Syahidul Hal
“Beliau hidup dengan menjauhi dunia yang fana ini, zuhud dengan apa
yang ada di dalamnya, tidak memandang kepada dzat manusia apalagi
terhadap apa yang ada di tangannya, kecuali hamba Allah yang shaleh dan
ahlubait Rasulullah Saw.
Maka ia sangat beradab dan menghormatinya. Menampakkan kepadanya kebenaran cinta, menempatkan mereka di hatinya tempat yang tinggi, demi mengharap pahala di sisi Allah yang didapatnya dengan melakukan sebab-sebabnya”
Ahli sejarah, Ahmad bin Muhammad Ba Nafi’ Abu Najmah, dikutip dari kitab “Tarjamah al Syekh Ubaid” Hal. 11.
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan sebab, untuk menjaga peninggalan para Syekh yang tercinta, dan kami bersyukur atas nikmat Islam dan cinta kepada orang-orang yang shaleh walaupun kita belum mampu untuk berbuat seperti apa yang mereka perbuat. Memohon kepada Allah agar mencatat kita bersama mereka dan dari golongan mereka serta berada dalam barakahnya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. “Seseorang itu bersama orang yang dicintainya”. Shalawat dan salam kepada sang tercinta yang dicintai, Sayyiduna Muhammad Saw. Seorang hamba yang sangat dekat dengan tuhannya. Beserta keluarganya yang mulya, para sahabatnya yang kesohor, berikut mereka yang berada di atas ajarannya, menempuh jalannya demi mengharap kerelaan tuhan sekalian manusia, dari hari ini hingga hari akhir.
Tulisan ini merupakan riwayat hidup ringkas tentang tokoh abad kesepuluh yang mana sosok dan kepribadiannya telah mengharumkan daerah, bermanfaat bagi manusia, kami tuliskan dengan gaya bahasa kami yang bersumber dari manuskrip lama ditulis oleh Ahmad bin Muhammad Ba Nafi’ yang bergelar Abu Najmah, sebagaimana diisyaratkan bahwa beliau menukil dari lembaran-lembaran yang berada di Syekh al Hasan Ba alHaj Ba Jafir salah seorang murid dari Syekh Ubaid. Gaya bahasanya sesuai dengan keadaan di zamannya, akan tetapi kami berusaha sebisa mungkin untuk menulisnya dengan gaya yang lebih dipahami oleh generasi kita hari ini, sehingga mereka dapat membaca hakekat dari tokoh-tokoh Islam, tokoh-tokoh sufi, dengan bahasa zamannya.
Dalam biografi ini para pembaca akan menemukan hal-hal yang ajaib dan menarik, bentuk kebaikan, orang-orang pilihan, dan beberapa karamat , dari pribadi yang benar-benar memenuhi apa yang telah mereka tetapkan (janjikan) atas Allah. Apalagi Syekh Ubaid berasal dari daerah yang tidak terjamah oleh ahli sejarah saat ini, untuk mengupas sejarah tokoh-tokohnya. Karena kebanyakan buku-buku sejarah dan biografi perhatiannya hanya sebatas daerah Hadramaut dan sebagian tokoh daerah ibukota seperti Sanaa, Zabid, Aden, dan Abyan, dan lalai dengan daerah-daerah tengah, yaitu daerah antara Aden dan Hadramaut, yang meliputi daerah Dastinah, al Awaliq, al Awadzil, perkampungan al Wahidy, Baihan, Hajar, dan daerah sekitarnya.
Daerah ini oleh para sejarawan Hadramaut dinamakan dengan “Arld al Qiblah”. Banyak para pencari ilmu yang berasal dari daerah tersebut, keluar menuju Tarim, Seiyun, dan Iynat, untuk menimba ilmu pengetahuan sekitar abad ketujuh dan kedelapan hingga abad empat belas Hijriyah. Setelah itu mereka kembali ke daerah masing-masing dan menyebarkan ilmunya serta berdakwah mengajak ke jalan Allah. Menghubungkan tradisi dan ibadah antara daerah “Ardl al Qiblah” dan Hadramaut.
Kehidupan Syekh Ubaid adalah contoh dari sekian bentuk-bentuk dakwah kepada Allah di daerah al Awaliq dan sekitarnya. Di bawah naungan bendera madrasah Bani Alawy yang bertempat di Hadramaut, khususnya ketika tampilnya sosok Syekh al Kabir Abu Bakar bin Salim Sahib Iynat kepermukaan. Syekh Ubaid memiliki hubungan erat dan sanadnya bersambung kepadanya, sehingga ia bernisbat kepadanya. Bahkan kiprahnya di daerah al Awaliq juga berkat Syekh Abu Bakar bin Salim.
Salah satu indikator bahwa kharisma dan pengaruh Syekh Abu Bakar bin Salim dalam era ini melampaui lainnya, khususnya di daerah Ardl al Qiblah, adalah kemampuan keturunan dan murid-muridnya menguasai daerah yang dihampirinya tanpa menggunakan senjata maupun harta. Melalui isyaratnya sebagian muridnya ada yang menguasai daerah Yafi’. Dan sultan daerah Yasybum Solah bin Baqib berpindah dari Ibukota kesultanan Yasybum menuju Nisab, hal tersebut karena kharisma dan pengaruh Syekh Ubaid bin Abdulmalik yang besar di daerah al Awaliq. Mengenai hal ini terdapat ungkapan Sultan tentang Syekh Ubaid, mengakui akan maqom Syekh dan kharismanya. “Tidak dapat berkumpul dua buah pedang dalam satu sarung (pedang)”.
Banyak dari pengikut Syekh Abu Bakar bin Salim dan keturunannya yang berkiprah di daerah Ardl al Qiblah baik dalam posisinya sebagai penguasa daerah, penguasa kerohaniaan dan kejiwaan terhadap kabilah dan daerah.
Syekh Ubaid mengokohkan keberadaan madrasah dan tarekat keluarga Ba Alawy di daerah al Awaliq, mengutus puluhan orang dari penghuni daerah tersebut, berikut kabilahnya keluarga Ba Nafi’, untuk menimba ilmu ke Hadramaut, dengan itu perkembangan tarekat keluarga Ba Alawy semakin lancar, banyak dari mereka yang menjadi alumni dari para Syekh di Tarim, Iynat, Seiyun, Ghurfah, dan Masilah. Mereka kembali ke tempat asalnya dengan kebajikan yang berlimpah berikut madad yang besar. Mereka berpencar di Yasybum, Shaied, Nisab, Ahwar, al Mahfad, dll. Mengemban amanah sebagai hakim, pengajar, imam, khatib dan pendamai hubungan antar sesama.
SEKILAS TENTANG DAERAH AL AWALIQ TEMPAT SYEKH UBAID
Al Awaliq adalah bagian dari daerah di Yaman, daerah ini merupakan komunitas dari kabilah bangsa Arab, dari arah utara terhampar mulai dari teluk India hingga daerah “Qisab Baihan”, dari arah barat terdapat daerah al Awadil, dan dari arah timur terdapat daerah al Wahidy.
Daerah al Awaliq terbagi menjadi dua bagian : al Awaliq al Ulya : Ibukotanya adalah Nisab, dan al Awaliq al Sufla : Ibukotanya adalah Ahwar, mereka menempati daerah pedataran, di antara kotanya adalah al Mahfad, al Haq, dan Labahkhah. Sumber pencaharian penduduk al Awaliq adalah bercocok tanam dan mengembala kambing, mereka disatukan oleh ikatan kesukuan, khususnya kabilah-kabilah di daerah-daerah lama. Daerah al Awaliq terkenal dengan keberaniaannya yang luar biasa dan obsesinya yang tinggi serta antusiasme mereka kepada kebaikan, serta keinginannya belajar ilmu jika menemukan seorang yang memiliki gaya dakwah yang cocok. Daerah al Awaliq termasuk daerah yang seluruh penghuninya menganut dakwah “Alu al Bait al Nabawi” di Hadramaut sejak munculnya ke permukaan. Mereka ikut andil dalam menyebarkan, melindungi tokoh-tokohnya, menyambut keturunan yang mendatangi daerahnya, dengan penghormatan yang tinggi, hal itulah yang membuat banyak dari keturunan dari “Alu al Bait al Nabawi” mendiami tempat tersebut dan berinteraksi dengan penduduknya.
Banyak buku-buku biografi dan sejarah yang mengindikasikan adanya hubungan erat ini, khususnya buku yang yang pembahasannya terfokus terhadap masalah ini seperti kitab “al Syamil” karya Sayyid Alwi bin Tahir, “Badhai’ al Tabut” karya Sayyid Abdurrahman bin Ubaidillah, “al Mawahib wal Minan” karya Alwi bin Ahmad bin al Hasan al Haddad, dalam kitab “al Tharf al Ahwar fi Tarikh Mikhlaf al Ahwar” masalah ini dipaparkan dengan panjang lebar .
Adapun kota Yasybum, tempat kelahiran Syekh Ubaid dan tempat berkembangnya termasuk kota lama dalam sejarah, tercantum dalam catatan kuno. Termasuk daerah yang dikenal dengan kota perdagangan, dihuni oleh komunitas manusia sejak dulu. Di antara mereka adalah masyayekh keluarga Ba Nafi’, kabilah dari Syekh Ubaid, di mana generasinya masih ada hingga kini, kemudian pada abad kedua belas Hijriyah ditempati oleh keluarga al Jufri hingga jumlah yang besar, keturunannya menyebar ke tempat lain dan mendapatkan kedudukan yang berharga dan penghormatan yang tinggi. Generasi awal mereka menorehkan tinta emas dalam suri tauladan yang baik, hingga sikap dan ketetapannya dapat menjadi jembatan antara negara, kabilah dan rakyat.
Orang pertama yang mendatangi daerah al Awaliq dari mereka adalah Sayyid Alwi bin Ali bin Ahmad bin Alwi bin Abdurrahman al Jufri yang terkenal dengan “Maula al Arsyah” murid dari Syekh Abu bakar bin Salim yang di makamkan di Taris. Dengan kedatangannya ini, beliau telah memulai adanya maqam dan kemulyaan yang sangat bernilai untuk generasi keturunannya. Pengarang kitab “al Tarikh al Mu’tamad” , menyebutkan : “Hal tersebut membuahkan pangkat yang agung, kehormatan yang besar di hati para kabilah, hingga tongkat dan dzabalah dari pakaian menjadi Khafir , apalagi salah satu dari anak keturunannya.
Adapun peran keluarga Ba Nafi’ terhadap keluarga Saadah al Jufri merupakan penguat dan penopang dalam setiap hal, dalam rangka mencintai datuknya, mengabdi kepada daerah, rakyat dan menjalankan syariat yang lurus.
SEKELUMIT TENTANG SILSILAH NASAB BA NAFI
Masyayekh keluarga Ba Nafi yang berada di daerah al Awaliq bernisbat kepada Bani Umaiyah, hal itu sesuai dengan catatan yang disimpan oleh mereka, diantaranya yang terpenting adalah tulisan dan naskah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abu Najmah, yang merupakan sumber utama hingga saat ini tentang kejelasan silsilah keturunan Ba Nafi’, secara ringkas isinya sebagai berikut :
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT, untuk mengetahui siapa yang berada pada catatan ini, aku menemukan tulisan orang yang mendengar dari kakek al Alim al Allamah Abdulmalik bin Abdullah al Makhramy Ba Nafi’, dan aku temukan juga tulisan al Faqih Abdullah bin Ali bin Abdulalim bin Abdulmalik bin Abdurrahman Ba Nafi’, ia berkata :
Telah aku temukan catatan nasab yang ditulis oleh al Faqir Abu Bakar bin al Faqih Ali bin Abdulalim Nafi’, bahwa nasab kelurga Nafi’ kembali kepada Bani Umaiyah. Diriwiyatkan pula oleh al Syekh al Kabir al Qutb al Syahir Ubaid bin Abdulmalik –semoga dengan barokahnya Allah memberikan manfaat- amin. Demikian pula apa yang didengar oleh al Faqir Ilallah Ahmad bin Muhammad Abu Najmah dari al Habib Ahmad bin Muhammad al Muhdlar di Ghuirah. Lembah Dauan, dan dari al Habib Ahmad bin Hasan al Attas di Huraidlah, bahwa keluarga Ba Nafi’ nasabnya kembali kepada al Syahid Ustman bin Affan.
Begitu pula menurut Syekh Bin Abu Najmah dari keterangannya yang diperoleh dari al Sayyid Salim bin Ahmad bin Ali bin Umar al Muhdlar, sebagaimana berikut :
Umaiyah bin Abdussyams bin Abdumanaf bin Qushai bin Qilab besambung dengan Rasulullah Saw. Di Abdumanaf, yaitu Sayyiduna Ustman bin Affan bin al Asyh bin Umaiyah bin Abdussyams bin Abdumanaf, dari situlah nasab keluarga Ba Nafi’ bermula.
Penulis silsilah keturunan ini berkata : mereka berasal dari Khurasan, menurut riwayat mereka keluar ke Hadramaut terdiri dari tiga saudara. Kemudian berpindah ke sebuah tempat yang bernama Amd. Salah seorang dari mereka menetap di tempat itu. Dan di Hijrain mereka dikenal dengan keluarga Ba Nafi’. Yang kedua dari mereka mendiami daerah Yasybum di situ ia memiliki pengaruh yang besar dan terkenal dengan gelar ini, ia adalah datuk mereka dan datuk dari keluarga al Haq yang keduanya sekarang dikenal dengan nama “keluarga Ali bin Abubakar” datuk “keluarga Ali bin Hasan” yang mendiami lembah Abdan.
Urutan nasabnya adalah sebagai berikut : Syekh al Murabby Ubaid bin Abdulmalik bin Abdrurrahman bin Muhammad bin Abubakar bin nafi’ bin Muhammad bin Abubakar bin Nafi’ bin Ibrahim al Umawy, ini menurut apa yang tertera dalam naskah asli dalam sisilah nasab Ba Nafi’ . Sedangkan ibunya Fatimah binti Ali dari kabilah yang dikenal dengan nama keluarga Ba Dabij yang tinggal di ujung daerah Yasybum .
Silsilah Ba Nafi telah kami paparkan dalam kitab kami “al Tharf al Ahwar fi Tarikh Mikhlaf Ahwar” berupa pembahasan yang panjang dan mencakup sebagian catatan-catatan dan naskah tentang nasab.
KELAHIRAN DAN PERKEMBANGANNYA
Syekh Ubaid lahir di lembah Yasybum dalam lingkungan keluarga masyayekh yang memiliki ilmu, kedudukan dan kedermawanan.
Diasuh oleh keluarganya dan didorong untuk belajar al Quran, adab, akhlak yang terpuji, menghormati para wali yang shaleh, dari itulah disebutkan : Bahwa beliau semenjak kecil telah menghadap kepada Allah dengan jiwa dan raganya, sibuk dengan ketaatan dan ibadah-ibadah sunnah, dzikir dan shalat. Indikator dari kebenarannya dalam menghadap Allah adalah bahwa beliau setiap bulan ramadlan menghatamkan dua kali alquran. Beliau cenderung dan senang belajar, mengkaji kitab-kitab keilmuan, kitab tafsir dan keilmuannya. Hingga riwayat menyebutkan bahwa beliau membaca tafsir Imam al Baghawi sebanyak lima puluh kali serta mengkajinya.
Mengenai kitab tasawauf dan kerohanian, beliau sangat antusias dalam membaca dan mempelajarinya khususnya ketika beliau sudah menginjak usia tua di antara kitab itu adalah “al Risalah al Qusyairiyah” “Raudl al Rayahin” “al Irsyad” keduanya milik Bin As’ad al Yafi’ie dll.
Beliau senang mendengarkan suara sama’ (nasyid dsb), menghadiri hadrah dzikir sejak kecil, hingga beliau melakukan usaha yang maksimal untuk melestarikan dan menghidupkannya. dengan mengumpulkan banyak orang untuk pelestarian itu.
Kepriabadiannya cenderung dengan akhlak yang terpuji dan interaksi yang baik. Dengan orang-orang khusus maupun dengan orang awam. Hingga banyak orang yang menyukainya dan sangat menghargainya. Adapun dalam birrulwalidain dan melayani kedua orang tuanya sangat tinggi dengan keikhlasan dan lemah-lembut terhadap mereka.
“Beliau hidup dengan menjauhi dunia yang fana ini, zuhud dengan apa yang ada di dalamnya, tidak memandang kepada dzat manusia apalagi terhadap apa yang ada di tangannya, kecuali hamba Allah yang shaleh dan ahlubait Rasulullah Saw. Maka ia sangat beradab dan menghormatinya. Menampakkan kepadanya kebenaran cinta, menempatkan mereka di hatinya tempat yang tinggi, demi mengharap pahala di sisi Allah yang didapatnya dengan mengerjakan sebab-sebabnya” .
Sejak kecil beliau berbeda dengan apa yang biasa dialami oleh anak masyayekh dan pemuka kabilah, ia menampakkan dirinya dengan jalan kefakiran kepada Allah dengan tawadu’, adab, memenuhi hak, hal itu ketika beliau menyadari akan keadaan dirinya dan dalam mengendalikan nafsunya. Hingga ia tidak memiliki ketertarikan kepada perempuan dan tidak beristri. Akan tetapi beliau memerintahkan para sahabat dan orang yang minta pertimbangan kepadanya untuk kawin dan membantu mereka untuk hal itu, agar mereka terjaga dari hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh agama .
Salah satu dari keajaiban dari Syekh ini adalah pengaruh dari tawajjuhnya kepada Allah tampak pada lingkungan yang kebanyakan penghuninya bercocok tanam dan bertani, beliau juga bekerja seperti halnya masyarakat, akan tetapi tentunya dengan perbedaan hal, tabiat dan kebiasaan. Mengenai hal itu beliau berkata saat itu : “Suatu saat aku berpuasa dan bekerja, dan aku berniat untuk melanjutkannya beberapa hari sebagai mujahadah terhadap nafsu, saat itu aku sedang bercocok tanam di saat musim menanam gandum dan bibitnya serta pekerjaan masna , sejak dari fajar hingga malam, aku tidak mungkin untuk duduk (beristirahat) walau sesaat. Saat itu aku bersama dengan orang-orang dan mereka tidak mengetahui keadaanku serta keberadaanku di antara mereka, tidak melihatku kecuali seperti mereka. Dan nafsuku menuntutku untuk meminum air dan bajuku adalah dalq – jurm - dan mengejangkan pinggangku dengan keras, sedangkan atam air mengikuti, aku terus mencegah (nafsuku untuk minum) hingga aku putus asa, saat itu aku melihat sesuatu keluar dari mulutku hingga terjatuh ke air .
Jiwa Syekh Ubaid senantiasa berpetualang dan merambah kepada tempat-tempat mulya, amal perbuatan yang shaleh hingga berpengaruh dalam keadaan tidur melalui mimpi-mimpinya yang benar, di antaranya : mimpinya bersama para tokoh salaf yang shaleh yang kesohor pada zamannya atau sebelumnya. Dalam hal ini beliau berkata: “Aku melihat seakan diriku berada di antara tuan dan guruku dari Saadah, para masyeyekh yang mulya, Syekh al Kabir Abdullah bin Abubakar al Aidrus, berikut saudaranya Syekh Ali bin Abubakar al Sakran, aku merasa seakan anak dari Syekh Ali tanpa keraguan sedikitpun pada diriku terhadap hal itu. Dan aku merasa tentram tidak mempunyai orang tua seperti beliau. Beliau berkata kepadaku : “Peganglah tangan saudaramu, yaitu Syekh Abu bakar bin Abdullah al Aidrus, kemudian aku pegang tangannya, berjalan di antara keduanya, kemudian mereka berdua mengikuti jejak-jejak kami”.
Mimpi seperti ini dan hal lainnya sangat berpengaruh terhadap kejiwaan Syekh Ubaid, merupakan pendorong yang kuat untuk pergi ke Hadramaut untuk bertemu dengan keturunan yang tersisa dan tokoh-tokoh tersebut.
Dalam naskah makhtut (masih tulisan tangan) tentang biografinya juga disebutkan : Diceritakan bahwa Syekh Ubaid dan Syekh Rabi’ bin Umar di awal perjalanan kerohaniannya, merantau ke Hadramaut dengan kaki tawakal, untuk mengunjungi Syekh Ma’ruf Ba jammal, Muallim Ba Jabir, Muhammad Ba Abbad dan lainnya. Saat itu Syekh Abubakar bin Salim keadaannya masih khumul (tidak tampak dalam masyarakat), beliau sering berburu hewan di daerah-daerah badui.
Besambung...