Shalat mencegah kemaksiatan dan kemungkaran
Ibadah paling mulia yang merupakan jalan menuju sorga adalah shalat.
Amalan pertama yang akan dihisab di hari kiyamat nanti adalah shalat.
Jalan terbesar yang merupakan perantara menuju kesucian hati dan jiwa
adalah shalat.
Betapa penting dan berharganya shalat hingga Allah SWT menjadikannya
sebagai upaya dalam memperdalam arti kehamba'an atau ubudiah dan juga
sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada penciptanya. Meskipun
secara lahir shalat adalah berupa dzikir, ruku', sujud, berdiri, dan
duduk saja, akan tetapi dia bukanlah sekedar itu. Disana terdapat makna
yang lebih berarti dari pada hal itu. Sebuah kunci yang membuatnya
menjadi berharga lebih dari mutiara dan perhiasan dunia lainnya. Sebuah
pintu untuk menuju kesempurna'an shalat hingga orang yang melakukannya
dapat memasuki surga Allah SWT yang paling tinggi. Kunci dan pintu
tersebut adalah khusyu'. Hanya kekhusyu'anlah yang membuat shalat kita
menjadi lebih berharga dan bermakna.
Untuk mencapai kesempurna'an dalam shalat, bukanlah dengan melakukan
syarat dan rukun yang terlihat oleh mata saja, akan tetapi hendaklah
hati dan anggota badan kita bersama-sama saling membantu dalam mencapai
kesempurna'an itu. Jika kedua hal tersebut telah kompak dalam bekerja
sama membangun kesempurna'an, maka barulah shalat ini bisa menjadi
pembersih jiwa yang dapat mencegah seseorang untuk melakukan kejahatan
dan kemungkaran. Seseorang yang dapat mencapai kesempurna'an tersebut
niscaya dia akan terbebas dari perbuatan ujub dan kebohongan, bahkan
shalat ini dapat mencegah perbuatan kemungkaran lainnya, karena Allah
SWT telah berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر[العنكبوت:45]
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran". Qs Al-Ankabut :45
Maha benar Allah SWT yang telah menciptakan shalat sebagai alat untuk
mencegah kekejian dan kemungkaran, serta perantara menuju kesucian jiwa
dan jalan menuju kebersihan hati. Bagaimana tidak? Dalam shalat
terdapat adab-adab tertentu yang sangatlah penting agar mendapatkan
kehusyu'an tersebut. adab tersebut ada yang berupa gerakan yang disebut
dengan rukun dan syarat-syarat shalat dan juga kesunahan shalat. Ada
juga yang berupa batin yang disebut dengan kekhusyu'an. Jika seseorang
berhasil melaksanakan shalat dengan penuh khusyu' –tentunya dengan
menyempurnakan rukun, syarat serta sunahnya- niscaya dalam shalat dia
akan menemukan makna-makna tertentu, yang makna tersebut pasti akan
mencegah dia dari perbuatan keji dan mungkar.
Makna khusyu' dan fadhilahnya
Khusyu' adalah sebuah ilmu yang sangat penting dalam melakukan shalat. Khusyu' menurut ahli
tafsir ada tiga makna, makna pertama; khusyu' merupakan perbuatan hati
seperti takut serta (rahbah). Arti kedua: khusyu' merupakan perbuatan
anggota badan seperti menundukkan kepala tenang, serta tidak menoleh
kesana-sini ketika sedang melakukan shalat, makna ketiga: khusyu'
merupakan perbuatan hati dan juga anggota badan, jadi seorang belum
dikatakan khusyu' sebelum memenuhi syarat lahir dan batin. Secara lahir
seperti menundukkan kepalanya
menujukan pandangannya ketempat sujud dan tidak menengok kesana-sini.
Secara batin seperti dengan tidak menolehkan hatinya kepada selain
Allah SWT, takut serta menghadirkan hati sepenuhnya kepada Allah SWT
semata. Makna yang ketiga inilah yang dimaksud dalam pembahasan ini.
Khusyu' Dikatakan sebagai ilmu karena Rasulullah SAW telah bersabda:
(( أول علم يرفع من الأرض الخشوع )) رواه الطبراني
"Ilmu pertama yang akan diangkat dari bumi adalah khusyu'"
Dikatakan sebagai ilmu juga karena khusyu' adalah sebagai lambang utama
orang-orang yang beruntung, sebagaimana dalam firman Allah:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)[المؤمنون:1-2]
"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu' dalam shalatnya" Qs
Al-Mu'minun: 1-2
Juga karena orang yang mempunyai kekhusyu'an dalam shalatnya merupakan orang yang telah
diberi kabar gembira oleh Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya:
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي
الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) [الحج: 34-35].
"Dan sampaikanlah (muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh kepada Allah SWT, yaitu orang-orang yang apabila disebut
nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa
mereka, dan orang yang melaksanakan shalat, dan orang yang menginfakkan
sebagian rezeki yang kami karuniakan kepada mereka". Qs Al hajj :34-35
Jika khusyu' adalah seperti yang telah Allah firmankan dalam ayat di
atas, itu artinya jika seseorang kehilangan sifat ini maka hatinya
telah terpecah-belah dan rusak, begitu juga keada'annya. Karena kadar
kebaikan atau kerusakan hati seseorang dapat dilihat dari
kekhusyu'annya.
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ ))
رواه البخاري ومسلم
"Dan sesungguhnya didalam diri manusia terdapat segumpal darah, jika
dia baik niscaya badannya semua akan ikut baik, dan jika dia telah
rusak maka dirinya akan rusak, bukankah dia adalah hati". H.R Bukhori dan Muslim
Khusyu' merupakan salah satu lambang utama kebersihan hati. Jika saja
ilmu khusyu' ini telah diangkat maka itu artinya bahwa hati orang-orang
muslim telah rusak, kekhusyu'an tidak akan hilang kecuali ketika hati
seseorang telah terkalahkan oleh penyakit-penyakit hati dan
perbuatan-perbuatan keji seperti cinta dunia serta berlomba-lomba untuk
mendapatkannya.
Disa'at hati seseorang telah terkalahkan maka dia tidak akan bisa
melihat akherat. Ketika manusia sampai pada derajat ini, maka tiada
seorang muslimpun yang mempunyai akhlak baik.
Hilangnya kekhusyu'an dalam diri seseorang merupakan satu tanda akan
kematian hati, sehingga nasehatpun tak dapat merubahnya, karena hawa
nafsu telah mengalahkannya. Bisakah anda membayangkan bagaimana
keada'an orang tersebut? ketika hawa nafsu telah mengalahkan dirinya,
nasehat dan peringatanpun tidak ada guna. Ketika itu syahwat-syahwat
telah mengalahkannya diibaratkan syahwat-syahwat tersebut telah
mendirikan pasar perlomba'an kemewahan, kemenangan, harta, serta
syahwat duniawi dalam diri orang tersebut.
Khusyu' merupakan sebuah ilmu sesuai nash hadist yang telah disebutkan
di atas, ilmu ini sedikit orang yang dapat mendapatkannya, maka jika
salah satu dari anda ada yang mendapatkan ilmu kekhusyu'an ini, maka
hendaklah anda mendekati seorang tersebut, karena dia adalah seorang
yang benar-benar alim, ini adalah sebagai tanda bahwa dia adalah ulama'
akherat seperti yang difirmankan oleh Allah:
إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى
عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ
سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108)
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
(109)[الإسراء:107-109]
"Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya,
apabila(Al-Qur'an) dibacakan kepada mereka, merekamenyungkurkan wajah
bersujud, dan mereka berkata Maha Suci Tuhan kami; sungguh janji
tuhankami pasti dipenuhi " Qs Al-Isra' : 107-109
Apakah Khusyu' termasuk syarat shalat?
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)[طه:14]
"Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku (Allah SWT)"
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada kita agar mendirikan
shalat dengan tujuan untuk mengingat-Nya, Dalam Ilmu Usul fikih
perintah secara mutlak menandakan bahwa perintah itu wajib
dilaksanakan, selama tidak ada keterangan dari dalil lain bahwa
perintah itu bukan termasuk hal yang diwajibkan. Dalam Ayat ini Allah
SWT telah memerintahkan kepada kita agar mendirikan shalat untuk
mengingat-Nya, sedangkan melalaikan merupakan kebalikan dari mengingat.
Orang yang lalai pada semua bagian dari shalatnya apakah bisa dinamakan
mendirikan shalat untuk mengingat Allah SWT? Tentu saja tidak,
bukan...? Dalam sebuah Ayat disebutkan:
وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ (205)[الأعراف:205]
"Dan janganlah kamu menjadi orang yang melalaikan". (Q.S. Al A'raf)
Dalam ayat ini Allah telah melarang kita untuk menjadi orang-orang yang
lalai, sedangkan dalam Ilmu usul fikih, larangan secara dzahir
menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan haram. Maka melalaikan Allah
SWT dalam shalat merupakan hal yang terlarang. Allah juga berfirman
dalam Al-Qur'an, ketika melarang orang yang mabuk untuk mengerjakan
shalat dengan alasan:
حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ[النساء:43]
"Hingga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan"
Seorang yang mabuk, dilarang oleh Allah SWT untuk mengerjakan shalat,
dengan alasan bahwa orang mabuk tidak tahu apa yang dia ucapkan. Ini
berarti orang yang shalat harus tahu serta sadar dengan apa yang dia
ucapkan dengan kata lain: orang yang shalat harus selalu mengingat
Allah SWT. Termasuk Orang yang tidak mengetahui apa yang dia ucapkan,
orang yang lalai yang dikalahkan oleh gangguan pikiran dunia. Sedangkan
Rasulullah SAW telah membatasi shalat bahwa shalat itu adalah
merendah-rendahkan diri serta menundukkan pandangan, sebagaimana dalam
sabda Nabi:
"إنما الصلاة تمسكن وتواضع".
Berapa banyak orang yang sering mendirikan shalat akan tetapi dia tidak
memperoleh kecuali hanyalah capek serta lelah saja? - Sebagaimana dalam
sabda Rasul – yang dimaksud adalah orang-orang yang lalai dalam
shalatnya. Ini menunjukkan bahwa maksud dari shalat itu bukan hanya
gerakan badan saja, akan tetapi harus disertai dengan kekhusyu'an
batin, karena orang yang melakukan shalat diibaratkan dia sedang
membisikkan isi hatinya kepada tuhannya atau bermunajat kepada Allah
SWT, sedangkan mengajak berbicara dalam keadaan lalai tidak dapat
dinamakan membisikkan sesuatu atau munajat sama sekali.
Jelasnya, orang yang membayar zakat akan tetapi dalam keada'an lalai
dan lupa bahwa ini adalah perintah Allah SWT, bisa kita sebut bahwa dia
telah melawan hawa nafsu serta shahwatnya yang berupa cinta harta.
Begitu juga puasa, dia adalah sebagai pemecah hawa nafsu serta pemecah
kekuatan, tidak heran jika seorang yang melakukan puasa sehari penuh,
akan tetapi dalam keada'an lalai sudah dikatakan bahwa dia telah
melaksanakan kewajiban tersebut. Begitu juga haji beserta rukun-rukun
dan amalannya yang berat. Orang yang telah melaksanakan haji beserta
amalannya yang berat telah menunaikannya meskipun dia tidak mengingat
Allah SWT ketika menjalankan amalan haji tersebut. Akan tetapi lain
dengan shalat, seseorang tidaklah diwajibkan didalamnya kecuali
hanyalah dzikir, membaca, ruku', sujud, berdiri serta duduk saja.
Dzikir disini yang dimaksud adalah percakapan bersama Allah SWT. Tujuan
dari dzikir disini mungkin saja merupakan percakapan bersama Allah SWT
atau hanya huruf serta suara saja untuk menguji lidah kita.
Tidak diragukan lagi bahwa maksud atau tujuan yang kedua ini adalah
tertolak, karena menggerakkan lidah untuk mengucapkan sesuatu yang
tidak bermakna sangatlah mudah sekali dilakukan orang dalam keadaan
lalai, juga tidak ada sulitnya dari segi perbuatan lisan. Padahal dalam
setiap ibadah Allah SWT memberikan suatu ujian kepada manusia. Akan
tetapi maksud dari dzikir ini adalah percakapan bersama Allah SWT atau
kata-kata dari segi ucapannya. Seseorang tidak dinamakan berbicara
kecuali jika dalam hatinya mengerti akan apa yang dia ucapkan, tidaklah
bisa seseorang mengerti apa yang diucapkan kecuali dengan hadirnya
hati. Maka layakkah kita meminta sesuatu kepada Allah SWT ketika
mengucapkan:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
"Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus"
Jika hati kita dalam keada'an lalai? Jika yang dimaksud dari dzikir ini
bukanlah merendahkan diri serta berdo'a, maka tugas berat apa yang
diujikan Allah kepada kita dalam menggerakkan lidah dalam shalat, jika
kita dalam keada'an lalai? apalagi jika sudah terbiasa? Tidak diragukan
lagi bahwa maksud dari baca'an dan dzikir disini adalah memuji Allah
SWT, merendahkan diri serta meminta kepada-Nya, sedangkan maksud dari
ruku' dan sujud disini adalah mengagungkan Allah SWT. Jika saja kita
boleh mengagungkan Allah SWT dengan perbuatan, ketika kita dalam
keada'an lalai, niscaya kita diperbolehkan untuk mengagungkan tembok
yang ada di depan kita sedangkan kita dalam keada'an melalaikannya.
Jika maksud dari ruku' dan sujud ini bukan untuk mengagungkan Allah SWT
melalui gerakan badan, sedangkan gerakan ini hanya terdiri dari gerakan
punggung, tangan dan kepala yang tidak memberatkan manusia sebagai
ujian baginya, apakah pantas Allah SWT menjadikan gerakan tersebut
sebagai tiang agama serta pemisah antara kekafiran dan islam?
mengutamakan gerakan ini dari pada haji dan ibadah lain? Serta
diwajibkan untuk membunuh siapa saja yang meninggalkan gerakan ini?
Sungguh tidak mungkin jika maksud dari ruku' dan sujud ini hanyalah
gerakan belaka, kecuali jika ditambah dengan satu maksud lain yaitu
Munajat kepada Allah SWT. Karena munajat ini memang lebih didahulukan
daripada Haji, puasa, dan zakat serta ibadah lainnya.
Telah dinukil dari Bisyir bin Al-Harist yang diriwayatkan oleh Abu
Thalib dari Sufyan Tsauri bahwa sesungguhnya dia mengatakan: "Barang
siapa tidak khusyu' shalatnya maka shalatnya telah rusak". Diriwayatkan
juga dari Al-Hasan bahwa sesungguhnya dia mengatakan: "Setiap shalat
yang tidak disertai hati yang hadir maka shalat itu menjadi lebih dekat
dengan siksa'an". Dari Mu'adz bin Jabal: "Barang siapa sengaja melihat
apa yang ada dikanan dan kirinya ketika shalat maka sesungguhnya dia
bukan dalam keada'an shalat". Rasulullah SAW juga bersabda:
" إن العبد ليصلي الصلاة لا يكتب له نصفها. ولا ثلثها ولا ربعها ولا خمسها ولا سدسها ولا عشرها "
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang shalat kemudian tidak tertulis
baginya separohnya, tidak juga sepertiganya, tidak juga seperempatnya,
tidak seperlimanya, seperenam, tidak pula sepersepuluhnya".HR An-Nasa'i,Abu Dawud dan Ibnu Hibban.
Abdul Wahid mengatakan: "Ulama' telah bersepakat bahwa seorang hamba
tidaklah diwajibkan dalam shalat kecuali apa yang mereka mampu. Adapun
apa yang telah dinukil dari Ulama' wara' dan dari Ulama' Ahli Akherat
akan disyaratkannya khusyu' dalam shalat sangatlah banyak tak
terhitung, akan tetapi yang lebih benar adalah sebaiknya kita merujuk
kepada dalil syar'i serta hadist, meskipun Atsar perkata'an Ulama'
Shaleh menunjukkan disyaratkannya khusyu' akan tetapi dalam hal fatwa
diperkirakan sesuai dengan keada'an".
Khudhurul Qalb (kehadiran hati) merupakan ruhnya shalat, segala makhluk
hidup yang takmempunyai ruh berarti dia telah mati, begitu juga shalat.
Paling sedikit adalah ketika dalam takbir. Kekurangan Khudhurul Qalb
dalam takbir ini menyebabkan rusaknya shalat, dengan menambahnya akan
membuat ruh ini menyebar kedalam bagian-bagian shalat sehingga
shalatpun menjadi lebih hidup. Betapa banyak sesuatu yang hidup dan
tidak bergerak sedang dekat dengan kematian. Maka shalatnya orang yang
lalai disemua bagian shalat kecuali dalam takbir maka laksana orang
yang hidup yang takbergerak sama sekali, semoga Allah SWT melindungi
kita dari hal tersebut.
Makna batiniyah yang menyempurnakan Ruh Shalat
Ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan dalam shalat disamping
melaksanakan Rukun, syarat serta kesunahannya. Hal-hal tersebut
sangatlah penting bagi orang yang ingin mencapai kesempurnaan dalam
shalatnya, hingga dia dapat meneguk manisnya kekhusyu'an. Makna yang
dapat menghidupkan ruhnya shalat ini mempunyai bermacam-macam ibarat.
Akan tetapi kita mungkin meringkasnya menjadi enam ibarat saja seperti
yang diutarakan oleh Imam Al-Gazali, yaitu: Khudhurul Qalb (kehadiran
hati), Tafahum (pemahaman), Ta'dzim (mengagungkan), Haibah (rasa takut
disertai dengan mengagungkan), Raja' (Harapan), Haya' (rasa malu).
Marilah kita bahas tentang ke-enam hal ini secara lebih luas kemudian
kita akan menyebutkan sebab-sebabnya.
Khudhurul Qalb (Kehadiran hati)
Yang dimaksud dengan hadirnya hati disini adalah mengosongkan pikiran
kita dari selain apa yang kita kerjakan dan yang kita ajak bicara
ketika sedang shalat. Maka hendaklah dalam shalat disertai dengan
kesadaran bahwa dia sedang mengerjakannya, pikirannya juga tidak
mengarah kemana-mana. Jika seseorang memikirkan selain apa yang sedang
dia lakukan kemudian dia langsung memalingkan atau menorehkan
pikirannya kepada apa yang sedang dia lakukan sedangkan dia dalam
keadaan sadar bahwa dia sedang mengingat Allah SWT dan tidak
melalaikan-Nya, maka dia telah mendapatkan Khudhurul Qalb (Kehadiran
hati)
At-Tafahhum (Pemahaman)
Memahami makna dari apa yang sedang kita ucapkan merupakan makna
dibelakang Khudzurul qalb, bisa saja seseorang mengucapkan kata-kata
dengan hati yang hadir akan tetapi hatinya tidak memahami makna atau
arti apa yang dia ucapkan. Mengetahui makna ucapan kita disertai dengan
hati yang ingat itulah yang dimaksud dengan Tafahhum. Keada'an
seseorang dalam kedudukan ini berbeda satu sama lain, karena seseorang
mempunyai pemahaman yang berbeda dengan yang lainnya dalam memahami
ayat Al-Qur'an dan tasbih dalam shalatnya. Berapa banyak makna halus
yang difahami oleh seseorang ketika dia sedang dalam keada'an shalat,
yang belum pernah dia temukan sebelumnya? Dari segi inilah dikatakan
bahwa shalat mencegah perbuatan jahat serta kemungkaran, karena
didalamnya dapat memberikan suatu pemahaman, tentu saja pemahaman itu
mencegah seorang untuk berbuat jahat dan kemungkaran.
Ta'dzim (Memuliakan).
Memuliakan merupakan makna dibelakang Khudhurul Qalb dan Tafahhum;
karena seseorang jika berbicara dengan budaknya dengan perkata'an yang
dihadiri oleh hatinya dan dia memahami makna perkata'an itu, akan
tetapi tidak disertai dengan memuliakannya, jadi Ta'dzim merupakan
sesuatu diatas Khudzurul qalb dan Tafahhum.
Haibah (Rasa takut)
Rasa takut merupakan makna diatas Khudhurul Qalb, Tafahhum dan Ta'dzim.
Haibah merupakan rasa takut yang asalnya adalah Rasa Ta'dzim. Karena
orang yang tidak takut tidak bisa dinamakan mempunyai sifat Haibah,
sedangkan orang yang takut serigala serta kejahatan orang lain tidak
bisa dikatakan mempunyai sifat Haibah. Akan tetapi takut kepada sultan
atau raja itulah yang dinamakan Haibah. Maka Haibah merupakan rasa
takut yang bersumber dari keagungan.
Raja' (Berharap)
Tidak diragukan lagi bahwa Raja' merupakan suatu diatas yang lain.
Betapa banyak orang yang takut kepada sultan atau raja serta
memuliyakan mereka mempunyai rasa Haibah akan tetapi dia tidak
mengharapkan pahala atau balasan dari raja atau sultan tersebut. Akan
tetapi seorang hamba yang takut serta mengagungkan Allah SWT hendaklah
mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana dia merasa akan adanya
kekurangan yang ada dalam dirinya.
Haya' (Malu)
Merupakan suatu diatas segalanya, karena hal ini bersumber dari
perasa'an adanya kekurangan dalam diri seorang hamba, serta prasangka
banyaknya dosa. Ta'dzim, Khauf dan Raja' dapat digambarkan dengan tanpa
sifat malu yaitu dengan merasa bahwa dirinya masih kurang dan berbuat
dosa.
Sebab-sebab lahirnya makna-makna tersebut
Ketahuilah...! bahwa Khudhurul Qalb sebabnya adalah cita-cita yang
kokoh. Karena hati akan mengikuti cita-cita atau keinginan yang ingin
kita gapai, maka hati tidak akan hadir kecuali kepada sesuatu yang kita
inginkan. Baik anda menginginkan datangnya Khudhurul Qalb atau tidak,
jika anda sudah mempunyai keinginan maka Khudhurul Qalbpun akan datang.
Ketika kita telah berusaha semaksimal mungkin agar Khudhurul Qalbini
datang akan tetapi tak kunjung datang maka obatnya adalah dengan
memalingkan tujuan yang berhubungan dunia dan menggantinya dengan
keinginan untuk shalat semata. Maka dari itu tiada obat yang paling
manjur agar dapat Khudhurul qalb kecuali dengan menujukan cita-cita
atau keinginan kita hanya kepada shalat. Agar tujuan utama kita
hanyamenuju shalat maka hendaklah kita mempunyai dua patokan, pertama
adalah hendaklah kita betul-betul beriman dan meyakini bahwa akheratlah
yang lebih baik dan lebih abadi. Sedangkan salah satu jalan
menujuakherat ini adalah dengan shalat. Kedua adalah hendaklah kita
betul-betul tahu bahwa dunia ini hanyalah sementara dan tidak kekal
selamanya. Dia hanya bagaikan fata morgana di tengah padang pasir. Jika
kedua patokan ini betul-betul kita laksanakan Insya Allah kita akan
mendapatkan apa yang dinamakan Khudhurul Qalb dalam shalat. Jika dengan
begini hati kita bisa hadir ketika kita menjumpai seorang raja yang tak
mampu untuk membuat kita sakit, akan tetapi ketika menjumpai rajanya
para raja(shalat) hati kita belum juga hadir maka janganlah menyang
bahwa ada sebab lain selain lemahnya iman.
Tafahhum (Pemahaman) sebabnya adalah memusatkan pikiran serta
mengarahkan otak untuk menemukan makna dari apa yang dia ucapkan, maka
obatnya ada di Khudhurul qalb ditambah dengan meningkatkan pikiran
serta berusaha untuk menolak hayalan. Sedangkan obat untuk menolak
hayalan yang mengganggu adalah dengan memutuskan segala hal yang
menjadikan kita berhayal. Selama sebab timbulnya hayalan belum sirna
maka hayalan akan terus datang. Obatnya adalah dengan mengingat suatu
yang paling kita cintai yaitu Allah SWT. Karena barang siapa mencintai
sesuatu maka akan banyak menyebutnya, dengan mengingat yang kita cintai
ini, pasti akan memenuhi hati kita. Sehungga tiada lagi kesempatan bagi
yang lainnya untk masuk kehati kita. Maka dari itu kita melihat, orang
yang cinta selain Allah SWT shalatnya tidak akan bersih dari hayalan.
Ta'dzim (Mengagungkan) itu adalah suatu keada'an dihati yang dilahirkan
oleh dua pengetahuan: pertama: mengetahui keagungan Allah SWT serta
kebesaran-Nya, ini merupakan akarnya Iman, karena seorang yang tidak
diyakini keagungannya maka orang lain tidak akan tunduk untuk
mengagungkannya. Kedua: mengetahui betapa nistanya diri, dan betapa
rendahnya diri, serta mengakui bahwa dirinya hanyalah seorang hamba
yang diciptakan dan mempunyai Tuhan. Kedua pengetahuan ini digunakan
dengan tujuan agar diri seseorang tentram, tidak terpecah dan khusyu'
kepada Allah SWT dan dilaksanaan dalambentuk Ta'dzim (Mengagungkan).
Haibah (Takut) dan khauf itu adalah keadaan hati yang lahir dari
mengetahui sifat Qadratnya Allah SWT atau kekuasa'an serta kemampuan
Allah SWT untuk melaksanakan apa yang Dia inginkan. Dan sesungguhnya
Allah SWT jika ingin menghancurkan orang terdahulu serta orang-orang
zaman sekarang niscaya tidak akan berkurang kekuasa'an-Nya sekecil
apapun. Setiap bertambah pengetahuan seseorang akan kekuasa'an Allah
SWT, semakin bertambah pula rasa Takut atau Haibahnya.
Raja' (Berharap), sebabnya adalah mengetahui akan kelembutan dan
kemurahan Allah SWT, serta mengetahui akan kebenaran janji-Nya yang
berupa sorga dengan mengerjakan perintah shalat, jika seorang berhasil
mendapatkan keyakinan tersebut maka pasti rasa Raja' (Berharap) akan
timbul dalam dirinya.
Haya' (Malu) didapatkan dengan merasakan adanya kekurangan dalam ibadah
kita kepada Allah SWT, serta merasa tidak mampu untuk melaksanakan
perintah Allah SWT secara sempurna seperti apa yang Allah SWT inginkan,
hal itu dapat diperkuat dengan mengetahui kejelekan dirinya serta
kesalahan-kesalahan yang dia lakukan, kurangnya keikhlasan diri, serta
mengetahui bahwa Allah SWT Maha Tahu akan apa yang kita bisikkan dalam
hati kita dan apa yang kita sembunyikan sekalipun kecil adanya.
Pengetahuan-pengetahuan ini jika yakin dihasilkan, maka akan timbul
keada'an yang dinamakan Haya' Malu.
Inilah sebab-sebab timbulnya makna-makna tersebut. Setiap orang yang
menginginkan makna tersebut maka obatnya adalah dengan mengetahui
sebabnya, dengan mengetahui sebabnya dapat diketahui pula obatnya,
adapun hubungan antara sebab-sebab ini adalah Iman dan keyakinan yang
mantap, dengan kadar keyakinan seseorang itulah kadar kekhusyu'annya.
Obat mujarab menuju kekhusyu'an
Seorang mukmin hendaklah selalu mengagungkan Allah SWT, takut
kepada-Nya, mengharap pahala-Nya, takut akan siksa-Nya, serta malu
kepada Allah SWT akan kelalaian dan kekurangannya, keada'an ini tidak
dapat terlepas dari diri seorang mukmin setelah dia beriman, meskipun
kekuatan makna-makna tersebut sesuai dengan kadar keyakinannya.
Sedangkan terputusnya makna tersebut dari shalat seseorang hanyalah
disebabkan karena terpecahnya pikiran serta terbaginya angan-angan atau
hayalan menjadi bermacam-macam, hati yang tidak sadar akan munajatnya
kepada Allah SWT, serta melalaikan shalatnya. Tiada hal yang
mempermainkan shalat seseorang kecuali hayalan dan pikirannya yang
selalu mengusik. Sesuatu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan
menghilangkan sebab-sebabnya, maka hendaklah anda tahu apa sebab-sebab
datangnya pikiran atau hayalan dalam hati kita ketika shalat? Sebab
datangnya pikiran dan hayalan bisa dari luar atau dari dalam diri orang
itu sendiri -sebab Bathini-.Yang dimaksud dengan sebab luar adalah
segala sesuatu yang dapat mengetuk telinga pendengaran, atau dapat
terlihat oleh mata. Ha-hal tersebut dapat menimbulkan kegelisahan
sehingga menyebabkan pikiran yang bermacam-macam dan selanjutnya akan
saling sambung sinambung tiada akhirnya. Maka mata adalah salah satu
sebab timbulnya pikiran, kemudian pikiran akan menyebabkan pikiran yang
lain dan seterusnya.
Barang siapa kuat niatnya dan tinggi harapannya maka tidak akan
termainkan oleh apa yang terjadi didepan panca inderanya. Akan tetapi
orang yang lemah akan cepat terpengaruh oleh goda'an dari luar
tersebut. Maka obatnya adalah dengan memutuskan sebab-sebab ini. Yaitu
dengan menundukkan penglihatan kita, mengerjakan shalat ditempat yang
gelap gulita atau sepi, atau tidak meletakkan sesuatu yang mengganggu
penglihatan didepann kita, mendekat dengan tembok ketika shalat untuk
membatasi pandangannya, menghindari shalat di jalanan, atau ditempat
yang berukir-ukiran.
Oleh karena itu Ulama terdahulu ketika mengerjakan shalat mereka
mencari tempat yang sempit dan kecil. Orang-orang yang berhati kuat
diantara mereka menundukkan pandangan mereka dan tidak melebihi tempat
sujud mereka. Ibnu Umar juga tidak membiarkan pedang atau Qur'an yang
ada didepannya kecuali dia singkirkan, tidak juga tulisan kecuali
kemudian dia hapus.
Adapun sebab-sebab bathiniyah maka ini lebih berbahaya daripada sebab
yang datang dari luar. Orang yang terpengaruh oleh kesibukan dunia
serta terpengaruh oleh perkaranya tidak dapat dibatasi dengan satu
pikiran saja, akan tetapi pikirannya masih beterbangan kesana sini.
Sedangkan menundukkan kepala tidaklah berguna lagi. Ini caranya adalah
dengan memaksakan diri untuk memahami apa yang dia baca ketika dalam
shalat. Dapat juga dibantu dengan mengingat-ingat betapa pentingnya
kehidupan akherat, juga betapa babahayanya berdiri didepan Allah SWT
ketika bersiap-siap akan berTakbiratul Ihram, karena Dia mengetahui
semua yang terlintas dihati kita.
(( أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي
خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلَامٌ فَنَظَرَ إِلَى أَعْلَامِهَا نَظْرَةً فَلَمَّا
انْصَرَفَ قَالَ اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ
وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي
آنِفًا عَنْ صَلَاتِي)) متفق عليه
Sesungguhnya Rasulullah SAW Shalat dengan mememakai khamishah yang
berhiaskan garis-garis, kemudian beliau melihat hiasan tersebut sekali
saja, ketika selesai dari salatnya Rasulullah SWT bersabda: "Bawalah
khamishah ini kepada Abu Jahm, kemudian bawalah padaku Anbijaniyah
milik Abu Jahm, sesungguhnya khamishah ini telah membuatku lalai dari
shalatku". Maksud dari khamisah disini adalah pakaian berbentuk segiempat yang berhiaskan garis-garis. Sedangkan
Anbijaniyah adalah pakaian berbentuk segi empat akan tetapi tidak ada hiasannya.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ
خَاتَمًا فَلَبِسَهُ قَالَ ((شَغَلَنِي هَذَا عَنْكُمْ مُنْذُ الْيَوْمَ
إِلَيْهِ نَظْرَةٌ وَإِلَيْكُمْ نَظْرَةٌ ثُمَّ أَلْقَاهُ(( رواه النسائي
Rasulullah SAW mempunyai sebuah cincin sedangkan beliyau berada
diatas mimbar, kemudian beliyaupun melempar cincin tersebut sembari
berkata: "Cincin ini telah membuatku lalai, sekilas memandangnya,
sekilas melihat kalian". HR An-Nasa'i
Penerapan khusyu' dalam shalat
Jika kita ingin menjadi orang yang benar-benar menginginkan sorga,
diantara tugas kita adalah tidak melalaikan peringatan-peringatan yang
temasuk syarat dan rukun shalat. Syaratnya shalat seperti Adzan,
thaharah, menutup aurat, berdiri tegak, niat, serta menghadap ke arah
kiblat. Jika kita mendengar panggilan suara adzan maka anggaplah bahwa
itu adalah keada'an panggilan di hari kiyamat, kemudian badan kitapun
bergegas untuk memenuhi panggilan itu. Karena orang yang cepat memenuhi
panggilan ini mereka adalah yang dipanggil dengan penuh kelembutan di
hari ditampakkannya amal (hari qiyamat), maka tujukanlah hatimu pada
panggilan ini, jika kamu menemukan hatimu penuh dengan kegembira'an
maka panggilan tersebut akan datang dengan membawa kabar gembira serta
kemenangan di hari pembalasan, maka dari itu Rasulullah SAW bersabda: "
أرحنا يا بلال " "Hiburlah kami wahai Bilal" maksudnya adalah
dengan shalat dan dengan memanggil untuk shalat atau Adzan, karena
shalat adalah sebagai mata hati Rasulullah SAW.
Ketika melakukan thaharah (bersuci), kitapun memulainya dengan datang
ke tempat wudhu'. Kemudian membersihkan pakaian. Kemudia kita berwudhu
dengan membasuh kulit kita. Dalam kegiatan ini hendaklah kita tidak
lupa dengan hati kita yang merupakan jiwa kita. sehingga kitapun selalu
berusaha untuk membersihkannya dengan memperbaharui taubat dan
penyesalan atas perbuatan dosa yang telah kita lakukan, karena hati
adalah tempat melihat Allah SWT.
Ketika kita memakai pakaian untuk menutup aurat, ingatlah bahwa itu
artinya kita menutupi kejelekanan yang ada di tubuh kita agar tidak
terlihat oleh manusia, jika badan kita adalah yang terlihat oleh para
makhluk atau manusia sehingga kitapun menutupinya, apalagi aurat yang
ada di hati kita, juga rahasia kita yang hanya Allahlah yang tahu?
Kemudian kita ingat kekurangan serta kesalahan kita, kemudian kita
minta pada diri kita untuk menutupinya, dan kita ingat-ingat lagi bahwa
tiada yang bisa tertutup dari pandangan Allah SWT, akan tetapi Allah
SWT akan mengampuni kesalahan ini jika kita menyesal, malu dan takut
akan siksaan-Nya.
Dengan mengingat hal ini kita dapat mendatangkan perasaan takut dan
malu kemudian diri kitapun merasa rendah, sehingga membuat kita berdiri
didepan Allah SWT laksana budak yang melarikan diri serta penuh dengan
dosa yang telah kembali kepada tuhannya, dalam keadaan menundukkan
kepala dengan membawa segudang malu dan rasa takut.
Ketika kita menghadap kiblat, yaitu dengan memalingkan wajah kita dari
semua arah kecuali arah Baitullah, apakah kita menyangka bahwa
memalingkan hati dari semua hal selain Allah SWT tidaklah perlu?
Sungguh kebalikannya, bahkan inilah yang di minta. Perbuatan yang kita
lakukan secara lahir merupakan gerakan batin kita serta sebagai
pengatur anggota badan kita. Menghadap kiblat adalah sebagai penenang
anggota sehingga badan tetap pada satu arah, agar membuat hati kita
juga tidak berpaling. Karena anggota badan kita jika tidak diatur, hati
kitapun mengarah kemana-mana dan berbalik dari menghadap Allah SWT.
Jadi hendaklah kita mengarahkan hati dan anggota badan kita ke satu
arah yaitu kiblat.
Ketika kita berdiri I'tidal, ini sebagai gambaran seorang hamba yang
berdiri dihadapan Allah SWT dengan hati dan anggota badannnya,
hendaklah kepala kita -yang merupakan bagian tubuh yang paling tinggi-
tertunduk tersipu, ini merupakan cerminan dari hati kita juga yang
hendaknya tertunduk, tawadhu' dan terhindar dari hati yang sombong.
Hendaklah sa'at ini kita juga membayangkan bahwa ini adalah keada'an
kita nanti ketika di hari pembalasan sa'at amal kita dipertanyakan
nanti. Ingatlah bahwa sa'at ini kita sedang menghadap Allah SWT yang
Maha Mengetahui semua yang ada dalam hati kita, ini membantu agar
anggota badan serta hati kita menjadi khusyu'.
Ketika akan berniat, hendaklah dalam hati kita ingat bahwa shalat ini
adalah untuk memenuhi panggilan Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya,
juga kita niatkan akan menyempurnakan
shalat tersebut dan menjauhi hal-hal yang membatalkan shalat, dan
mengikhlaskan amalan ini hanya untuk Allah SWT semata; untuk
mengharapkan pahala serta takut akan siksa'an-Nya, serta meminta agar
didekatkan kepada-Nya. Mengharapkan pemberian-Nya dengan mengizinkan
kita untuk bermunajat kepada-Nya meskipun banyak dosa yang telah kita
lakukan serta adab kita yang kurang baik. Lihatlah siapa yang engkau
munajati? Dengan apa kamu bermunajat? Pada sa'at ini, hendaknya dahi
kita berkeringat karena malu sekali kepada Allah SWT.
Ketika takbir, kita mengucapkan lafadz Allaahu Akbar, hendaklah sa'at
ini hati kita tidak berbohong. Jika saja dalam hati kita ada sesuatu
yang lebih besar dari Allah SWT maka Allah telah menyaksikan bahwa kita
telah berbohong, meskipun secara lahir perkata'an ini benar seperti
yang dikatakan oleh munafik: "bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW".
Jika hawa nafsu kita menang dari pada perintah Allah SWT, maka kita
lebih ta'at kepada hawa nafsu dari pada kepada Allah SWT, jadi kita
telah menjadikan hawa kita sebagai tuhan, dan kita telah
mengagungkannya, maka ditakutkan perkata'an kita: "Allahu Akbar" ini
adalah perkata'an dengan lidah saja sedangkan hati kita tidak
menghiraukannya, begitu berbahayanya hal ini jika tidak dibantu dengan
taubat dan istighfar, serta khusnudzon akan kemurahan Allah SWT dan
pengampunan-Nya.
Ketika melakukan do'a Istiftah kalimat pertama yang kita ucapkan adalah
"Wajjahtu wajhia lilladzi fatharassamawati wal Ardha" yang dimaksud
dengan wajah disini bukanlah muka kita secara lahir, karena kita telah
menghadapkan wajah kita ke arah kiblat, akan tetapi sesungguhnya yang
kita hadapkan ke arah "Fathirissamawati wal Ardhi" adalah hati kita,
maka hendaklah kita melihat apakah hati kita sudah menghadap kepada Dia
apa belum? atau menghadap kepada hayalan, pikiran dan keinginan kita di
rumah atau di pasar? Apakah mengarah ke syahwat atau mengarah ke
"Fathirissamawati wal Ardhi"? hendaknya kita hindari memulai munajat
ini dengan kebohongan. Sesungguhnya wajah kita ini tidak akan menghadap
hanya kepada Allah SWT kecuali jika kita menghindari menghadap kepada
selain Dia, maka kita hendaklah cepat-cepat untuk menghadap kepada-Nya
ketika ada pikiran terlintas yang membuat kita menghadap selain Allah
SWT, jika kita tidak mampu untuk melakukannya secara terus menerus,
alangkah baiknya jika perkata'an kita yang sekarang ini memang benar.
Jika kita mengucapkan: "Khaniifan Muslima" maka hendaklah dalam hati
kita terpikir bahwa seorang muslim adalah yang selamat baik lidah atau
tangannya, jika tidak demikian maka kita telah berbohong, maka
hendaknya kita berusaha untuk memperbaikinya di tempo hari, dan kita
sesali apa yang telah kita lakukan.
Jika kita mengucapkan: "Wama ana minal musyrikiin". Maka dalam hati
kita mengingat syirik khaffi (syirik tertutup), sesungguhnya firman
Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
Telah turun kepada orang yang menyengaja beribadah karena Allah SWT
dan pujian orang-orang, maka hendaklah kita takut serta berhati-hati
dari syirik ini, dan dalam hati kita hendaklah merasa malu karena kita
telah mensifati diri kita dengan sebutan "Wama ana minal musyrikiin"
bukan termasuk orang musyrik, akan tetapi kita tidak terbebas dari
syrik ini karena sedikit atau banyak yang namanya syirik ya tetap
syirik.
Jika kita mengucapkan: "Mahyaya wamamati lillah", ketahuilah bahwa sa'at ini adalah keada'an
seorang hamba yang kehilangan dirinya dan berada pada tuhannya, dan sesungguhnya jika saja
kata-kata ini diucapkan oleh orang yang kerela'annya, berdirinya,
duduknya, keinginannya untuk hidup, dan rasa takutnya akan kematian
adalah untuk urusan dunia maka hal ini tidak sesuai dengan keada'an
yang ada.
Jika kita mengucapkan "A'udzu billahi minansyyaithanirrajim" maka ketahuilah? Bahwa syethan
ini adalah musuh kita yang paling kita benci yang selalu mengganggu
kita agar hati kita berpaling dari Allah SWT karena kedengkiannya
kepada kita atas munajat yang kita lakukan serta sujud kita kepada
kepada Allah SWT, padahal dia telah dilaknat karena menolak untuk
bersujud kepada Adam satu kali saja, sedangkan perminta'an kita kepada
Allah SWT agar dilindungi darinya hendaklah disertai dengan
meninggalkan apa yang dia(syetan) sukai dan kita ganti dengan apa yang
Allah SWT sukai dan tidak sekedar ucapan saja.
Adapun orang dalam membaca Al-Qur'an ada tiga macam: seorang yang
lidahnya bergerak akan tetapi hatinya lalai, orang yang lidahnya
bergerak dan hatinya mengikuti lidahnya maka dia mamahami dan mendengar
apa yang dia ucapkan seperti dia mendengarnya dari orang lain ini
adalah derajat Ash-habulyamin, dan orang yang hatinya mendahului makna
yang dia ucapkan kemudian baru lidahnya membantu hatinya kemudian
menterjemahkannya, terjemah makna dari baca'an tersebut adalah sbb:
Jika kita mengucapkan "بسم الله الرحمن الرحيم" maka niatkanlah
mencari barakah dalam memulai membaca firman Allah SWT, maka
mengertilah bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya. "الحمد لله"
maknanya: bahwa syukur itu hanya kepada Allah SWT, karena semua nikmat
adalah dari-Nya. Jika ada seseorang yang menyangka bahwa nikmat yang
ada padanya adalah dari selain Allah SWT maka dalam dia mengucapkan
basmalah dan hamdalah ini terdapat kekurangan.
Jika kita mengucapkan: " الرحمن الرحيم " maka dalam hati kita
hendaklah ingat macam-macam kelembutan Allah SWT agar jelas rahmat
Allah SWT kepada kita, InsyaAllah akan mendatangkan harapan kita.
Kemudian kita rasakan dalam hati kita perasa'an takut dan mengagungkan
dengan ucapan: "مالك يوم الدين" . kita mengagungkan Allah SWT karena
tiada raja kecuali Dia, kita merasa takut dari hari pembalasan dan
perhitungan dimana Dialah yang memikinya. Kemudian kita perbaharui rasa
ikhlas kita dengan mengucapkan: " إياك نعبد" kemudian perbaharuilah
rasa tidak mampu, rasa membutuhkan serta mohon dibebaskan dari
kejahatan dengan mengucapkan: وإياك نستعين" kemudian telitilah bahwa
keta'atan kita kepada Allah SWT ini tidaklah mudah kecuali dengan
pertolongan-Nya dan juga ini adalah anugrah dari-Nya karena telah
memberi kita taufik agar berbuat tha'at kepada-Nya serta menjadikan
kita sebagai ahli Munajat-Nya, jikalau Dia mengharamkan kita dari
taufiq niscaya kita menjadi orang-orang yang tertolak bersama dengan
syetan yang terlaknat. Kemudian jika kita telah selesai membaca
ta'awudz dan selanjutnya, tentukanlah perminta'an kita kepada Allah SWT
dan janganlah kita meminta kecuali sesuatu yang paling penting,
kemudian ucapkanlah: " اهدنا الصراط المستقيم" yang telah membawa kita
menuju jalan-Nya. Kemudian tambahkanlah dengan keterangan dengan
orang-orang yang telah diberi nikmat berupa hidayah kepada mereka yaitu
para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada' dan orang-orang
shaleh, bukannya orang-orang yang telah mendapatkan kemurka'an dari-Nya
yaitu orang-orang kafir, serta orang-orang yang condong seperti orang
yahudi dan nashrani, kemudian mohonlah dikabulkan dengan mengucapkan:
"Amin".
Kemudian jika kita membaca surat dari Al-Qur'an hendaklah kita memahami
apa yang kita ucapkan, janganlah lalai dari perintah, larangan, janji,
ancaman, serta kisah-kisah para nabi, serta mengingat anugrah dan
kebaikan-Nya. Setiap sesuatu mempunyai hak, sedangkan harapan merupakan
haknya janji, takut merupakan haknya siksa'an, bersungguh-sungguh
merupakan haknya perintah danlarangan, mendengarkan merupakan haknya
nasehat, bersyukur merupakan haknya menyebut anugrah, mengambil ibrah
merupakan haknya mendengar kisah para Nabi.
Adapun ketika kita bersujud dan ruku' maka hendaklah kita memperbaharui
mengingat kebesaran Allah SWT, kemudian kita mengangkat tangan kita
dengan mengharapkan ampunan Allah SWT dari siksaan-Nya dengan
memperbaharui niat kita dalam mengikuti sunat Rasul SAW dalam shalat
ini. Kemudian kita ulangi kembali rasa kerendahan dan ketundukan kita
dengan ruku'. Kemudian kita berusaha untuk lebih menipiskan hati kita
serta memperbaharui khusyu' kita, dan kita merasakan betapa rendahnya
diri kita dihadapan-Nya dan betapa tingginya tuhan kita, kemudian kita
mulai bangun dari ruku' dengan berharap agar Allah mengasihi kita untuk
memperkuat harapan kita dengan mengucapkan: " سمع الله لمن حمده" yakni:
menjawab orang-orang yang telah bersyukur. Kemudian kita bersyukur
kembali dengan mengucapkan: " ربنا لك الحمد" kemudian kita
perbanyak lagi dengan mengucapkan: " ملء السماوات والأرض" kemudian
kita mulai menunduk untuk bersujud yang merupakan derajat ketenangan
paling tinggi kemudian kitapun menempatkan anggota yang paling mulia
kita yaitu wajah kita pada tempat yang paling rendah yaitu tanah. Jika
kita mampu untuk menjadikan antara keduanya batas dengan meletakkannya
di atas tanah langsung maka itu lebih bagus, karena itu akan lebih
membuat lebih khusyu'.
Ketika kita meletakkan wajah kita ke tempat yang rendah maka ingatlah
bahwa kita telah meletakkan sesuatu kepada asalnya karena sesungguhnya
kita dari tanah dan kitapun akan kembali menjadi tanah, pada sa'at ini
perbaharuilah keagungan Allah SWT kemudian katakan: " سبحان ربي
الأعلى" kemudian kuatkanlah dengan mengulang-ngulangnya karena satu
kali mempunyai pengaruh yang lemah, kemudian kita angkat kepala kita
dengan mengucapkan takbir dan meminta keperluan kita dengan
mengucapkan: " رب اغفرلي وارحم وتجاوز عما تعلم " atau do'a lain yang
kita inginkan, kemudian perkuatlah tawadhu' dengan
mengulang-ngulangnya, kemudian kembalilah sujud lagi seperti diatas.
Ketika tasyahud maka hendaklah kita duduk dengan penuh adab dan
perjelaslah bahwa semua yang kita persembahkan dari berbagai shalawat
serta kebaikan adalah hanya kepada Allah SWT dan juga atas
kekuasa'an-Nya. Ini adalah makna dari: " التحيات " kemudian hendaklah
dalam hati kita mengingat Nabi Muhammad SAW serta akhlaknya yang begitu
terpuji, kemudian katakanlah: السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته
" kemudian hendaklah harapan kita membenarkannya bahwa shalawat ini
telah sampai kepada beliau dan akan dibalas dengan yang lebih baik.
Kemudian kita mengucapkan salam kepada diri kita sendiri beserta semua
hamba Allah yang shaleh, kemudian berharaplah agar Allah SWT membalas
salam tersebut sejumlah orang-orang shaleh. Kemudian kita bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah Rasulullah,
kemudian kita berdo'a di akhir shalat kita dengan do'a yang telah
datang dari nabi dengan penuh kekhusyu'an dan kerendahan diri dan
benarkanlah harapan kita agar dikabulkan, sertakanlah dalam do'a kita
kedua orang tua kita serta orang-orang mukmin lainnya, kemudian
berniatlah dalam mengucapkan salam kepada malaikat dan orang-orang yang
ada disekitar kita dan kita niatkan salam ini sebagai penutup shalat.
Kemudian kita merasa bersyukur atas taufik yang telah Allah SWT berikan
kepada kita berupa sempurnanya keta'atan ini. Kemudian kita rasakan
dalam hati kita perasaan malu akan kelalaian dan kekurangan kita dalam
shalat ini, dan hendaklah kita merasa takut akan tidak diterimanya
shalat kita ini, kemudian kita menjadi orang yang dilaknat oleh Allah
SWT karena dosa lahir ataupun batin, kemudian shalat kitapun ditolak
didepan kita, kemudian hendaklah kita mengharap diterimanya shalat kita
karena kemurahan Allah SWT.
Ini adalah penjelasan tentang shalat orang-orang yang khusyu'...!!!
orang-orang yang menjaga shalatnya...!!! orang-orang yang selalu
mengerjakan shalat...!!! orang-orang yang selalu bermunajat kepada
Allah SWT dengan kemampuan yang mereka miliki...!!!