http://www.english.hadhramaut.info Syekh Ubaid bi Abdul Malik Banafi' (Bagian II) [The Source: indo.hadhramaut.info - 23/4/2009]
Ziarah ke Makam Nabi Hud AS
        Dalam naskah juga disebutkan : Setiap memasuki bulan rajab  Syekh Rabi dan Syekh Ubaid ziarah ke makam Nabi Hud as. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw. Sebelum ziarah mereka mampir di Ghurfah tempat Ba Abbad, kemudian setelah itu mereka menuju Tarim bersama dengan rombongan yang akan ziarah ke makam Nabiyullah Hud as.
    Penulis naskah mengindikasikan bahwa dalam ziarah tersebut Syekh Rabi’ dan Syekh Ubaid mulai mengenal sosok Syekh Abubakar bin Salim. Yang mana saat itu beliau masih berada dalam keadaan khumul (menyepi), saking seringnya ziarah ke Hadramaut maka peluang untuk belajar dan menimba ilmu pengetahuan dari para Syekh di Hadramaut semakin terbuka.

GURU DI AWAL PERJALANAN SULUKNYA.
    Syekh Ubaid mengambil faedah dan menimba ilmu dari banyak Syekh yang agung. Hal itu menimbulkan pengaruh yang kuat dalam membina naluriahnya, meluruskan niat serta meningkatkan semangatnya. Khususnya di awal perjalanan menimba ilmu pengetahuan dan menempuh jalan akhirat, guru-gurunya antara lain :
-    Syekh al Shufi Rabi’ bin Umar
Beliau adalah salah seorang Syekh yang di kagumi oleh Syekh Ubaid, beliau menemuinya di penghujung daerah al Awaliq dan belajar kepadanya, senantiasa mengikuti jejaknya, ketika menyimak dari Syekhnya tentang figur para Syekh dari keluarga Ba Alawy di Hadramaut, kecintaan dan  keinginaan untuk bersama mereka semakin tinggi, begitu pula ia semakin aktif untuk berkunjung, belajar dan mengharap madad dari mereka. Syekh Rabi’ tampil ke masyarakat dengan mengajar suluk, bimbingan kerohaniaan di daerahnya setelah belajar di Hadramaut dari beberapa Syekh yang pernah di temui dalam perjalanannya. Antara lain : Syek Salim Ba Amir dari Ghurfah, Syekh Allamah  Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz. Beliau banyak mengambil pelajaran darinya.
    Syekh Rabi membimbing Syekh Ubaid, dan menjadikan orang terdekatnya. Firasatnya mengatakan akan kebenaran keinginan Syekh Ubaid dan kehausannya kepada tarekat, beliau bersama saudaranya Ahmad bin Abdulmalik sama-sama belajar kepada Syekh Rabi’ .
-    Syekh al Shufi Ma’ruf bin Abdullah Ba Jammal
Beliau adalah Syekh al kabir yang terkenal dengan Abu Muhammad Ma’ruf bin Abullah bin Muhammad al Muadzin bin Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Abu Jammal, nisbatnya kembali kepada kabilah “keluarga Ba Jammal”  yang terkenal di Hadramaut.  
-    Syekh Ahmad Bal Wa’ar al Afif
Beliau adalah awal yang di makamkan di pemakaman Hijrain, termasuk dari tokoh besar dan para wali, dikatakan bahwa Syekh Said al Amudy mengawini putrinya. di karenakan sang putri terbiasa dengan ayahnya ia melihat Syekh Said tidak giat dalam shalat malam, dari itulah ia kembali kerumah ayahnya dan berkata : “Inikah yang menurut ayah memiliki maqom dalam bangun malamnya?” Sang ayah berkata : “Kembalilah kepadanya dan lihat apa yang ia lakukan pada malam harinya”. Beliau kemudian mengirim utusan untuk membawa kabar darinya. Sang putri berkata : “Ketika menjelang fajar ia bangun untuk shalat, kemudian duduk dan berkata : “aku…aku..aku….sekian kali,” ketika kabar tentang Syekh Said sampai kepada Syekh Ahmad bin Said Bal Awar ia berkata kepada putrinya : “Maqam inilah yang belum kita capai..", hal tersebut merupakan isyarat bahwa Syekh Said menjawab panggilan :”Adakah dari hambaku yang minta ampunan? Adakah dari hambaku yang bertaubat? …”.
Syekh Ahmad juga memiliki doa yang di amalkan oleh penduduk Hijrain dan orang-orang yang mengaguminya, dibaca saat menghatamkan al Quran, kami menemukan dalam bentuk tulisan di salah seorang Masyayekh dan keluarga bin Afif, yang pernah kami tuliskan secara singkat tentang doa tersebut. Beliau meninggal pada malam kamis tanggal 5, bulan Rabi’ al Stani tahun 632 H.
- Syekh Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz
      Syekh Ubaid mengambil pelajaran yang tidak sedikit dari Syekh Ibrahim, yaitu ketika beliau bersama gurunya Syekh Rabi’ bin Umar berkunjung ke Hadramaut, Syekh Ibrahim juga memberikan Ijazah, talbis, dan pertemuan kepada Syekh Ubaid, hal itu disebutkan oleh Syekh al Hasan bin Ali Bal Hajj Ba Jafir dalam tulisannya mengenai riwayat hidup Syekh Ubaid, ia berkata : “Sesungguhnya Syekh Ba Harmaz pernah berkata kepada Syekh Ubaid dalam beberpa pertemuan tentang mujahadah nafsunya : “Selama 30 tahun ini tidak pernah terkatup (terpejam) karena ini” yaitu kedua matanya, isyarat tentang tidak dapat tidur kerena dzat Allah, kemudian ia berkata : “Wahai Ubaid, ini bukanlah pujian, sesungguhnya ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang salaf”. Penyusun manakibnya berkata : Syekh Ubaid ini adalah sosok yang terus beribadah dan mujtahid .  
-    Syekh Ahmad bin Abdullatif Ba Jabir, “Shahib Andal”  
Beliau adalah salah seorang dari Syekh Agung yang tersohor dan mempunyai pengaruh yang besar, serta maqom yang tinggi di daerah sekitar Hadramaut, khususnya di lembah Dauan, beliau terkenal dengan kedermawanan dan murah hati, memiliki kehormatan dan jalan hidup yang baik, turut serta dalam aktivitas-aktivitas kebajikan, menyebarkan ilmu pengetahuan dan seluruh waktunya digunakan untuk berdakwah kepada Allah.
     Syekh Ubaid belajar kepadanya di sela-sela kunjungannya ke Hadramaut yang berulangkali melalui isyarat gurunya Syekh Rabi’ bin Umar, terkadang Syekh Ubaid berada di rumah Syekh Ahmad Andal sampai sebulan atau dua bulan .
      Menurut penulis biografinya dalam naskah berbentuk tulisan : “Di antara gurunya adalah Syekh al Muhaqqiq Ahmad bin Abdullatif Ba Jabir Shahin Andal, beliau mendapatkan manfaat yang besar darinya, ketika beliau meminta tahkim dijawab : “Aku tahkim dirimu dalam kitab dan sunnah” Syekh Ubaid berkata : “Aku tidak mampu untuk mengemban hal tersebut kerena masyarakat di daerahku orang badui, bercocok tanam, dan orang tidak mengerti apa-apa” kemudian beliau mentahkimku dengan semampuku, akupun mengemban amanah tahkim semampuku sesuai dengan kitab dan sunnah .
- Syekh Abdul Ghaffar Ba Nafi’
    Beliau berasal dari daerah Yasybum yang banyak ditempati orang-orang shaleh, memperhatikan Syekh Ubaid semenjak dari kecilnya, beliau berfirasat tentang kesuksesan dan kewaliannya. Hal itu disebutkan dalam biografinya Hal. 23 yang membahas seputar perihal masa kecil dan mudanya, antara lain sebagai berikut : “Di awal suluknya beliau membawa kayu bakar yang di letakkan di atas kepalanya menuju ke lapangan desa, pada suatu hari Sultan Solah bin Baqib yang ketika itu bersama dengan al Faqih Abdul Ghaffar Ba Nafi’ berkata : “Wahai Faqih Abdul Ghaffar,apakah engkau tidak melihat kepada anak dari Faqih Abdul Malik melakukan hal ini, ia mengecewakan ayah, keluarga dan merendahkannya, ia membutuhkan adab", kemudian Syekh Abdul Ghaffar berkata : “Wahai Solah, anak ini akan memiliki kharisma yang besar, jika kita masih diberi umur panjang maka kita akan hidup dalam barakahnya”. Kemudian Allah mengabulkan perkataan al Faqih Abdul Ghaffar, sehingga ia bersama dengan sultan solah berikut penghuni timur dan barat berada dalam barakahnya.
Dilanjutkan : “Syekh Ubaid memerangi nafsunya dengan keadaan ini, hingga daulah dan penghuninya menjadikannya sebagai pengemban qada’. Beliau melalui kehidupannya dengan khumul hingga akhir hayatnya. Kemudian beliau di bolehkan untuk tidak memegang qada’ lagi, sehingga dapat konsentrasi dalam beribadah, setelah itu melakukan perjalanan untuk meminta tahkim .
-    Syekh Abdurrahman bin Ahmad Ba Abbad.
Penulis biografinya mengatakan seputar sosoknya  sebagai berikut : “ Beliau adalah Syekh al Kabir al Salik al Nasik al Mujahid al Zahid sisa dari hamba Allah yang zuhud, beliau adalah rahmat bagi sekalian alam Wajihuddin Abdurrahman bin Ahmad Abbad . Hubungan Syekh Ubaid dengan beliau bermula dari sela-sela kunjungannya ke Ghurfah Ba Abbad, beliau belajar darinya, mendapatkan ijazah, talbis, dan kebenaran cinta, beliau adalah seorang Syekh yang agung dan figur suri tauladan.
     Mengenai jalinan hubungan keduanya penyusun riwayat hidupnya berkata : “Di antara Syekh Ubaid dan Syekh Abdurrahman terdapat mujalasah dan inayah semenjak lama. Tampak pada diri Syekh Ubaid kemurnian cinta dan jalinan yang erat, beliau berada di rumahnya sampai sebulan dan dua bulan bahkan tiga bulan disertai gurunya Syekh Rabi’, waktu-waktunya merupakan kebagaian dan ketentraman yang tiada terkira dengan keutuhan cinta yang tidak retak.
      Perasaannya menyatakan tentang halnya, muncullah perasaan yang seakan-akan bersumber dari satu hati, hal tersebut disebabkan oleh kemurnian cinta. Adapun kebiasaan dari Syekh Abdurrahman Ba Abbad adalah ketaatan dan mujahadah dalam beberapa ibadah, membaca ratib, wirid dan berdoa untuk sekalian umat Islam, menyenangi orang-orang pilihan, sosoknya terkesan khumul, berpuasa, semua waktunya hanya untuk beribadah, beliau pernah ditanya tentang hal itu dan bekata : “Aku berkata kepada nafsuku jaraknya tidak jauh, sabarlah hari ini wahai nafsuku, karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi malam ini, bangun malamlah kerena aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, beliau menjalani dengan keadaan seperti ini, mengekang dirinya di masjid disertai bacaan alQuran, dzikir, wirid, hingga beliau memiliki kedudukan yang agung .     
-    Syekh Abu Bakar bin Salim “Sahib Iynat”
Syekh Ubaid mengenal Syekh Abu bakar bin Salim sejak lama, yaitu sebelum beliau terkenal dan tersohor. Mengenai hal ini dalam biografinya yang berbentuk tulisan tangan Hal. 25 menyebutkan bahwa Syekh Ubaid sering berkunjung ke Hadramaut khususnya ketika berziarah ke makam Nabiyullah Hud as. Yang disertai oleh Syekh Rabi’ bin Umar. Syekh Abu Bakar bin Salim saat itu masih dalam keadaan khumul.
      Tatkala figur Syekh Abu Bakar bin Salim muncul kepermukaan  dengan kedudukannya yang tinggi, serta kedudukan Syekh Ubaid juga agung dan kesohor di daerahnya, maka kunjungannya kepada Syekh Abu Bakar bin Salim terus berlanjut. Kunjungan pertamanya bersama rombongan sahabatnya yang disebutkan dalam manuskrip biografinya sebagai berikut : “Setelah hati Syekh Ubaid dipenuhi dengan kecintaan kepada kepada Ahlul Bait yang berdiam di Hadramaut, beliau melakukan perjalanan dari Yasybum bersama dengan muridnya al Ghazali bin Abdullah al Ghazali, serta pelayannya Mursyid dan Salim bin Fadil serta al Hasan bin Ali Bal Haj Ba Jufair, mereka mampir di daerah Ghurfah tempat gurunya Syekh Rabi’ bin Umar, berdiam di situ karena belum mendapat izin untuk pergi ke Hadramaut, tatkala Syekh Rabi’ mengetahui tentang keinginan Syekh Ubaid untuk pergi ke Hadramaut, serta kebenaran niatnya lantas beliau mengizinkannya untuk pergi, dan berkata : “Pergilah kamu dan saudaramu yang lain merantau ke Hadramaut, dan belajar kepada Syekh Abu Bakar bin Salim”.
       Syekh Ubaid beserta rombongan menuju Hadramaut hingga sampai di kota Tarim di mana saat itu terdapat banyak tokoh dari para Asyraf dan Saadah, sekalibar Syekh Ahmad bin al Husain bin Abdullah al Aidrus, Syekh Ahmad bin Alwi Ba Jahdab, al Faqih Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abu Bakar al Sakran, Syekh al Faqih al Alim al Amil Husain bin Abdullah Ba Fadhal. Selama berada di Tarim SyekhUbaid beserta rombongan yang lain belajar kepada tokoh-tokoh tersebut, hingga masuk bulan ramadlan pada tahun itu, mereka berada di Tarim dalam kebahagiaan dan hati yang terang. Pada bulan Ramadlan beliau beserta rombongan menuju ke kediaman Syekh Abu Bakar bin Salim di Iynat. Di sana mereka disambut dengan hangat sesuai dengan maqam mereka. Dalam pertemuannya dengan Syekh Abu bakar bin Salim, Syekh Ubaid mendapat ketentraman dan kelapangan. hal itu merupakan awal pertemuannya dan awal kesepadanan di antara keduanya. Mereka berdua berada dalam mudzakarah hingga mendekati waktu Ashar, setelah itu Syekh Ubaid minta izin untuk kembali ke daerahnya bersama rombongan yang lain. Syekh Abu Bakar bin Salim mengizinkannya, kemudian mereka berangkat sebelum berbuka.
       Setelah kepergian Syekh Ubaid dan rombongan, salah seorang dari keluarga Syekh Abu Bakar bin Salim ada yang menyayangkan kenapa diizinkan pergi sebelum berbuka, beliau merasa berat dengan hal tersebut. Pada malam itu beliau bermimpi didatangi Syekh AbdulQadir al Jailani dan beberapa orang-orang shaleh seraya berkata : “Janganlah kamu merasa berat dengan kejadian itu, sesungguhnya keinginan dari tujuan perjalanannya telah mereka dapatkan bahkan lebih dari yang mereka inginkan”. Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim menulis surat kepada Syekh Rabi’ bin Umar dan memberitahukan tentang mimpinya tersebut, maka bergembiralah mereka dengan kabar gembira tersebut.
      Pada ziarahnya yang lain, Syekh Ubaid ingin berada di Iynat untuk senantiasa berada dekat dengan Syekh Abu Bakar bin Salim, beliau berkata : “Wahai Ubaid, hendaklah engkau berada di daerahmu dan menjadi penerang dari kegelapan, adapun Hadramaut tidak membutuhkan sinarmu”. Atas dasar itu Syekh Ubaid kembali ke daerahnya, menghidupkan agama dan memakmurkan dengan bacaan al Quran, ilmu, ratib, dan wirid. Sehingga banyak dari orang-orang shaleh dan ulama dari Hadramaut, daerah Yaman dan daerah bagian timur yang mengunjunginya, berkat jasanya muncullah di daerahnya 40 orang Alim dan membangun masjid-masjid .
      Dalam perjalanannya yang lain ke Hadramaut, beliau bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim di Seiyun. Mengenai hal ini disebutkan dalam manakib Syekh Ma’ruf Ba Jammal yaitu “Mawahib al Rauff” sebagai berikut : “Dikabarkan kepadaku oleh  Syekh al Shaleh al Wali Ubaid bin Abdulmalik Ba Nafi’ al Yasybumi, beliau berkata : “Aku di timpa rasa sakit yang amat sangat pada tanganku, kemudian aku menyebut nama tuanku Syekh Abu Bakar bin Salim semoga Allah memberikan manfaatnya. Berkat itu, Allah memberikan kesembuhan. Beliau banyak menyanjung sosok Syekh Abu Bakar bin Salim dan sering menyebutnya, beliau berkata : “Sesungguhnya beliau (Syekh Abu bakar bin Salim) adalah kutub pada zamannya” sebagian hadirin berkata :”Aku bersaksi bahwa beliau adalah kutub” Syekh Ubaid menimpali : “Aku bersaksi bahwa beliau adalah imam dari para kutub” peristiwa itu terjadi pada Jumadal Awal tahun 986 di rumah Syekh Abu bakar bin Salim di Seiyun. Syekh Ubaid juga menjalin silaturrahmi dengan para Syekh dan penempuh jalan akhirat di beberpa daerah di Yaman, Dastinah, Ahwar, Dzahir dan lainnya untuk bersama-sama berkunjung kepada Syekh Abu bakar bin Salim. Beliau mendapatkan penghormatan yang tinggi, mendapatkan sambutan yang hangat dan kemurahan hatinya, semoga Allah memberikan anugerah dengan karamah-karamahnya Amin” .
     Dalam naskah makhtut, penyusunnya menyebutkan tentang perjalanan terakhir untuk menemui Syekh Abu Bakar bin Salim, di situ terdapat cerita yang panjang seputar perjalanannya, sebagai berikut : “Diriwayatkan bahwa Syekh Ubaid dalam beberapa kunjungannya kepada Syekh Abu Bakar bin Salim disertai 200 onta dan rombongan yang besar dan keluarga al Faqih Umar bin Said Shahib Amanjadah , keluarga al Kudy dari Ahwar, keluarga Barik dan yang lainnya hingga iring-iringan tersebut sampai ke daerah Syibam, di situ mereka berkeinginan untuk makan siang di rumah al Faqih Salim Ba Shahi pengelola uang wakaf Syibam saat itu, Ba Shahi menemuinya dan berkata : “Menurut Syariat wakaf ini tidak boleh di makan oleh kalian” maka Syekh Ubaid berkata : “Berjalanlah terus menuju Taris, insyaAllah kalian akan makan siang di sana” dan al Faqih di keluarkan dari wakaf dengan paksa, mereka berjalan menuju Taris dan di jamu oleh pembesarnya yaitu Awad Ba Salamah. Kemudian Syekh Ubaid berkata : “Balasan apa yang engkau inginkan dari jamuanmu ini ?” ia berkata : “ Aku tidak ingin apa kecuali “al Tajburah” dari daulah. Tajburah adalah kebebasan membayar sepersepuluh dari barang dagangannya. Syekh Ubaid berkata : “Insya Allah Sultan akan memenuhi permintaanmu (tajburah)” orang ini tidak mempunyai lobi apapun dengan daulah. Setelah beberapa hari dari kejadian tersebut Sultan Umar bin Badar al Kastiry meminta kepada Awad Ba Salamah dan berkata : “Balasan apa yang engkau inginkan dari jamuanmu terhadap Syekh Ubaid dan rombongannya?” ia berkata : “Aku ingin tajburah (dibebaskan dari sepersepuluh)” maka Sultan menulis dengan tangannya tentang kebebasan Ba Salamah dari tajburah berikut pula anak cucunya. Setelah itu Syekh Ubaid dan rombongan menuju Syekh Abu Bakar bin Salim. Tradisi penduduk, menyambut kedatangan Syekh Ubaid dan rombongan karena kemasyhuran dan kecintaan mereka kepada Syekh Ubaid, mereka berkata : “Tradisi wahai Syekh” di antara tradisi tersebut adalah beliau melarikan unta hingga sampai di penghujung kota. Beliau memiliki unta yang paling bagus dikendarai oleh seorang hamba shaleh yang bekerja di dapur Syekh ia bernama Haidarah al Maqhawi. Ia memacu unta yang di atasnya terdapat talam dengan gelas-gelas kopi berjumlah sekitar 200 buah. Gelas-gelas itu terjatuh, ia merasakan akan hal itu, akan tetapi tidak mampu menghentikan larinya unta saking cepatnya hingga sampai di garis finis, Haidarah kembali kepada gelas-gelasnya yang jatuh  dan menemukannya dalam keadaan utuh kecuali satu yang berada di bawah talam. Mereka memasuki Tarim dengan 15 rebana dan 15 seruling. Karena Syekh Ubaid memiliki keahlian dalam sama’ (semacam mendengar nasyid), beliau menyuruh para vokalis untuk mendendangkan sama’di jalan-jalan kota Tarim tanpa ditentang oleh satupun oleh para Saadah dan Asyraff. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata :”Siapa yang dapat memberiku kabar bahwa Syekh Ubaid memasuki Tarim dengan sama’, maka aku akan memberinya seekor unta berikut tali kekangnya” salah seorang yang hadir ada yang mengerti isyarat Syekh Abu Bakar bin Salim dan berangkat menyambut Syekh Ubaid di Syibam, berjalan bersamanya menuju Tarim. Tatkala menyaksikan apa yang disebutkan Syekh Abu Bakar bin Salim ia kembali dan memberitahukannya bahwa Syekh Ubaid memasuki Tarim sesuai dengan apa yang diisyaratkan, saat itu Syekh Abu Bakar bin Salim memiliki sebuah sabhigah (semisal kain)  kemudian diberikan kepada orang itu untuk dibelikan seekor unta. Dari Tarim, Syekh Ubaid dan rombongan menuju Syekh Abu Bakar bin Salim, saat itu Syekh Ubaid di sertai saudaranya Ahmad al Maknun bin Abdulmalik, Ghazali bin Abdullah dan  sejumlah orang-orang shaleh, di kediaman Syekh Abu Bakar bin Salim mereka mengadakan sama’ hingga Syekh Ubaid tenggelam didalamnya. Demikian pula di hari kedua, saat itu Syekh Ubaid bersama dengan vokalis (ahli suara) yang terkenal dengan “Alu  Zaitun” dari Jardan, melayani Syekh dan mengerti tentang kaidah-kaidah sama’, tidak ada yang lebih ahli dari mereka, mereka adalah Nafi’ bin Farhan dan anak-anaknya begitu pula Syekh al Nasik Ahmad bin Abdulmalik, seorang ahli suara yang memahami kaidah-kaidah suara dan sama’.
Ketika mereka berada dalam suasana sama’, Syekh Abu Bakar bin Salim memanggil pelayannya dan berkata :”Wahai Malhuf beri aku qumqum (sekumpulan air)” dengan bergegas Malhuf menghadirkan qumqum sekitar satu sha’ (segenggam) air mawar. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata lagi : “Cari qumqum yang lebih besar, karena hari ini adalah malam penganten, wanginya tidak pudar sehabis penganten".
Pertemuan ini adalah yang terakhir kali antara Syekh Abu Bakar bin Salim dan Syekh Ubaid, kala itu Syekh Abu bakar berkata kepada adiknya Aqil : “Sesungguhnya kedudukan Ubaid di antara para wali seperi Yahya bin Zakariya di antara para Nabi” .
Syekh Ubaid terus melayangkan surat kepada Syekh Abu Bakar bin Salim dan terus menghubunginya, disebutkan dalam naskah hal. 52 sebagai berikut : “Hubungan keduanya mengandung makna yang halus, surat-menyurat di antara keduanya tidak pernah terputus dengan kemurnian cinta, jika keduanya bersama maka akan terlihat laksana satu kesatuan.
Di atas adalah guru-guru Syekh Ubaid yang terpenting, selain itu beliau juga memiliki beberapa guru yang disebutkan dalam kitab biografinya, antara lain :
Syekh Ahmad bin al Husain bin Abdullah al Aidrus, Syekh Ahmad bin Alwi Ba Jahdab, Syekh Husain bin Abdullah Ba Fadhal, al Faqih Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abu Bakar al Sakran.

SYEKH UBAID MENGHADIRI JENAZAH SYEKH ABU BAKAR
    Dalam biografinya Halaman 53 disebutkan seputar masalah ini, sebagai berikut : “Diriwayatkan bahwa Syekh Abu Bakar bin Salim dan Syekh Ubaid saling bertukar cincin, dan Syekh Abu Bakar bin Salim berkata : “Siapa yang ajalnya lebih dulu menjemput maka cincin ini akan terjatuh dari tangan pemegangnya. Sebagai tanda dari kematiannya, kemudian hendaklah ia menghadiri pemakamannya," dan tuanku Syekh Abu Bakar yang wafat lebih dahulu, saat itu Syekh Ubaid sedang berada di daerah Ahwar, tatkala cincin di tangannya terjatuh saat shalat dluha, Syekh Ubaid kemudian mengendarai kendaraannya dan dibawa oleh kodrat ilahi bersama dengan temannya Bin Mursyid, Syekh Ubaid berkata kepadanya : “Engkau jangan membuka matamu” ketika ia berada di tengah perjalanan Mursyid membuka matanya, seketika ia mendengar suara Syekh : “buta” , Mursyid bekata : “satu mata saja wahai tuanku”, Syekh Ubaid berkata : “Dan satunya sampai kepada cucumu”.
    Mereka sampai ke Iynat dan menemukan orang-orang ingin mengangkat jenazah Syekh Abu Bakar namun tidak kuat, hingga datang Syekh Ubaid dan berkata : “Bawalah jenazahnya sambil berkata “Arbaatun Syallul Jamal wal Jamal ma Syallahum”(empat orang membawa unta dan unta tidak dapat dibawanya).Syekh Ubaid orang pertama yang mengucapkannya.
    Kemudian beliau dan yang lain menyucikan dan mengkafani jenazahnya, lalu merebahkan jazadnya di liang kubur. Syekh Ubaid dipasrahi untuk membaringkan jazadnya,  saat membuka tali kafannya dan melihat kepada wajahnya, Syekh Abu Bakar berkata kepadanya :”Selamat wahai orang menepati janjinya”.
    Sungguh luar bisa bisyarah ini, dan beruntunglah Syekh ini, dari apa yang telah diperoleh dari Syekh Abu Bakar .

Bersambung...