Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh
Syaikhani, Imam malik, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'I dari Sahl bin
sa'd As-Sa'idi, dari Rasulullah SAW bersabda:
"ÃóäóÇ æóßóÇÝöáõ ÇáúíóÊöíãö Ýöí ÇáúÌóäøóÉö åóßóÐóÇ æóÞóÇáó ÈöÅöÕúÈóÚóíúåö ÇáÓøóÈøóÇÈóÉö æóÇáúæõÓúØóì"
"
Aku dan pengasuh anak yatim di surga begini, kemudian beliyau mengisyaratkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah". HR. Bukhori Muslim.
Yatim bagi manusia adalah orang yang bapaknya telah meninggal dunia sebelum dia sampai baligh, sedangkan untuk hewan adalah yang ibunya telah tiada. Diantara hak anak yatim yang ada pada kita adalah mengasuhnya, menyayanginya, mencintainya, sebagaimana wajib bagi kita semua untuk membantu orang-orang jompo dan orang-orang miskin, mengasihani orang-orang yatim, mencintai sesama saudara seislam untuk meraih ridha Allah SWT, dan menggapai keberada'an kita bersama Rasulullah SAW di syurga nanti. Karena dia hanyalah seorang anak yang tidak berdaya, tidak mempunyai ayah yang menafkahinya tidak juga ibu yang mengasuh, merawat dan menyayanginya. Dia dihidupi dengan hartanya sendiri jika orangtuanya meninggalkan harta, dan jika sedang sakit dia sendirilah yang merasakan kepedihan itu.
Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang muslim lainnya adalah mengasuhnya menghindari berbuat jahat kepadanya, dan membuahkan hartanya serta merawatnya, hingga dia sampai aqil baligh dan telah mampu melaksanakan kewajibannya sendiri. Akan tetapi masih saja ada beberapa orang yang telah kehilangan indera perasanya, dan bertambah kejahatannya, sehingga merekapun merebut kesempatan dalam kelemahan anak yatim, kemudian mereka menggunakan hartanya dengan seenaknya dan menganggapnya sebagai harta warisan dari nenek moyangnya sendiri. Mereka tidak pernah mengasihani kelemahan mereka, apa lagi menghargai keberada'annya. Bahkan mereka memakan harta anak yatim dengan tanpa hak. Mereka mengganti kewajiban mengasihi dan menyayangi mereka dengan merusak keada'an dan harta mereka, Allah SWT telah berfirman dalam hal ini:
Åöäøó ÇáøóÐöíäó íóÃúßõáõæäó ÃóãúæóÇáó ÇáúíóÊóÇãóì ÙõáúãðÇ ÅöäøóãóÇ íóÃúßõáõæäó Ýöí ÈõØõæäöåöãú äóÇÑðÇ æóÓóíóÕúáóæúäó ÓóÚöíÑðÇ (10) [ÇáäÓÇÁ : 10
“
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
Seorang mukmin tidak dianggap mukmin kecuali telah mencintai saudaranya sendiri sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, apa orang rela melihat dirinya mempunyai anak kecil kemudian datanglah kepadanya seorang dhalim memotog tangan dan kaki anak tersebut, kemudian mengambil seluruh hartanya, menghilangkan masa depan nya, dan mengisap titik terahir darahnya. jika tiada orang yang rela keluarganya yang lemah diperlakukan seperti ini, maka bagaimana dia rela membiarkan anak orang lain diperlakuka seperti ini? Allah SWT telah berfirman:
æóáúíóÎúÔó ÇáøóÐöíäó áóæú ÊóÑóßõæÇ ãöäú ÎóáúÝöåöãú ÐõÑøöíøóÉð ÖöÚóÇÝðÇ ÎóÇÝõæÇ Úóáóíúåöãú ÝóáúíóÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóáúíóÞõæáõæÇ ÞóæúáðÇ ÓóÏöíÏðÇ (9) [ÇáäÓÇÁ : 9]
“
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.
Orang yang mengasuh anak yatim, memuliakan pendidikannya, dengan berbuat baik kepadanya, menyayanginya, maka telah mempunyai sifat belas kasih, dan telah melaksanakan kewajibannya sebagai anggota masyarakat, dan juga telah berbuat baik kepada saudaranya sendiri sesama muslim yang telah meninggalkan keturunannya yang lemah menuju alam akherat. Orang tersebut juga telah tahu apa hak-hak orang-orang yatim tersebut, dia juga tidak menginginkan balasan atau butuh kepada harta-harta mereka, maka dari itu dia berhak untuk menjadi pendamping Rasulullah SAW di syurga.
Maka dari itu, telah diriwayatkan berbagai hadist dari rasulullah SAW tentang masalah ini, Al-Bazar meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliyau bersabda:
"ãä ßÝá íÊíãÇ áå Ãæ áÛíÑå æÌÈÊ áå ÇáÌäÉ ÅáÇ Ãä íßæä Úãá ÚãáÇ áÇ íÛÝÑ “.
“
Barangsiapa mengasuh anak yatim baik miliknya atau milik orang lain, maka wajib baginya masuk surge kecuali jika dia melakukan perbuatan yang tidak diampuni oleh Allah SWT”.
Nabi kita Muhammad SAW juga telah diasuh dalam keada’an yatim diwaktu kecilnya, Ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muththalib meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan ibunya berumur dua bulan, ibunya kemudian meninggal dunia ketika beliyau berumur enam tahun, kemudian kakeknya yang bernama Abdul Mutthalib yang telah diperintahkan oleh Allah untuk merawat dan mengasuhnya agar supaya beliau tidak terlalu meratapi keadaannya, kemudian Allah SWT berwasiat kepada Rasulullah SAW untuk menyayangi dan mengasuh anak yatim, dan mewasiatkan hal ini kepada seluruh umat-Nya. Allah SWT telah berfirman:
Ãóáóãú íóÌöÏúßó íóÊöíãðÇ ÝóÂæóì (٦)æóæóÌóÏóßó ÖóÇáÇ ÝóåóÏóì (٧)æóæóÌóÏóßó ÚóÇÆöáÇ ÝóÃóÛúäóì (٨)ÝóÃóãøóÇ ÇáúíóÊöíãó ÝóáÇ ÊóÞúåóÑú (٩)æóÃóãøóÇ ÇáÓøóÇÆöáó ÝóáÇ ÊóäúåóÑú (١٠)æóÃóãøóÇ ÈöäöÚúãóÉö ÑóÈöøßó ÝóÍóÏöøËú (١١)
“
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang. dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.”
Rasulullah SAW telah menjawab pertanyaan yang ada dalam ayat tersebut dengan bersabda: “Benar wahai tuhanku”, kemudian Allah SWT berfirman: “Apakah keta’atanmu pada waktu itu lebih mulia, ataukah keada’anmu sekarang lebih mulia?” kemudian RAsulullah SAW menjawab: “Akan tetapi sekarang lebih mulia wahai tuhan”, kemudian Allah SWT berfirman: “Ketika kamu masih kecil dan lemah, Aku tidak membiarkanmu dalam keadaan seperti itu, akan tetapi Aku telah menjaga dan membiarkanmu tetap berkembang, hingga kamu menjadi pemimpin ‘Arsy, Kemudian Kami (Allah) katakan padamu: “Kalau Bukan karenamu Kami tidak menciptakan dunia, apakah engkau menyangka setelah keada’an itu Kami menghukum dan membiarkanmu?”.
Kemudian setelah kakeknya merasa bahwa dia telah mendekati ajalnya dia berwasiat kepada Abu Thalib untuk mengasuhnya, dan menaruh kepercaya’annya kepada Abu Thalib, karena Rasulullah SAW adalah anak dari saudaranya sendiri Abdullah bin Abdul Mutthalib.
Dalam Ayat terahir dari surat Ad-Dhuha ini Allah memerintahkan untuk menyiarkan nikmat yang telah Allah berikan kepada Rasulullah SAW. Akan tetapi nikmat apa yang harus disiarkan ini?, Ulama tafsir berbeda pendapat tentang nikmat ini. Pendapat pertama adalah bahwa nikmat tersebut adalah yang berupa Al-Qur’an, karena inilah nikmat termuliya yang diberika kepada Rasulullah SAW, pendapat lain mengatakan bahwa nikmat tersebut adalah nikmat yang telah Allah berikan kepada Rasulullah SAW yang berbentuk tindakan Rasulullah SAW dalam menjaga dan memelihara hak anak yatim. Yang bias diartikan: “Taufik ini adalah sebuah nikmat dari Allah SWT, maka siarkanlah kepada umatmu, agar mereka mengikutimu”.
Telah diriwayatkan juga dari Al-Husein RA dia mengatakan: “Jika kamu berbuat baik maka siarkanlah kepada saudaramu, agar mereka mencontohnya”. Sedangkan orang yang paling berbahagia adalah orang yang menyerahkan seluruh waktunya untuk anak yatim, fakir miskin, orang yang memerlukan, agar mendapatkan kedudukan tinggi dimata Allah SWT, dan syurga yang abadi.
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk selalu membimbing, mencintai, menjaga, dan menyayangi anak yatim agar kelak di syurga kita didampungi oleh kekasih kita tercinta Rasulullah SAW.Amiiin