"Hufh..pertarungan hari ini akan dimulai," gumam Faruk dalam hatinya
yang berdebar sambil melenggang dari sakan ad-dakhili menuju ruangan
ujian Fakultas Syariah tempat ia belajar.
Sementara kakinya berjalan, mulutnya masih komat-kamit melafalkan ta'rifaat yang ada di atas secarik kertas lusuh di tanganya, maklum hari itu adalah ujian perdananya dengan materi ru us masaa'il . "Ya thullab !!! hayya hayya, haanal wagt…" sebuah suara dari arah pintu utama fakultas itu, memecah suasana tegang para peserta ujian akhir semester yang sedari tadi sudah menanti pintu ruang ujian di buka, tidak terkecuali Faruk yang berjalan lambat karena matanya masih tertuju pada kertas. Meskipun sejurus kemudian ia lantas mengambil langkah seribu setelah memasukkan kertas talkhisan-nya kedalam saku gamis putih yang dikenakannya sebagai seragam resmi kuliah, karena waktunya sudah habis. Jarak dari sakan ad-dakhili ke kuliah memang cukup dekat, sekitar 50 an meter. Jadi cukup hanya ditempuh dengan jalan kaki saja tanpa menaiki kendaraan.
Dengan nafas sedikit ngos-ngosan sampailah Faruk di ruang ujiannya, namun sebelum ia masuk seorang pengawas ujian memintanya untuk menunjukkan bithaqah thullab sebagai "karcis" untuk mengikuti ujian. Segera Faruk merogoh sakunya dan.. "gubrakk!!!" dari dalam sakunya memuntahkan seluruh isi yang ada, 3 pulpen merah, biru dan hitam ditambah tipe-x serta kertas talkhisan-nya yang lupa ia letakkan di luar kelas. Seluruh pasang mata para peserta ujian yang sudah ada di dalam ruang itu serentak melirik ke arah Faruk. Mukanya mengkeret seperti udang rebus, hitam merah tak keruan serta nampak peluh di dahinya mulai mengucur. Namun tangannya yang gemetar itu masih merogoh saku pada sisi baju yang lain untuk mencoba mencari "karcis" nya itu.
Untung pengawas itu masih berbaik hati, melihat Faruk yang mulai gugup dia membantu mengumpulkan isi kantongnya. Padahal kalau mau, sang pengawas itu bisa mendampratnya karena ia terlambat meski hanya beberapa menit dan terbukti membawa secarik kertas berisi catatan pelajaran yang diduga sebagai contekan.
"Mana kartumu?" Tanya pengawas dengan ramah. Faruk hanya menggeleng, sebuah isyarat bahwa ia tak membawa serta kartunya. Sesuai aturan, ia harus meminta surat keterangan di tasjil agar ia dapat mengikuti prosesi ujian. Tanpa menunggu perintah, Faruk mendatangi tata usaha (TU) kuliyah dan menjelaskan maksud dan tujuannya. Sebelum berhasil mendapatkan surat izin, ia sempat mendapatkan "ceramah" dari petugas TU agar tidak mengulangi lagi keteledoran dirinya dan tepat waktu untuk mengikuti ujian. "Haduh, mimpi apa sih aku semalam", keluhnya dalam hati. Tak lama kemudian akhirnya Faruk berhasil memasuki ruang ujiannya. "Alhamdulillah" ujarnya penuh syukur.
Heningnya suasana ruang ujian belum mampu mengusir kegundahan hatinya, dalam-dalam ia mengambil nafas kemudian mengeluarkannya pelan-pelan untuk membantu menguasai suasana. Syukur ia cukup sabar menghadapi tragedi yang baru saja ia alami, jika tidak pasti ia sudah lari dan kabur alias kalah sebelum bertanding. Namun karena tekadnya yang bulat dan prinsipnya yang kuat alhamdulillah semuanya bisa teratasi.
Segera ia menuju kursi kosong yang hanya tertinggal tiga, satu dengan kertas jawaban berwarna putih, kemudian biru dan yang terkhir berwarna pink. "Hmm, milih yang warna apa ya enaknya. Ach yang pink aja dech," gumamnya dalam hati. Kabut kegugupan yang belum hilang benar dan masih menyelimuti hatilah yang membantu memberikan keputusan itu.
"Bismillahirrahmanirrahiim…" Faruk berdoa dengan khusyuknya sembari memejamkan mata dan menganggakat kedua tangganya tinggi-tinggi, membuat pengawas nan ramah tadi tersenyum. Dan waktupun terus berlalu, 10 menit pertama melayang begitu saja. "Gara-gara kartu ketinggalan, jadi gugup kayak gini aku," keluhnya. Tanpa menunda-nunda lagi, kertas jawaban ia isi sesuai permintaan, dipojok kiri dari kertas berwarna pink itu tertera: nama, mustawa, no.rahasia dan materi yang diujikan. Secuil kertas yang ini nantinya akan dipotong panitia ujian dan digantikan dengan hanya menorehkan no.rahasia saja sehingga dosen pengoreksi tidak bisa menginditifikasi pemilik kertas jawaban, artinya kong-kali kong antara guru murid tidak bisa dilakukan. Karena kejujuran adalah sifat dasar seorang muslim yang harus dipupuk, demikian kira-kira pesan tersirat dari system ini.
Setelah selesai mengisi blangko identitas pada lembar jawaban, serta merta Faruk mulai membaca baris demi baris sajian soal yang terhidang di depannya. Soal pertama: jelaskan secara rinci hukum wali dalam nikah (20 poin)!!! "Hah kayaknya salah soal deh," selidiknya. Kemudian soal kedua: sebutkan madzahib ulama seputar hukum nikah (10 poin). Dahi Faruk berkerut, kedua matanya dikucek-kucek untuk memastikan kebenaran soal yang ada. Bukan karena tidak mampu menjawab, namun karena materi-materi itu sama sekali belum dijelaskan, seharusnya yang keluar adalah ta'rif, syarat dan rukun wudhu, tayamum, puasa dan semua materi-materi dasar lannya. "Ini salah soal pasti," wajah tiba-tiba bersinar. Ia yakin sekali dapat "mengeksekusi" semua soal-soal yang diberikan selagi itu merupakan materi yang diujikan. Maka tidak salah jika berkesimpulan salah soal ketika ia tidak mampu menjawab soal tadi.
"Pak pengawas, tolong kemari," Faruk memanggil pengawas yang sedang mondar-mandir di kelas. "Ada apa Dik?," "ini Pak, coba tolong periksa lagi soal ini, saya yakin ada yang salah," pinta Faruk. Bapak pengawas tadi kemudian memeriksanya dan kemudian bertanya:
"Kamu mustawa berapa?," (tersenyum)
"Saya baru mustawa satu Pak," (penasaran)
"Maaf Dik, ini soal untuk mustawa 4."
"Hah, masa sih Pak?"
"Ia coba Adik perhatikan, ini kan kertasnya warna pink. Nah itu artinya soal ini diperkenankan untuk mustawa 4, kalau punya Adik mah yang itu tuh yang warna putih." Terangnya.
"Oh iya makasih Pak, balas Faruk tersipu-sipu, wajahnya segera berubah rasa seperti nano-nano.
Kejadian itu memakan waktu kurang lebih lima menit, artinya waktu yang tersisa untuk mengerjakan soal hanya 2,45 jam. Tanpa ba-bi-bu ia langsung tancap gas, ia tidak lagi meneliti soal yang akan dikerjakan. Perintah soalnya adalah "Jawablah semua pertanyaan dibawah ini!!!"
Waktu terus bergulir, tidak terasa setengah perjalanan ujian telah berlalu. Sesuai aturan, peserta ujian baru diperkenankan meninggalkan ruangan bila telah melewatkan setengah waktu ujian yang tersedia. Waktu yang disediakan adalah 3 jam, maka peserta bisa meninggalkan ruang pada jam 10.30, karena ujian dimulai pada jam 09.00, dan kini jam telah menunjukkan pukul 10.45 maka satu per satu peserta mulai meninggalkan ruangan.
Faruk masih terus mengukir jawaban di atas kertas yang telah dipenuhi dengan tinta kerja kerasnya semalaman begadang. Tidak ada satupun soal yang terlewatkan, hingga akhirnya ia hampir menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Sisa waktu masih ada sekitar 45 menit. Belum sempat ia membalikkan kertas jawaban pada sisi yang lain, buru-buru ia mengoreksi kembali semua jawabannya yang telah ia tulis. "Biar lebih manteb euy," teriaknya dalam hati.
Setelah setengah mati ia berusaha sebaik-baiknya, akhirnya selesailah "pertarungan" itu. Faruk pun akhirnya meninggalkan ruangan ujian setelah menyerahkan lembar jawabannya kepada pengawas, "masykur yaa 'ammi," sang pengas tadi hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi riang yang dipancarkan oleh sikapnya, "Ma'annajah yaa Faruk!!!" balasnya setelah membaca pemilik kertas jawaban itu.
Dengan gembira ia melangkah pasti menuju kamarnya, suasana nan damai seolah bersemayam kental dalam ruang hatinya, kicauan burung-burung yang bertanggar di atas pepohonan seolah menyambut Faruk pulang dari medan peperangan. Bak pahlawan Faruk pun membalas sambutan burung-burung itu dengan senyuman keriangan sembari melambaikan tangan seolah ia berkata dengan bahasa burung itu "terimakasih kawan."
Setibanya di kamar, "Faruk, gimana tadi ujiannya?" sapa Mahmud."Kok kayaknya kamu seneng banget ada apa ini?" selidik Rahmat rekan sekamarnya."Padahal kamu kan tadi kayak gugup gitu." Gurau Ayus yang sudah memperhatikan peristiwa unik yang di alaminya sejak kejadian pagi tadi. Kebetulan Ayus adalah kakak kelasnya yang sekamar dengannya sekaligus se-ruangan ujian dengannya."Idih mas Ayus, kok ngeldekin sich. Aku kan malu, lagian wajarkan murid baru," jawab Faruk membali diri. "Coba liat lembaran soalnya," pinta Ayus. " Wew, Ruk soalnya banyak amat nih ampe 6 soal, masing-masing soal 5 cabang."Hah?! Masa sih ada 6, bukannya Cuma lima?" jawabnya penasaran sembari mengambil lembaran soalnya kembali. "Lho yang disebaliknya gak kamu kerjain ya? Makanya yang teliti jadi orang. Tuh liat sendiri." Haduuh, masih ada yaaaa. Bah jebakan niy!!!" Jeritnya histeris.
Pesan : hadapai masalah dengan ketenangan hati dan berdisiplinlah, jangan teledor serta tidak mudah berbangga hati karena akan merugikan diri sendiri.