http://www.english.hadhramaut.info Syekh Ma'ruf Bajamal (Bagian II) [The Source: indo.hadhramaut.info - 24/2/2009] Awal Tahapan Suluk yang Ditempuh Syekh Ma'ruf Bajamal   
        Sejak Syekh Ma’ruf melazimi Syekh Ibrahim Ba Harmaz ia senantiasa mujahadah dalam suluk , dengan ibadah, puasa, membaca al Quran, berkzikir, shalat, dan menyepi. Sampai suatu saat beliau berkata tentang dirinya :”Di awal suluk, aku tidak tidur selama 15 tahun siang maupun malam, tidak makan sampai berhari-hari. Terkadang aku membaca setengah dari al Quran dalam posisi miring, sampai memeramkan mata mengharapkan mataku terhinggapi rasa kantuk akan tetapi mataku tetap tidak merasakan kantuk, setiap malam aku sering melaluinya dengan bertahlil, bertasbih, dan bersalawat kepada Rasulullah Saw sebanyak 40.000 kali.

Sifat dan Akhlaknya
       Beliau berpostur sedang, sosoknya agung, wajahnya berseri-seri, berbentuk bundar, tampak indah, berkulit putih kemerah-merahan, sendu dan lembab, kepalanya besar, berjenggot lebab, berpundak besar, dadanya bidang, bagian perutnya besar, gemuk tapi bukan karena banyak makan, melainkan karena makanan (jiwanya) dengan melihat keindahan dan menyaksikan rahasia kesempurnaan , akalnya jernih, berlisan fasih, memiliki wibawa yang tampak pada lahirnya, dari keningnya terpancar cahaya keagungan. Dalam hal kedermawanan beliau bak samudera yang luas, hujan yang mengucur, dalam zuhud dan wara’ tidak diragukan lagi, dalam istar (mementingkan orang lain) ia memiliki maqam yang luar biasa, mengenai pribadinya Syekh al Faqih al Arif Billah Abdurrahman bin Muhammad Zain Jammal berkata :
Wahai awan kedermawanan yang menurunkan tetesan air hujan kepada kita.
Yang menghujani dengan kezuhudan, takwa dan akhlak yang terpuji.
Menyirami hati yang bersih setelah kegersangannya.
Siapa yang menyambutnya, maka akan tersingkap dan terbukalah segala tabir penutup.

          Beliau tidak pernah menolak orang yang meminta. Suatu ketika ada seorang yang meminta sesuatu, dan beliau tidak mempunyai apa-apa kecuali tikarnya, kemudian tikar tersebut diberikan kepadanya dan beliau rela duduk di atas tanah (tanpa alas).
        Pada suatu waktu beliau mendapatkan rizki berupa 50 muatan kurma yang dikumpulkan para fakir (murid dalam suluk) dari beberepa tempat, beliau memerintahkan untuk menyebarkannya kepada para fakir miskin di daerah itu, dan tidak meninggalkan sesuatupun di rumahnya . Pada suatu hari beliau mendapat 10 muatan pangan, pada hari itu juga disebarkan untuk dibagikan.
       Beliau memiliki kasih sayang yang tinggi, memperhatikan siapapun yang beriman, walaupun bukan dari orang-orang yang mencintainya, bahkan kasih-sayang beliau tercurahkan juga kepada orang yang menentangnya.
       Mengenai kepribadiannya al Faqih Abdurrahman bin Abdullah bin Syuaib berkata: “Suatu saat aku bersama tuanku Syekh Ma’ruf –semoga Allah menyucikan arwahnya – kemudian beliau memanggilnya muridnya Syarahil dan berkata: “Susungguhnya si fulan- beliau menyebut seseorang dari penduduk daerah itu – mendekati kematiannya, kita wajib memperhatikannya dalam rangka silaturrahmi, pergilah kepadanya sekarang dan temui dia agar bertaubat kepada Allah SWT sebelum menemui ajalnya. Sesungguhnya ia pernah berkumpul dengan orang yang menentang (suluk)”. Seketika Syarahil bergegas kepada orang yang dimaksud, setelah Syarahil sampai kepadanya dan menceritakan apa adanya, dengan segera orang tersebut menangis sejadi-jadinya dan berkata: “Aku bertobat kepada Allah SWT atas apa yang telah aku lakukan” ia menyesal atas perbuatannya, lantas meninggal dunia. Syarahil kembali dan menceritakan kejadian itu kepada tuanku Syekh Ma’ruf”.
        Syekh Ma’ruf – semoga Allah merahmatinya - senantiasa mementingkan orang lain dalam setiap keadaannya lahir maupun batin,  selalu memerhatikan sahabat dan tamunya, ia tidak berkata kepada mereka kecuali kebenaran walaupun hal itu pahit ia rasakan, memperlakukannya dengan laik dan mengutamakannya.
       Dari kesempurnaan pekerti terhadap sahabatnya, beliau tersakiti jika sahabatnya merasakan sakit, meringankan beban sahabatnya jika didzalimi dan disakiti oleh orang badui atau orang-orang bodoh dengan kelembutan, kebaikan, doa dan pertolongannya.
      Beliau juga seorang pemaaf dan dapat menerima segala cercaan dari orang yang menentang dan mencelakainya. Menerimanya dengan perlakuan yang baik, doa dan perhatian. Sebagai indikasi, beliau pernah berkata : “Demi Allah, tidak ada padaku pembedaan antara lawan dan kawan, bahkan aku tidak dapat membedakan (dalam mahabbah) antara dua orang lelaki yang menemuiku, salah seorang dari keduanya memukul kepalaku dengan cangkul, sedangkan yang lain mencium kaki ini”, sembari memukul kaki dengan kedua tangannya.
       Sikap ini, merupakan bias dari maqam ridla setelah matinya nafsu, di mana seorang hamba senatiasa merasakan keberadaan tuhannya dalam setiap hal, di dalamnya tidak terdapat pengaruh pujian atau hinaan. Namun segala urusan dikembalikan kepada Sang Pemilik segala urusan. Rela dengan keadaan yang menimpanya dalam bentuk apapun.
     Disebutkan juga mengenai kerelaan hati dan pemaafnya, beliau pernah berkata: “Sesungguhnya kasih sayang dan pertolongan kami terhadap siapa yang tersakiti lebih besar dari yang lain.” Penyusun berkata : sebagian dari yang hadir berkata : dalam benakku aku berbisik : “Siapa yang menyakiti Syekh ini maka ia akan tertimpa…..” sebelum aku menyelesaikan kata hatiku, seketika Syekh berkata : “Hal itu mungkin karena ghirah (kecemburuan) Allah kepada siapa yang menyakiti hambanya, maka mendapatkan balasan tanpa ia minta.”
       Beliau – semoga Allah meridloinya – senantiasa berbaik sangka terhadap siapun yang beridentitas muslim, dalam ungkapannya: “Tidak ada seorang muslim duduk bersamaku kecuali aku bertawassul dengannya kepada Allah SWT, dengan sir (rahasia Allah) yang dititipkan Allah kepadanya, untuk terkabulnya hajatku dan hajat umat Islam, walau ia seorang budak perempuan yang membawa tempat air”. Dari itulah sebagian kalangan berkata:
Kebaikan pekertinya meliputi semuanya, ia adalah pemimpinnya.
Ilmu ladunni, ilmu dan sifat kenabian, Allah SWT telah berkehendak hal itu.
Cahaya kewalian dan inayah tampak jelas pada sosoknya, akan tetapi tabir menghalanginya.
Menghalangi siapa yang tidak dapat melihat dengan mata hati (bashirah), dan matahari tidak dapat menerangi (jalan) orang yang buta.
      Beliau memiliki kebeningan rasa, dirinya sering terbawa oleh perasaan (tawajud) dan bergerak terhadap perkataan orang, atau dengan apa yang didengarnya.  Kemudian hal itu tertanam kokoh di akhir kehidupannya, ketika maqamnya sempurna, sehingga dirinya diliputi ketenangan dan ketentraman, beliau diberikan kekokohan dan kemantapan yang tidak diberikan kepada yang lainnya. Beliau – semoga Allah SWT meridloinya – mengagungkan kehormatan agama dan syiar syariat Muhammad Saw. Menghiasi diri dengannya lahir dan batin berikut hakekatnya.
       Penyusun kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” berkata : aku mendengar ayahku berkata : “aku mendengar Syekh berkata :”Barang siapa yang ingin menanyakan kepadaku tentang masalah dari madzhab yang empat, maka bertanyalah” .
      Beliau sangat beradab terhadap para wali-wali besar, menafsirkan apapun yang terucap dari lisannya dari perkataan ataupun tindakan dengan adab yang tinggi. Beliau berkata : “Sungguh, perasaan hatiku tidak terganggu dan mengkritik apa yang terjadi kepada Syekh Ismail al Maghriby dan Syekh Ibn al Arabi serta pengikutnya. Akan tetapi aku mengais barakah dari mereka, menerima semua apa yang dikatakannya tanpa ragu, dan mengembalikan segala musykil di dalamnya kepada Allah SWT”.
      Beliau berkata : “Kami tidak mendapatkan sesuatupun dari urusan dunia kecuali aku memeriksanya hingga tampak padaku bahwa itu dari barang halal, dan Allah SWT menampakkan hal itu .
      Beliau berkata dan bersumpah : “Tidak seorangpun dari orang mukmin yang tertimpa musibah, kecuali musibah itu seakan menimpaku, tidak seorangpun tersakiti dengan pukulan atau lainnya hingga anjing dan yang lebih lebih lemah, kecuali aku merasa tersakiti, dan hal itu berbekas pada jasadku .

Sanjungan Ulama Kepada Syekh Ma'ruf Bajamal
       Syekh al Faqih Muhammad bin Umar Jammal dalam kitabnya “al Kifayah al Wafiyah fi Idlahi Ba’di Kalimat al Sufiyah”  berkata : “Ketahuilah bahwa tuan dan guruku al Arif Billah al Rasikh Abu Muhammad Ma’ruf bin Abdullah Muadzin Jammal – semoga dengannya Allah memberikan manfaat – telah melampaui ahli zaman dan daerahnya. Kepadanyalah dikembalikan makrifat, zuhud dan kemantapan. Pangkat dan derajatnya  tak tertandingi oleh siapapun .
      Pada suatu malam beliau pernah berdoa sepanjang malam dengan doa berikut: “Ya Allah sempurnakanlah kebajikanmu kepada Ma’ruf di dunia dan akhirat, anugerahkanlah kepadanya kesempurnaan dengan keselamatan dunia akhirat, karena tidak ada wasilah (perantara) kepadamu kecuali kebajikanmu, tidak ada yang lebih pengasih dari pada engkau, wahai Yang memiliki banyak kebaikan, wahai Yang terus memberikan ma’ruf (kebaikan)”.  
      Syekh Ahmad bin Sahl berkata : “Kami bersaksi bahwa Syekh Ma’ruf lebih utama dari para Syekh yang tersebut dalam risalah al Qusyairiyah”. penilaian seperti ini – walaupun terdapat sanjungan yang berlebihan terhadap Syekhnya – namun kenyataannya ada sisi benarnya. Para Syekh berkata : “Maksud dari perkataan tersebut secara kontemporer, bahwa Syekh Ma’ruf dalam pandangan orang sezamannya yang karenanya mendapatkan kedekatan dengan Allah SWT, lebih utama dari mereka yang manfaatnya hanya terbatas kepada orang zamannya saja. Pengutamaan disini tidak berarti syumul (luas, konfrehensif)  akan tetapi terbatas pada zamannya saja. Sebagaimana para mufassir dalam menafsirkan  ayat Bani Israil :

æÃäí ÝÖáÊßã Úáì ÇáÚÇáãíä 
 
Artinya : “Dan aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.
        Kata “al Alamin” (seluruh penghuni alam) menurut pendapat di atas terbatas kepada para penghuni zamannya saja. Dan begitulah dalam setiap ibarat terdapat hal yang berlebihan dalam menyikapi Syekhnya sesuai dengan lisan zamannya.  
       Dalam hal ini Syekh al Syawwaf pengarang “Qasah al Asal” menyanjung Syekh Ma’ruf dengan kasidah haminiyah sekitar 100 bait di antaranya sebagai berikut :
Seperti Syekh Ma’ruf ini makrifat didapatkannya
Nihayat para Sayyid adalah permulaan pangkatnya.
Penghidup agama untuk ahli agama, hal itu tampak pada hal nya.
Al Ismu al A’dam (nama-nama yang agung) dalam namanya berada dalam kesempurnaanya.
Sumber  sidq (kebenaran) lautan cahaya, semuanya keagungan.
Tempat berkumpul, arwah dari semuanya, serta semuanya kembali kepadanya.
Pelaksana kasyf dan perilaku (baik) dalam segala tindakannya
Berbangga dengan Islam, banyak yang merayakannya.
Tidak ada suatupun di dunia ini yang baik, sebaik dirinya.
Penghias makhluk, bagi para ahli ilmu atau orang-orang bodoh.
Sosok Syekh para ahli tasawuf, andaikata jiwaku sebagai penebusnya.
Wakil dari ahli kewalian dan pengemban risalah.   

       Seorang wali kesohor Sayyid Syekh Syihabuddin bin Syekh Abdurrahman bin Syekh Ali bin Abu Bakar Alwy – dengannya semoga Allah memberikan manfaat – berkata : “ Syekh Ma’ruf ibarat umat, dan tanda dari kebesaran Allah SWT. Andaikata para Syekh bersamanya, niscaya mereka akan mengakui akan kelayakannya sebagai pemuka. Maqamnya telah melampaui mereka.” Beliau juga berkata : “Syekh Ma’ruf, ma’ruf (dikenal) di langit, dan ma’ruf  (dikenal) juga di dunia”.

Syekh Ma'ruf Bajamal Berdakwah
      Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” disebutkan : “Bahwa Syekh Besar Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz, Syekh dari Syekh Ma’ruf pada tahun 928 mengizinkannya untuk tampil dan membuat majlis untuk mengajak umat kepada Allah, sejak itu ia mendapat gelar Syekh  . Dan itu bertempat di masjid al Khauqah di daerah Syibam, para fakir (pencari jalan akhirat) berkumpul seperti biasa pada tanggal 27 bulan ramadlan. Saat itu umurnya 35 tahun, Syekh Ma’ruf melakukan apa yang diperintahkan oleh Syekhnya. Beliau tampil dalam mimbar dakwah, menyampaikan wejangan di malam pertama dan berdzikir hingga perempat malam. Penyusun berkata : “Syekh Ma’ruf menyampaikan sesuatu yang dapat menerangi akal pikiran, dan para tokoh mengakui akan keutamaannya”.
       Al Faqih al Kabir Usman bin Muhammad al Amudy berkata: “Kami merasakan dalam hati kejernihan dan kegembiraan di saat Syekh Ma’ruf tampil ke depan umum, kutemukan di daerah ini nafhah (semisal ketentraman) dari nafahat Allah SWT, yang menyirami hati, hal ini adalah pertanda dari kutub (dalam kewalian).
       Syekh al Faqih Ali bin Ali Ba Yazid berkata : “Di kala Syekh Ma’ruf mulai berkiprah dalam dakwah mengajak manusia kepada Allah SWT. Aku melihat Rasulullah Saw. Sedang duduk, di samping kanan dan kirinya Abu Bakar Ra. Dan Umar bin Khattab Ra. Syekh Ma’ruf duduk di antara keduanya, lantas Rasulullah Saw. Memujinya dengan sanjungan secara panjang lebar, sedangkan al Siddik Ra. Menyampaikan bait berikut ini :
Di setiap zaman ada seorang panutan yang disuri tauladani, dan di zaman ini, tidak diragukan lagi engkaulah satu-satunya panutan itu.
Sambil menunjuk dengan telunjuknya kepada Syekh Ma’ruf, dengan itu bertambah kuatlah keyakinan dan kecintaanku padanya .

       Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” Hal. 109 disebutkan : “Sesungguhnya tuanku Syekh Ma’ruf semoga Allah meridloinya melaksanakan dakwah mengajak manusia kepada Allah SWT dengan sempurna, kebangkitan yang tidak pernah dilakukan oleh para Saadah yang mulya, beliau benar benar professional dalam bidangnya, membangun sendi-sendi agama, membina kembali apa yang telah Rasulullah Saw sunnahkan. Senantiasa memberi makanan dan silaturrahim, berbuat baik kepada kaum fakir, janda, anak yatim. Sosoknya kesohor ke seluruh penjuru, banyak dikunjungi oleh para ulama dan Syekh, para pemimpin dan penguasa, menarik yang jauh untuk mendekat kepadanya. Dakwahnya meliputi orang baik dan jahat, dikunjungi manusia dari setiap penjuru, banyak yang menjadi muridnya, para pendengar nasehatnya yang terdiri dari para ulama, para Syekh dan murid  lebih dari seribu orang. Dengannya Allah menghidupkan agama, menunjuki orang – orang Islam, memakmurkan daerah dan menundukkan orang-orang lalim dan durhaka, memperbaiki kerusakan lahir maupun batin, bersitan cahayanya berpijar di setiap penjuru, yang bersitannya menimpa umat Islam, yang dikenakan (dimanfaatkan) oleh sebagian besar penghuni Yaman, Syam, Sawahil, Jazan, Tihamah, Sa’dah, dll. Banyak dari para pemuka dan tokoh-tokoh dari Saadah para syarif dari keluarga Ba Alawy, keluarga Ba Jammal, keluarga Ba Harmaz, keluarga Ba Raja’, keluarga Ba Kasir, keluarga Ba Qusyair, keluarga Ba Fadal, keluarga Ba Syurahil, keluarga al Faqih bin Mazru’ dll.
       Beliau berkumpul bersama muridnya di masjid al Khauqah hingga tahun 932. Setelah Syekhnya memerintahkan agar memakmurkan masjid al Maqdasy, yang mana saat itu mengalami kerusakan dan dihuni oleh binatang. Masjid tersebut dibangun sejak lama yaitu tahun 636, setelah itu mengalami kerusakan dan tidak menyisakan peninggalan, hingga dimakmurkan oleh Syekh Ma’ruf dengan baik, kemudian di situ dibangun tempat air minum, para fakir (murid yang menempatinya) kemudian mewakafkan sadakah jariyah di situ. Syekh Ma’ruf berdakwah di masjid ini. Kemudian seorang murid yang shaleh Umar bin Muhammad Ba dzib dan saudaranya yang Abu Bakar dengan ikhlas mewakafkan tempat yang dikenal dengan “al Zahir” untuk dijadikan jabiyah (semacam jading) di masjid al Maqdasy, serta menjadikan Syekh Ma’ruf sebagai nadzir. Kemudian siapapun yang menisbatkan dirinya kepada Syekh baik lewat jalur kerabat maupun kebersamaan (sebagai murid), di tempat itu dibangun sebuah kamar. Syekh memperluas kamar tersebut dan menjadikannya sebuah rumah yang ditinggalinya untuk beberapa lama.
       Wejangan dan nasehat disesuaikan dengan kondisi pendengarnya, dan tidak berdasar kepada keadaan, maqam, ilmu dan dzauq dirinya. Ketika menyampaikan pelajaran beliau bagaikan lautan luas, akan tetapi kata-katanya tidak ada yang dapat dihafal kecuali hanya sedikit. Sebagaimana seorang penyair berkata :
Hanya sedikit yang dapat kami hafal dari apa yang kami dengar, dan banyak yang kami lupakan dari apa yang telah kami hafal.

Murid Syekh Ma'ruf Bajamal
    Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauff” Hal. 110-111, disebutkan : “Syekh Ma’ruf memiliki murid-murid khusus dari para ahli suluk, berkumpul dan saling tolong-menolong antar sesama, tidak meninggalkan perintah dan larangannya, jumlah mereka sekitar 100 murid, mereka semua meninggalkan apa yang dicintainya (dari dunia) dan apa yang menjadi kesenangannya, dari keluarga, harta, dan anak.
    Syekh Ma’ruf membagi tingkatan muridnya kepada tiga bagian :
Tingkatan pertama : terdiri dari para murid yang kewajibannya sibuk dengan ilmu Allah, kitab-kitab hakekat, persaksian keindahan yang mulya, mabuk dengan cinta kepada Allah, mengenal Asmaul Husna dan sifatNya yang agung, berada di atas uns (ketentraman) sehingga ia dapat menyaksikan cahaya dan khazanah rahasia-rahasia-Nya, dan dikibarkan kepadanya bendera kewalian.
       Tingkatan kedua : Para murid yang berkewajiban menyebarkan ilmu syariat dengan talaqi (metode membaca kitab) dan mendapatkan kitabnya, sembari mempelajari kitab-kitab kerohanian dan sekali-kali menyimak pelajaran Syekh.
     Tingkatan ketiga : Para murid – tingkatan orang awam – yang kewajibannya memperhatikan apa yang seharusnya diketahui dalam agama dan dunianya, dari masalah ibadah, muamalah. seperti kitab “Bidayah al Hidayah”, “Mukhtashar al Faqih Abdullah BalHaj”, “Kanz al Mutasabbib al Naqy al Mutawarri’” karya al Faqih Muhammad bin Umar Jammal.
       Mereka semua bertempat tinggal di sebuah rumah, dan kebanyakan waktunya i’tikaf di masjid tidak keluar kecuali untuk mencari nafkah atau keperluan. Sebagian mereka ada yang bermujahadah dengan puasa terus-menerus.
       Beliau bersama para fakir (murid) mempunyai majlis (pelajaran) setiap habis shalat ashar sampai matahari terbenam. Tidak seorangpun yang absen, masing-masing mereka memiliki tugas (wird, hizb) sesuai dengan tingkatannya .
       Menurutku (penulis) : “Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” kebanyakan murid dari Syekh Ma’ruf tidak tercantum, adapun yang penulis sebutkan disini bersumber dari beberapa informasi yang diperoleh dari beberapa orang. Di antaranya : Syekh al Faqih Ali bin Ali Ba Yazid, Syekh Husain bin Abdullah Fadal, Syekh Abu Bakar bin Salim Ba Alawi , Syekh Umar bin Muhammad Ba Dzib , dan saudaranya Abu Bakar, Syekh Muhammad bin Umar Ba Jammal, Syekh Abdullah bin Muhammad Ba Hanin  , Syekh Salim bin Mahmud al Jazani , Syekh Ali al Hini al Sa’dy , Syekh Muhammad bin Umar Jammal, Syekh Muhammad bin Muhammad Syuaib, Syekh Ahmad bin Abdurrahman Ma’dan, dan seorang pecinta Ahmad Mashfar, Haydarah bin Umar, Muhammad Ba khalil, Muhammad al Qaity, Mubarak bin Ziyad, Ahmad bin Umar Ba Ziyad, Ahmad Ba Syuwaih al Amudy, Syekh al Arif Billah al Khatib Umar bin Abduurrahman Ba Raja’ , Syekh Sa’ad bin Abdullah Ba Raja’ , Abdurrahman bin Ahmad Syuaib, Syekh Muhammad bin Ahmad bin Salim Jammal, Syekh Muhammad bin Abdullah Bahraq, Syekh Mahfud bin Umar Abbad, Syekh Abu Bakar bin Muhammad Bashab al Hijrani, Syekh Muhammad bin Ali Umar, Syekh Ali bin Umar bin Ja’far, Syekh Fadal bin Ibrahim Fadal, Syekh Husain bin al Faqih Abdullah Bal Haj, dan seorang pencinta Rabi’ al Syabuti, Syekh Ahmad bin Sahl, al Faqih al Shaleh Fadal bin Umar al Hijrani.

Besambung..