http://www.english.hadhramaut.info Profil Al Faqih Al Muqaddam (bagian II) [The Source: hadhramaut.info/indo - 20/5/2008]

Al Faqih Al Muqaddam dan hubungan beliau dengan Thariqah Al Syuaibiyah di Al Maghrib Kondisi Hadhramaut pada masa Al Faqih Al Muqaddam seperti layaknya kebanyakan negri lainnya diwarnai dengan gejolak dan huru-hara, hal ini merupakan sala satu motivasi muncul dan tumbuhnya Madrasah Tasawwuf di Hadhramaut, disamping factor pendukung lain seperti gejolak bathin Al Faqih Al Muqaddam yang menginginkan untuk mencari solusi dan methode untuk mencapai perbaikan bukan hanya di Hadhramaut saja tapi secara universal.

Setelah bermacam study dan riset, Al Faqih Al Muqaddam tidak mendapatkan solusi terbaik untuk perbaikan umat kecuali dengan mengambil cara Shufiyah baik secara methode, Akhlaq ataupun sikap politik dibanding dengan pola-pola piker yang lainnya, Hadhramaut dimasa itu merupakan istana aktifitas keilmuan dan praktikanya sekaligus, mimbar-mimbar pada saat itu merupakan tempat pijakan utama para pembesar ulama baik hadist, usul ataupun fiqh, dan AL Faqih AL Muqaddam bukannlah orang asing di tengah perhelatan itu,  konon beliau hadir didepan gurunya Syekh Ali bin Ahmad Ba Marwan dengan menyandang pedang. sebab aktifitas beliau dengan ibadah dan pembersihan diri yang mana cahaya-cahayanya membiaskan rasa segan pada diri AL Faqih Al Muqaddam melihat orang-orang disekelilingnya yang selalu asyik mendalami hal-hal yang tidak lumrah, debat masalah fiqih yang tak berujung yang terkadang sampai  membawa reflek dari kedua pihak untuk melontarkan hal-hal yang tidak etis, sehingga Al Faqih merasa ilmu yang ada kering keronta ketika adab dan akhlaq tidak membias ke sanu bari pemiliknya. Tapi didikan yang diperoleh oleh Al Faqih AL Muqaddam mengentas beliau dari tabiat umum manusia ini.

Tampaknya kabar tentang ketinggian derajat Al Imam Al Faqih Al Muqaddam dan untaian kata-kata bijaknya tidak hanya berkutat di Hadhramaut lebih dari itu kabar ini dibawa juga oleh para musafir sampai terdengan ke haribaan Syekh Abu Madyan Syuaib, Syekh Thariqah Shufiyah di Maghrib, lantas beliau memanggil salah satu muridnya Syekh abdul Rahman Al Maq'ad  untuk berangkat ke makkah kemudian ke Hadhramaut, lantas berpesan kepadanya "disana kita memiliki banyak sahabat, kunjungi mereka dan ambillah sumpah mereka untuk menerima jabatan lalu pakaikan Khurqah  kepada mereka, lantas berkata lagi, kamu akan meninggal ditengah perjalanan sebelum kamu sampai kepada mereka ,maka utuslah kepada mereka orang yang akan mengambil sumpah mereka untuk menerima jabatan dan memakaikan khurqah. Ketika  Syekh Abdul Rahman Al Maq'ad sampai di Makkah beliau meninggal dunia, dan sebelumnya telah mengamanatkan kepada Syekh Abdullah Al Shalih Al Maghriby , salah satu muridnya khurqah tersebut, dan berwasiat: kamu akan masuk ke kota Tarim dan akan kamu temui Al Syarif Muhammad bin Ali belajar kepada Al Faqih Ali bin Ahmad Ba Marwan, temui dia beri dia jabatan dan pakaikan khurqah ini,lalu pergilah ke kota Qaidun temui Syekh Said bin Isa Al Amudy dan beri dia jabatan.

Delegasi Syekh Syuaib di Hadhramaut

Syekh Abdullah Al Maghriby keluar dari Haramain dengan membawa cita-cita suatau madrasah menempuh segala rintangan sehingga bisa sampai di Hadhramaut, dan ketika tiba di Tarim didapati  Al Faqih Al Muqaddam sedang berada dihadapan gurunya Ba Marwan, lalu melontarkan sebuah pertanyaan  kepada Al faqih: termasuk batu perhiasan  apakah kamu ini seandainya dilubangi? Dijawab, dilubangi bagaimana? Penyerahan jabatan, lalu menjelaskan tentang maksud dan tujuan kedatangannya, lalu Al Faqih berminta untuk bergabung dengan aliran tersebut dan menghindar dari pemerintahan dan jabatan dunia, beliau melihat bersikap butuh hanya kepada Allah adalah yang paling cocok untuk beliau.
 
Keputusan untuk berubah dan efeknya

Al Faqih Al Muqaddam memakai Al Khurqah yang merupakan symbol Tasawwuf, Syekh Maghriby atas nama Syekh Syuaib Abu Madyan mengambil sumpah  dan menyerahkan jabatan, dengan demikian Al Faqih Al Muqaddam telah lepas dari identitas lamanya, berubah menjadi seorang Sufi dan menyiarkan hal ini.

Efek dari penyiaran prinsip ini kepada masyarakat, respon keras dari orang terdekat yang paling berpengaruh kepada beliau, dikatakan dalam kitab-kitab biografi bahwa guru beliau Ba Marwan ketika melihat Al Faqih sudah berubah langsung mengatakan: kamu buang cahayamu, dulu kami berharap kamu menjadi seperti Ibnu Faurak, tapi kamu memilih jalan Tasawwuf dan Faqir, dulu kamu adalah cita-cita dan kemampuanku.

Ini merupakan tramparan keras, dan ucapan yang padas, namun Al Faqih Al Muqaddam tidak berubah karena dorongan rasa kasihan ataupun semaunya sendiri tapi lebih dari itu beliau melakukan ini dengan kesadaran penuh dan kemauan hakiki, oleh karena itu beliau menjawab guru beliau Ba Marwan dengan: kefaqiran adalah kebanggaan dan aku membanggakannya, saya bisa lepas dari nafsu dan setan sebabnya, saya tidak pernah menjauh dari anda, dan tak pernah menggantikan anda dengan siapapun. Ini merupakan nafas Tasawuf pertama yang menyebarkan identitas Tasawuf Al Faqih, yang menyampaikan kepada guru beliau  segala penghormatan dan penghargaan, dan menjelaskan juga motivasi beliau untuk berprinsip tasawwuf , akan tetapi Al Faqih Ba Marwan tidak menyukai sikap Al Faqih AL Muqaddam dan perubahannya lantas berpaling dan meninggalkannya hingga wafat . Sejak saat itu Al Faqih AL Muqaddam mulai menata pondasi nyata untuk methode dan pemikiran yang telah dibangunnya, sementara delegasi dari Maghrib meneruskan perjalanannya ke Doan.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang orang-orang doan yang diambil sumpah oleh delegasi dari Maghrib tersebut, namun kebanyakan penulis biografi seperti penulis kitab Al Musyari' dan Al Gharar menyebutkan, delegasi dari Maghrib tersebut berangkat kearah Qaidun dan melakukan kepada Syekh Said bin Isa Al Amudi seperti apa yang dilakukan kepada AL Faqih Al Muqaddam dari mengambil sumpah pemberian jabatan dan pemakaian khurqah, para penulis biografi sepakat tentang keduanya tapi mereka berselisih tentang orang lain selain kedua orang tersebut, ada yang mengatakan delegasi itu juga bertemu dengan Syekh Bahmaran penduduk Maifa'ah, dan Syekh Ba Amr penduduk 'Aurahyang kemudian mengikutsertakan keduanya dalam Tasawwuf .

Dalam  kitab Al Juz Al Latif Fi Al Tahkim Al Syarif tulisan Imam Abu Bakar Al Adeni bin Abdullah Al Idrus halaman 222 dari kumpulan kitab Al Majmuah Al Idrusiah disebutkan nama Syekh Ba Ma'bad saja tanpa ada yang lainnya, redaksinya, Syekh Al Afif Abdullah Al Shalih Al Maghriby yang diutus oleh Abu Madyan dari ujung barat untuk mengambil sumpah dan menitahkan jabatan kepada tiga orang mutiara yang belum pernah terlubangi, diantara mereka adalah Al Faqih Al Muqaddam moyang dari keluarga Ba Alawi yang meninggal pada 653, Kamaluddin Syekh Said bin Isa Al Amudi yang meninggal tahun 671, dan Syekh Muhammad Ba Ma'bad dan beliau inilah moyang keluarga Ba Ma'bad .

Dari tangan para Syekh Thariqat Al Syauibiah inilah menyebar paham Tasawwuf di Hadhramaut, namun Tasawwuf yang dibangun oleh Al Faqih Al Muqaddan dan Syekh Said Al Amudi memiliki karakter sendiri tidak terpengaruh total dengan karakter Thariqat Al Syuaibiyah, hal ini merupakan dalil bahwa madreasah Hadhramaut memiliki karakter tersendiri lain dari pada yang lainnya.
Sebagaian orang bertanya-tanya, kalau memang seperti itu lalu apa guna keterikatan Al Faqih Al Muqaddam. AL Amudi dan para Syekh lainnya dengan Syekh Syuaib Abu Madyan dengan perantara Al Maghriby?

Jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan ini adalah Al Faqih Al Muqaddam tidak membutuhkan orang yang menunjukkan beliau atau untuk menuntunya ketika beliau memutuskan untuk mengambil jalan Tasawwuf, hanya saja beliau butuh sanad (baca : penyambung) social dan media internasional yang mendukung pengproklamiran beliau dan cara berpikir beliau diantara orang-orang pada zaman itu, lantas beliau mengumumkan ketasawwufan beliau akan tetapi dengan cara khas bani Alawi yang sesuai dengan etika hidup salafu salih dan Nabi SAW.

Saiyyid Al Allamah Muhammad bin Ahmad AL Syatiri mengatakan dalam kitab beliau Al Adwar 2:254 : demikianlah berkembang Tasawwuf di Hadhramaut tapi denag cara yang terhormat, murni , jauh dari fanatic buta dan melepaskan Syariat.
Saiyyid Al Allamah Shalih bin Ali Al Hamid dalam kitab Tarikhul Hadhramaut mengatakan: Tasawwauf di Hadhramaut tidak menggunakan berlebih lebihan, tidak juga meniti cara rahib yang kolot seperti halnya model Tasawwuf yang ada dibeberapa tempat, tapi Tasawwuf di Hadhramaut lebih condong berprisip tengah-tengah, artinya disamping dia mengajak untuk membersihkan diri dari ketergantungan kepada materi tapi disisi lain sangat menganjurkan untuk selalu berusaha untuk menutupi kebutuhan hidup dan berpegang teguh dengan fiqih. Model inilah yang merupakan keistimewaan yang diwariskan oleh  Bani Alawi, dan hal ini diakui oleh generasi terakhir.

Saiyyid Shalih Al Hamid menyebutkan dalam kitab Tarikh Hadhramaut, nenek moyang kami berpegang dengan paham Shufiyah tapi tidak seperti yang dikira sebagian orang bahwa mereka tidak mau berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Tapi kenyataanya adalah sebaliknya karena Paham Tasawwuf tidak pernah melarang mereka untuk menggarap lahan pertanian mereka dan memenuhinya dengan pohon korma sehingga pada saat itu lahan-lahan itu bak surga, para ahli sejarah menyebutkan bahwa Al Faqih Al Muqaddam adalah teladan dalam hal ini, diceritakan bahwa beliau dulu hasil panen korma nya memenuhi 360 wadah besar setiap tahun, dan kurma yang ditanam adalah kurma-kurma yang berkualitas tinggi kamudian hasil ini dibagikan kepada orang-orang faqir dan miskin.

Saiyyid Muhammad bin Ahmad Al Syathiri menceritakan tentang karakter para pendahulunya sebagai berikut, Keluagra Bani Alawi adalan keluaraga Tasawwuf hanya saja kesufian mereka tidak membutakan mereka untuk memenej urusan social lebih-lebih urusan keluarga mereka, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan tabiin, Bani Alawi memang pemeluk aliran Tasawwuf namun hal ini tidak membendung mereka untuk menghimpun harta dengn cara yang sesuai denag Syariat untuk di infaqkan untuk memulyakan para tamu, membangun masjid dan tanah wakafnya, membangun tempat-tempat minum umum , membangun dapur-dapur dan majelis taklim sebagai media menyebarkan ilmu, dan dakwah kepada Allah SWT, juga untuk mempererat tali silaturahmi antar keluraga .
 
Al Imam Al Faqih Al Muqaddam telah membuka wahana baru bagi generasi setelah beliau dalam  dunia Tasawwuf yang berbeda dari metode-metode Tasawwuf lainnya. Hal ini dikatakan juga oleh Al Imam Al Haddad dalam ungkapan beliau, cara  kita secara umum tidak perlu dipertanyakan lagi sebabsemuanya tidak lepas dari Al Quran, Al Sunnah dan meneladani salafusalih, dari penjelasan global ini ada perician yang panjang lebar, seandainya generasi sekarang ada yang benar-benar tulus ingin mengetahuinya dan rela bersabar demi memahaminya, maka akan kami jelaskan perician itu dan apayang lebih cocok untuk sebagian orang dan mana yang lebih cocok untuk lainnya.

Para penulis biografi juga menuliskan tentang kebenaran cara dan jalan yang dipilih oleh Al Faqih Al Muqaddam, disebutkan bahwa beliau dulu sangat bersungguh-sunguh dalam beribadah dan taat kepada Allah, menghabiskan waktu siangnya untuk mengajar dan puasa, malam hari habis untuk Shalat baik secara rahasia ataupun terang-terangan, bila telah mengkhatamkan Al Quran langsung memulai lagi, beliau sering menghabiskan waktu untuk beribadah di Syi'ib AL Nuair .

Mereka mengatakan suatau malam putranya Ahmad mengikuti beliau, ketika sampai di lembah Al Faqih berdzikir dengan lisannya dan mengulangnya berkali-kali lantas semua yang ada dilembah dari pepohonan bebatuan ikut berdzikir bersamanya sehingga anaknya pingsan sampai akhirnya ayahnya kembali menghampirinya.

Mengenakan pakian orang faqir dan mematahkan pedang

Semenjak pemroklamiran dirinya sebagai seorang sufi Al Faqih Al Muqaddam mulai mengarahkan para pengikutnya untuk mementingkan ilmu, amal, dan pembersihan jiwa, serta berusaha untuk mendapatkan perasaan yang sehat yang tumbah dari benyak membaca Al Quran, sembahyang malam, puasa, menafkahi orang faqir, janda-janda ,dan anak-anak yatim, juga mematahkan ambisi keinginan duniawi dengan cara mujahadah  (baca : melawan hawa nafsu) dan menjauhkan diri dari para pemburu jabatan dan pemerintahan sembari menasihati mereka dengan kebaikan, berkumpul dengan orang-orang sederhana, dan membantu menutup kebutuhan mereka, menasehati dan membimbing mereka, mengajak mereka untuk selalu berdzikir kepada Allah disegala waktu, serta menumbuhkan jiwa saling mencintai diantara mereka dengan cara siltu rahmi, menghormati hak-hak tetangga, menjenguk yang sakit, mengantar jenazah, dan saling menziarahi karena Allah, mendirikan majelis dzikir, dan memimpin da'wah menuju Allah SWT dengan hikmah dan naishat yang baik di kota-kota, desa-desa, khususnya kepada para penyandang senjata.

Dakwah yang dilancarkan oleh Al Faqih Al Muqaddam di majelis-majelisnya membawa efek positif sehingga hamper seluruh umat merasa cocok dan tertarik dengan misi yang dibawa oleh Al Faqih, hingga suatau saat Al Faqih mengambil sikap dan keputusan baru yang mana sikap dan keputusan ini merupakan buah keberhasilan dakwah Al Faqih terutama dihadapan orang-orang pemerintahan, lebih-lebih setelah datangnya Syekh Said Al Amudi ke Tarim, pasca pelebaraan sayapnya diseluruh wilayah Doan dan penyatuan langkahnya dengan Al Fqih Al Muqaddam serta dukungannya terhadap sikap Al Faqih Al Muqaddam yang merupakan penyempurna sikap awalnya.

Ahli  sejarah Ali bin Husain Al Attas mengatakan dalam kitabnya (Taaj Al A'aras 199:2) Al Faqih AL Muqaddam berbusana ala orang faqir dan menentang angkat senjata sebab beberapa factor:

Pertama karena beliau mendoakan anak-anaknya agar dijadikan Allah pemilik senjata bathin yaitu argument kuat yang akan mengungkapkan pribadinya atau pedang kemampuan, sehingga mereka menjadi penguasa, yang berpengaruh dan melindungi, disebut dalam suatau bait syair:

Para panguasa sebenarnya kekuasaan mereka untuk orang lain
     Hanyalah sebatas nama dan penyiksaan

Kedua karena Allah SWT memberitahukan kepada Al Faqih Al Muqaddam bahwa anak-anaknya akan semakin banyak di Hadhramaut, sedangkan negri itu, juga pemeruntah dan para qabilahnya tidak mengikuti undang-undang syariat, mereka mebunuh orang-orang tak berdosa sebabnyawa orang kriminil, dan mengambil harta orang-orang tak berdosa karena dosa orang lain, sampai-sampai aku melihat para penguasa mulai dari Al Musyaqis sampai Al Thariyah, dan mulai dari daerah pantai sampai Mareb semuanya dibangun diatas api neraka Jahannam  karena semua tidak sesuai dengan undang-undang Syariah dan sejalan dengan aturan masa Jahiliyah. Seandainya keturunan Al Faqih Al Muqaddam membawa senjata maka mereka akan hancur ditangan mereka sendiri,

Ketiga karena akhir zaman yang dipenuhi dengan fitnah dan gerakan lepas senjata sangat dianjurkan di mulai dari zaman Saiyidina Hasan hal ini seperti diungkapkan dalam hadist Shahih Muslim, akan terjadi banyak fitnah, dimana orang yang duduk lebih dari pada yang berdiri, dan yang berdiri lebih baik dari pada yang berjalan, dan yang berjalan didalam lebih baik dari pada yang berjalan diluar, yang berjalan didalam lebih baik dari pada yang berlari, barang siapa dimuliakan saat itu ambillah kemulyaan darinya, barang siapa mendapat jalan keluar maka mohonlah perlidungan darinya. Dalam riwayat lain, fitnah orang yang tidur saat itu lebih kecil dari pada yang bangun, dan yang bangun lebih baik rai pada yang berdiri, samapi sabda SAW: mengambil pedangnya dan memukul sisi tajamnya dengan batu, Al Imam  Muhyiddin Al Nawawi mengatakan dalam Syarah Shahih Muslim,sabda SAW barang siapa mendapat jalan keluar, artinya pelindung, atau tempat belindung lalu berlidung disitu, sabda SAW : hendaklah meminta perlidungan darinya, hendaklah belinding didalamnya, adapaun sabda SAW orang duduk lebih baik dari pada yang berdiri samapi akhirnya, artinya, peringatan akan besarnya bahayanya dan motivasi untuk menghindarinya, dan melarikan diri darinya juga menghindari melakukan sebab terjadinya, karena besar bahayanya tergantung pada besar keterikatan padanya, adapaun sabda SAW : mengambil pedangnya dan memukul sisi tajamnya dengan batu maksudnya merusakkan pedang dalam arti yang sebenarnya, menurut pedapat lain meningglakan perang, akan tetapi pendapat pertama lebih kuat.

Syekh Said bin Isa Al Amudi

Redaksi berikut dinukil dari kitab kami (Tarjamatu Al Syekh Said bin Isa Al Amudi)

Terkenal  dikalangan umum bahwa para Syekh dari keluarga Al Amudi dijuluki sebagai gudang keluarga Ba Alawi. Setelah terjadinya penggabungan antara dua penggede gerakan Tasawwuf diseluruh Hadhramaut, Al Imam Al Faqih Al Muqaddam dan Syekh Said bin Isa Al Amudi, sebab ikatan batin dan saling mencinta dijalan Allah Syekh Said AL Amudi menjadi pendukung dan sandaran keputusan-keputusan dan sikap-sikap Al Faqih Al Muqaddam, bahkan Syekh Said merupakan pendukung utama bagi Al Faqih Al Muqaddam dalam melaksanakan keputusan akhirnya untuk melapaskan pedang yang mana hal ini merupakan symbol perubahan dari gaya hidup social  yang umum pada saat itu, menjadi gaya hidup sederhana dan jauh dari pemerintahan, menjadikan ilmu dan amal sebagai pengganti pedang.

Dikatakan dalam kitab Al Syamil fi Tarikh Hadhramaut , bahwa Syekh Said Al Amudi menjadi pewaris Al Faqih dan gudang rahasianya hal ini berkat beliau bersahabat dengan AL Faqih Al Muqaddam, Al Habib Ja'far bin Ahmad Al Habsyi memuji Syekh Said dalam sebuah bait syair:

Pada beliau tersimpan rahasia kami keluarga Alawi
   Hal ini diungkapkan oleh bibir orang-orang yang terpercaya

Hal ini bukan berarti Al Faqih Al Muqaddam dengan mengambil jalan ini mebiarkan keluarga Bani Alawi dalam kebodohan dan kerendahan, sebagaimana yang dianggap sebagian cucu beliau, tapi dibalik itu semua beliau membidik dua target, pertama politik kedua agama dan social.
 
Adapau target politik, Sayyid Muhammad bin Ahmad Al Syathiri menyebutkan dalam kitab beliau Al Adwar : orang-oarng pemerintahan di Hdahramaut pada saat itu merasa tersaingi oleh keluarga Ba Alawi sebab sikap merakyat mereka sehingga mereka selalu memojokkan, mempersempit, serta selalu memantau gerak gerik mereka karena khawatir dengan kedudukan dan harta mereka, hal serupa juga dilakukan oleh keluarga Bani Alawi yang lain seperti dari Bani Umaiayyah dan Bani Abbas kepada keluarga Al Faqih Al Muqaddam, tidakkah kakek beliau Shahibul Marbath terpaksa harus berhijrah karena tekanan-tekanan tersebut, juga apa terjadi pada paman belaiau Alawi saudara ayah beliau seibu yang diracun oleh raja Tarim Al Qahthani pada saat itu.

Maka dari itu menyandang senjata pada saat itu berarti siap berduel, maka suatu hari harus siap bila ada perselisihan antara dua orang bersahabat, bahkan diantara anak-anak sebagaimana permusuhan ini terjadi dikalangan orang tua yang terus turun temurun yang mengundang dendam berkepanjangan sebagaimana yang terjadi diantara kabilah-kabilah. Al Faqih Al Muqaddam telah memandang jauh masalah ini dan berkeinginan untuk membabat kebobrokan ini seakar-akarnya, maka dipilihlah jalan Tasawwuf, dan menggenggam di tangan beliau tongkat yang nota bene symbol Tasawwuf  sebagai ganti pedang yang merupakan symbol perampokan, criminal, dendam dan lainnya.

Adapun target social reliligi, Saiyyid Al Syathiri menyebutkan pula di  Adwar, semua referensi sepakat bahwa Al Faqih Al Muqaddam ketika menyerukan untuk melepas pedang (senjata), hal ini merupakan pengejawantahan misi beliau untuk memerangi sikap fanatik kesukuan, dan memeberikan argument autentik akan kewajiban hidup dalam perdamaian dan Ukhuwah Al Islamiyah (baca : persaudaraan sesame muslim) tenggang rasa antar madzhab, dan bangsa juga antar kabilah dan seluk beluknya. Yang kedua senjata ilmu, iman, dan Akhlaq merupakan senjata paling kuat dalam masyarakat dan paling efektif untuk memimpin umat serta mengarahkannya menuju kebahagiaan, dan kemajuan hidup.

 Dari sini bisa disimpulkan bahwa sikap Al Faqih Al Muqaddam merupakan sikap yang sangat penting juga berani, ketika Syekh Said bin Isa Al Amudi adalah  sandaran beliau maka peran beliau tidaklah kalah penting disbanding dengan peran Al Faqih Al Muqaddam.

Disebutkan dalam beberapa kitab sejarah bahwa serpihan pedang yang dipatahkan oleh Al Faqih Al Muqaddam masih tersimpan pada beberapa orang Syekh dari keluarga Al Amudi disamping beberapa peninggalan Al Faqih Al Muqaddam, karena sudah merupakan tradisi Shufiah sebelum meninggal selalu mewasiatkan pakian dan lain-lain nya kepada penerusnya, peninggalan-peninggalan ini masih tersimpan dan terjaga di Qaidun sampai hari ini dibawah penjagaan para penanggaung jawab zawiyah ( baca : majelis taklim) dan makam Syekh Saidbin Isa Al Amudi.

Sanad penyambung dan rangkaian penghubung

Para ahli ilmu sangat perhatian kepada urgensitas sanad ilmu yang merupakan rantai penghubung dari satu generasi ke generasi yang lain sebagai bukti pengambilan ilmu secara benar. Dari sini para pendahulu kita sangat perhatian pada sanad dan nasab.

Sanad bagi para pendahulu kita adalah media untuk mengetahui asal atau akar pengambilan ilmu seorang Alim, ahli hadist, ahli usul, ataupun seorang sufi. Disamping media penjaga dan bukti yang melindungi suatu ilmu dari pembohongan orang-orang yang usil yang megatas namakan kebohongannya kepada para orang-orang alim, dari sini barang siapa yang tidak memiliki sanad maka ilmunya tidak diakui sekalipun dia termasuk orang yang puas melahap referensi.

Para ulama salaf sangat perhatian dalam hal sanad disegala fan baik itu sanad khusus ataupun sanad umum .

Adapun sanad Khurqah Tasawwuf, sanad ini sampai ke Al Faqih Al Muqaddam melalui dua jalur, sebagaimana disebutkan oleh penulis Al 'Iqd Al Nabawi, diantara redaksinya :

Pemakaian Khurqah oleh Al Faqih Al Muqaddam, memiliki banyak sanad Dhahir juga sanad yang didapatkan dari petunjuk Allah dan kemapuan melihat kepribadian orang lain, adapun jalur yang dhahir artinya yang melalui usaha, ada dua jalur:

Pertama, jalur yang tidak terkenal, yakni Al Faqih Al Muqaddam mempraktikkan adab ayahnya, Syekh Ali yang mempraktikkan adab ayahnya yang dimakamkan di Marbath, Syekh Muhammad, putra Syekh Ali, sedangkan Al Faqih Muhammad termasuk guru dari Syekh Said bin Ali dan Syekh Ali bin Abdullah dalam ilmu syariah, Shahibul Marbath tersebut diatas mempraktikkan adab ayahnya, Syekh Alawi bin Syekh Alawi yang terkenal dengan Khali' Qasam, Syekh Alawi bin Muhammad mempraktikkan adab ayahnya, Syekh Muhammad bin Alawi,putra Syekh Abdullah mempraktikkan adab ayahnya Syekh Alawi bin Syekh Ubaidillah bin Syekh Ahmad, Syekh Alawi bin Ubaidillah mempraktikkan adab ayahnya Syekh Ubaidillah bin Syekh Ahmad bin Isa, Syekh Ubaidillah mempraktikkan adab ayahnya Syekh Ahmad bin Isa, sedangkan Ahmad bin Isa adalah orang yang hijrah ke Hadhramaut dari Bashrah, Syekh Ahmad mempraktikkan adab ayahnya Syekh Isa bin Muhammad bin Imam Ali Al Uraidli bin Jakfar Al Shadiq, sedangkan Syekh Isa mempraktikkan adab Syekh Muhammad bin Ali, Syekh Muhammad bin Ali mempraktikkan adab ayahnya Syekh Ali Al Uraidli yang mempraktikkan adab ayahnya Al Imam Muhammad Al Baqir yang mempraktikkan adab ayahnya Al Imam Ali Zain Al Abidin, yang mempraktikkan adab ayahnya Al Imam Al Husain yang mempraktikkan adab ayahnya Al Imam Ali Karrama Allahu Wajhahu yang mengambil adab dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda (Tuhanku mendidikku dan menyempurnakannya)

Kedua jalur yang terkenal, Syekh Al Faqih Al Muqaddam memakai Khurqah yang dibawa oleh delegasi dari Syekh Syuaib Abi Madyan yang memakai khurqah tersebut dari Syekh Abu Ya'zi dari Al Imam Abu AL Husain Ali bin Hirzihim dari Al Imam Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Arabi Al Maghafiri, beliau mengambil khurqah dari Al Imam Abu Hamid Al Ghazali dari gurunya Imam Al Haramain dari ayahnya Abu Muhammad Al Juwaini, dari Syekh Abu Thalib Al Makky  dari Syekh AL Syibly dari Al Ustadz Abu AL Qasim Al Junaid dari pamannya Syekh Sari Al Saqthi, dari Al Kurkhi dari Dawud Al Thaiy dari Syekh Habib Al Ujaimi, dari Hasan Al Bashri dari Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad SAW dari malaikat Jibril AS dari Allah SWT.

Al Faqih Al Muqaddam juga memiliki jalur sanad lain yang terkenal dengan sanad Ahl Al Bait, beliau mempraktikkan adab Musa bin Ali Ridla, sedang Ali bin Musa mempraktikkan adab ayahnya Musa Al Kadhim, Musa Al Kadhim dari ayahnya Jakfar Al Shadiq, dari ayahnya Muhammad Al Baqir, dari ayahnya Ali Zainal Abidin dari ayahnya Al Imam Husain dari ayahnya Ali Karrama Allahu Wajhahu dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda (Tuhanku mendidikku dan menyempurnakannya)
 
Maksud dari kalimat "sanad yang didapatkan dari petunjuk Allah dan kemapuan melihat kepribadian orang lain" diatas adalah anugrah yang diberikan Allah kepada Al Faqih Al Muqaddam yang berupa mimpi-mimpi benar yakni bakal terjadi dalam kenyataan, juga kemampuan bertemu dengan malaikat dan roh para auliya dan orang-orang shalih yang banyak dianugrahkan Allah kepada orang-orang yang berjauang melawan hawa nafsunya, banyak hadist yang meriwayatkan tentang gambaran gerakan ruh-ruh dan penampakannya bagi orang-orang yang disiapkanoleh allah untuk melihatnya, sebagaimana Nabi SAW melihat ruh para nabi ketika Isra' dan Mi'raj, jika ada yang menentang dengan dalil bahwa isra' dan mi'raj adalah sesuatu yang khusus bagi Nabi SAW maka hal ini karena mereka hanya melihat dari sisi dhahir saja, terus bagaimana dengan kisah seorang sahabat yang menancapkan tendanya di suatu lahan kemudian mendengarkan orang membaca surat tabarak (Al Mulk), lantas Rasulullah SAW mengatakan itu adalah orang yang dulu sering membacanya di dunia  dan sekarang diberikan padanya di kuburnya, mendengar suara disini termasuk mengetahui sesuatu dari alam ruh, dan Rasulullah SAW ketika itu tidak membohongkan kabar yang dibawa orang tadi dan tidak mepertanyakan perkara pendengran dia apakah itu dari ruh solih ataukan dari setan, karena Rasulullah SAW mengetahui kejujuran ke keamanahan orang tadi.

Maka pembelaan kami terhadap peristiwa yang jarang terjadi ini sebagai penandasan kami bahwa mereka adalah orang-orang yang solih dan memiliki hubungan yang sejati dengan Tuhannya. Seyogyanya setelah kita mengetahui derajat dan kedekatan mereka disisi Allah terutama para keturunan Nabi SAW yang mana Al Qur an dan Al Sunnah jelas-jelas mendoktrin ke sucian mereka, agar kita tidak menjatuhkan mereka sebagaimana yang dilakukan beberapa orang yang benci ketika mereka menilai perubahan yang terjadi pada mereka adalah istidraaj (anugrah) setan dan ruh-ruh jahat serta hasil perdukunan dan sihir yang mana hal-hal demikian ini diharamkan dalam islam.

Orang yang diberikan istidraj oleh setan atau jin ataupun yang menggunakan perdukunan dalam perubahan diri mereka tidak akan menjadi pendidik umat atau bahkan panutan manusia dalam hal pendekatan diri kepada Allah perjuangan melawan hawa nafsu, dan penyucian diri yang disalurkan melalui tahajud, puasa, tilawatil Qur an dan zikir, dan menyerah kan diri sepanjang siang dan malamkepada Allah SWT.

Sedangkan para penyembah setan, ahli nujum dan orang-orang yang mendapatkan kelebihan lewat mantera, Al Quran dan Al Sunnah telah mengklaim kebohongan dan kesesatan mereka, lain halnya dengan para wali yang nota bene mereka adalah hamba-hamba Allah yang saleh, karamah mereka sudah jelas ada dan kasyf mereka (kemampuan melihat kepribadian) jelas terbukti. hal ini pun tidak menjadikan mereka dari lingkup kemanusiaan mereka juga kelemahan dan kebutuhan mereka kepada Allah SWT dalam seluruh waktu mereka, maka tidak bisa kita memukul rata semua perkara dalam satu hokum, dan mendoktrin semua generasi dengan doktrin bahwa semua pengakuan kewalian adalah kebohongan dan tipu daya. Sedang fakta mengharuskan kita untuk menbedakan segala pengakuan dengan cara menghadapkan kenyataan kepada petunjuk-petungjuk dan batasan-batasan yang telah digariskan oleh agama tanpa mengurangi ataupun melebih-lebihkan.