Kemudian setiap tindak tanduknya benar-benar hanya untuk Allah SWT. Menghilangkan akhlak yang hina serta segala faktor-faktor penyebabnya. Kemudian dalam waktu panjang bersimpuh di depan pintu (Allah SWT), hatinya senantiasa bersamanya, lantas segala penghaturannya diterima oleh Allah SWT, setiap keadaanya benar-benar untuk Allah SWT, segala yang membahayakan jiwanya sirna, hatinya tidak mendengar apa selain Allah SWT. Maka akhirnya, di antara para makhluk ia laksana orang asing, terlepas dari segala yang membahayakan jiwanya, bersih dari segala keacuhan dan perhatian, munajatnya terhadap Allah SWT terus-menerus secara tersembunyi, setiap saat ia benar-benar mengembalikan segala urusannya kepada Allah SWT. Maka jadilah ia orang yang kata-katanya bersumber dari Allah SWT, dengan pengetahuan munajat dan rahasia-rahasiaNya yang terdapat dalam ketentuan kodrat-Nya, pada saat itulah ia dinamakan seorang yang Arif, keadaannya dinamakan keadaan yang diliputi pengetahuan. Dzun nun –semoga Allah SWT merahmatinya-  berkata tanda orang Arif ada tiga :
1.    Cahaya makrifatnya tidak memadamkan cahaya wara’nya (kehati-haitannya)
2.    Tidak meyakini adanya hikmah syariah dan ilmu secara batin, yang tidak sesuai dengan tuntutan syariat secara lahiri. Maksudnya : tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan syariat.
3.    Banyaknya nikmat Allah SWT terhadapnya tidak menggiringnya kepada  perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh Allah SWT.

Pandangannya Tentang Mahabbah (Cinta)
    Cinta berasal dari Allah SWT untuk hambaNya, terkadang dari hamba untuk Allah SWT, adapun cinta Allah SWT terhadap hambaNya terdapat pada kehendakNya dalam memberikan nikmat khusus terhadap hambaNya. Adapun cinta hamba terhadap Allah SWT terjadi ketika seorang hamba mendapatkan dalam hatinya sebuah keadaan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, terkadang keadaan tersebut membawanya kepada pengagungan dan mengedepankan ridlo Allah SWT, tidak dapat bersabar terhadapNya dan sangat membutuhkanNya, tidak dapat berpisah dari-Nya, terdapat ketenangan disaat hatinya mengingatNya, dan kerinduan melebihi sebuah cinta, dan isytiyaq (merindukan) melebihi dari syauq (kerinduan). Syauq (Kerinduan) adalah keinginan hati untuk bersua dengan dzat yang dicinta. Kerinduan terobati dengan perjumpaan dan pandangan. Adapun isytiyaq (merindukan ) tidak dapat sirna dengan perjumpaan.

Pandangannya Tentang Menjaga Hati Syekh
     Seorang murid harus menjaga hati para syekhnya, meninggalkan pertentangan terhadapnya. Seorang murid hendaknya menjaga hati guru pembimbingnya dan tidak menentangnya. Menafsirkan segala perbuatan dan perkataannya dengan baik. Barang siapa yang bersama Syekh kemudian hatinya menginkarinya maka ia telah melanggar peraturan bersahabat dan bersamanya. Para ahli makrifat berkata : “Barang siapa yang berkata kepada guru dan syekhnya : (kenapa?) maka ia tidak beruntung”.

Pandangannya Tentang Karomah Wali
     Penampakan karamah para wali dapat terjadi, tidak ada yang melarang kebolehannya, dan keberadaan karamah terhadap umat adalah kebenaran. Karamah tidak terdapat kepada seluruh wali, siapa yang pada dirinya terdapat sifat-sifat kewalian dan tidak tampak darinya karamah maka kewalian tidak tercemar karenanya. Para wali dalam penampakan kewaliannya berbeda satu dengan yang lain, kebanyakan dari mereka tidak menampakkannya, sebagian yang lain menampakkannya, agar kebenarannya tampak dan tarekatnya dapat dijaga, sehingga umat manusia dapat mensuri tauladaninya dan bertaubat dari segala maksiat dengan barokahnya.

Pandangannya Tentang Wasiat Ahli Makrifat Terhadap Murid
    Seyogyanya bagi seorang murid untuk mengetahui ilmu dari kitab-kitab fiqih seperti “at Tanbih” karya Abu Ishak, “Minhaj” karya Imam Nawawi, dan dari kitab-kitab suluk (tasawuf) kitab-kitab karya Imam Ghazali seperti “Minhaj al Abidin”, “al Arbain al Ashl”, “Ihya Ulumiddin”, “Nasyr al Mahasin” atau “al Irsyad” karya al Yafi’ie. Hal itu agar akidah dan ibadahnya benar, dan mengikuti madzhab as Syafiie dalam bidang fiqh, yang merupakan salah satu dari madzhab yang ada. Meninggalkan keringanan-keringanan agama kecuali dalam keadaan mendesak, mengikuti seorang syekh dan menempuh jalan ke surga. Dan hendaklah ia
menyampaikan kepada syekhnya apa yang tersirat dalam benaknya, serta apa yang dilihat dalam tidurnya untuk membedakan  bisikan Allah SWT dan bisikan syetan,  menjelaskan kepadanya tentang maqam dan segala ilmunya juga amalan yang ada di dalamnya.

Pandangannya Tentang Pakaian
    Ketahuilah bahwa ijtihad mereka dalam hal pakaian berbeda satu dengan yang lain. Dari mereka ada yang berpakaian seadanya tanpa memberatkan diri, dan menyuruh para murid untuk memakai pakain seadanya. Sebagian yang lain ada yang tidak suka memiliki pakaian lebih dari satu, sebagian lagi ada yang memperbolehkan memiliki dua pakaian untuk berhati-hati dalam bersuci, maksudnya: apabila pakaian satunya najis, maka ia memakai pakain yang lain.

Pandangannya Tentang Assama' (Mendengarkan)
    Ketahuilah bahwa mendengar bait-bait syair dengan alunan nada yang indah dan enak dalam pendengaran, jikalau bukan hal yang haram, atau tidak mendengar sesuatu yang dicela syariat maka hukumnya secar global boleh. Sudah disepakati bahwa bait-bait syair pernah dilantunkan di hadapan Nabi Muhammad Saw. Beliau menyimaknya dan tidak menginkarinya.
    Banyak kalangan ulama yang memiliki karya dalam bidang ini, Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumiddin” di akhir pembahasan “al Sama’ wal Wajd” berkata: “Bahwasanya sama (menyimak) terkadang hukumnya haram, terkadang mubah, bahkan kadang-kadang mustahab, atau makruh.
    Adapun yang diharamkan adalah sama oleh kebanyakan para pemuda, dan siapapun yang dirinya masih di pengaruhi oleh keduniaan, karena sama menggerakkan hati sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya dari sifat-sifat yang tercela.
    Sedangkan yang makruh adalah  sama yang dilakukan atas dasar tradisi pada kebanyakan waktu, sebagai hiburan dan main-main tidak ada kaitannya dengan keadaan hati.
    Hukumnya mubah bagi siapa yang asyik mendengarkannya karena lantunan suara yang indah.
    Adapun sama menjadi mustahab, bagi mereka yang dirinya dikuasai oleh cinta kepada Allah SWT. Dan sama mengajak dirinya kepada sifat-sifat yang terpuji.

Bersambung....