Rabiul Awal merupakan salah satu bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh
umat muslim di berbagai belahan dunia, karena di dalamnya terdapat satu
tanggal dilahirkannya pahlawan revolusi dunia yang membawa panji Islam,
pemuda padang pasir yang menjadi idola bagi semua umat muslim. Beliau
adalah Sayyiduna Muhammad Saw.
Tak terkecuali masyarakat Kota Tarim, sebuah kota di Provinsi Hadhramaut, Yaman, yang dikelilingi oleh gunung-gunung bebatuan nan menjulang tinggi dan dihiasi pepohonan kurma yang rindang, sehingga menjadi pemandangan yang unik untuk dinikmati.
Istilah maulid sendiri tidak asing lagi bagi penduduk negeri yang dijuluki sebagai "Negeri Seribu Aulia" itu, karena di setiap Malam Jumat dan juga malam-malam lainya beraneka ragam pembacaan maulid diadakan di berbagai Zawiyah, Ma'had, Rubat, Universitas dan majelis-majelis yang tersebar di penjuru Negeri Tarim. Mulai dari pembacaan Ad-Diba', Ad-Dhiyaa'ul Laami', Hadrah Basaudan, Simthud Dhurar, dll.
Namun, di bulan Rabiul Awal ini, perayaan maulid diatur dengan sedemikian rupa, sehingga menambah kecintaan mereka terhadap Sayyiduna Rasulullah Saw. Seperti yang dikatakan oleh salah satu ulama Tarim, Syaikh Umar Al-Khatib, "Target penduduk Tarim ketika memasuki bulan Rabiul Awal adalah mimpi bertemu Sayyiduna Rasulullah Saw."
Tak hanya itu, di sepanjang jalan, rumah, toko, restoran, dan tempat-tempat lainnya dihiasi dengan tulisan "Muhammad", bunga kertas dan lampu yang berkelap-kelip turut memperindah pandangan mata, sebagai bentuk rasa cinta mereka terhadap Rasulullah Saw.
Salah satu tempat yang dibanjiri oleh masyarakat Tarim sekaligus tempat bersejarah Bani Alawi ketika memasuki Rabiul Awal adalah Masjid Ba'alawi yang didirikan oleh Sayyidina 'Ali bin 'Alawi Khalik Qasam. Masjid tersebut merupakan salah satu masjid tertua di Tarim yang kental dengan nilai-nilai religius. Hal itu bisa terlihat dari stuktur bangunan klasik, islamiah nan kultural.
Selain Masjid Ba'alawi, Masjid Al-Muhdhar juga dipenuhi oleh ribuan jamaah maulid. Bukan hanya penduduk Tarim saja, tapi banyak dari berbagai daerah lainnya yang berdatangan. Masjid ini juga terkenal dengan menara dari tanah liat menjulang tinggi yang dihiasi dengan ukiran Islami yang sangat unik, sehingga menjadi daya tarik wisatawan dari berbagai daerah untuk diabadikan dalam potretan. Acara maulid tersebut dihadiri para Habaib dan Alim Ulama.
Kecintaan penduduk Tarim terhadap Rasulullah Saw memang tidak diragukan lagi. Hal ini bisa dibuktikan dari banyaknya penduduk yang tumpah ruah di luar masjid. Musim dingin tidak mengurangi rasa semangat mereka dalam mengagungkan sosok yang dicintainya. Lantunan kasidah-kasidah Hadhramaut yang membuat acara tersebut semakin hidup.
Di Tarim, lantunan suara bukanlah prioritas, tapi keberkahan adalah hal yang paling utama. Kebahagian pun bisa terlihat dari sikap antusias penduduk Tarim lewat senyuman dan sapaan ketika usai maulidan. Meskipun tidak ada hidangan makanan, cukup dengan secangkir teh ala Hadhramaut yang hadir di tengah-tengah maulid, juga asap bukhur yang mengelilingi para jamaah menjadikan ciri khas tersendiri bagi penduduk Tarim.
Rasa rindu yang sangat menggebu-gebu, dengan harapan bisa bertemu dengan Baginda Rasulullah Saw bisa terlihat dari raut wajah mereka. Tidak heran selama ini Tarim dikenal dengan "Ya Tarim Wa Ahlaha" yang berarti "Wahai Tarim dan Para Penduduknya."
Semoga kita digolongkan dengan orang-orang yang mencintai Sayyiduna Rasulullah Saw, dan mendapatkan syafaatnya kelak di Hari Kiamat. Amin.
(Tulisan dari perlombaan artikel berupa Opini Perayaan Maulid Nabi di Kota Tarim)
(Oleh: Muhammad Safrijal bin Hasan Basri, mahasiswa tingkat tiga di Universitas-Al Ahgaff)