http://www.english.hadhramaut.info Saum, The Legend of Love [The Source: hadhramaut.info - 08/05/2020]
Saum, selain hanya menahan diri dari makan, minum serta syahwat alami lainnya, lebih dari itu, ia juga berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan kemerdekaan atas dirinya sendiri. Ya, setelah sekian lama terjerat bahkan terjajah oleh berbagai jenis hasrat dan hawa nafsu yang memaksa kita untuk tunduk atas keinginannya, kini kita dilatih untuk merdeka dari semuanya itu.

Melalui BPUPKI (Bulan Puasa Untuk Persiapan Kemerdekaan Individu), kita dilatih untuk bisa menahan segala hal yang berpotensi merusak apapun yang timbul dari diri kita. Seperti menahan tangan dari segala jenis tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain, kaki dari berjalan menuju kehancuran, mata dan telinga dari mengkonsumusi hal-hal yang dapat mencederai pola pikir, mulut dari mencerna dan memproduksi kemudharatan serta hati agar tidak marah, dengki, buruk sangka, pelit, sombong, riya', selalu merasa tidak puas, diskriminatif, rasis dan hal-hal maknawi lain yang bersifat negatif.

Menahan diri sama saja mengendalikannya. Namun, seorang yang mampu mengendalikan diri barang sekali atau dua kali saja, belum pantas disebut sebagai pengendali diri. Diperlukan keistikamahan atau kontinuitas di dalamnya, sebab pengendali diri adalah tingkatan tertinggi dari semua Avatar yang ada, Aang dan para pengendali element lainnya jauh dibawah tingkatan pengendali diri. Ilmu mereka, para pengendali diri hanya satu:

الإستقامة خير من ألف كرامة

"Keistikamahan (kontinuitas) jauh lebih baik dari seribu karamah (khariq al-'Adah/ hal-hal ajaib)"

Lalu jika ada yang berkata, "Bagaimana bisa puasa itu dikatakan sebagai bentuk kemerdekaan? padahal nyata-nyatanya ia adalah hasil jajahan Tuhan terhadap manusia. Manusia yang semula bebas makan apa saja, berbuat apa saja tiba-tiba dipaksa menahan semuanya?”

Jawabannya: jika cinta dan kasih sayang itu layak disebut penjajahan maka sebutlah Tuhan itu sebagai penjajah. Jika tidak, maka puasakanlah mulutmu lalu kenyangkan otak dan hatimu dengan hidayah-Nya.

Sebab, penjajah mana yang memaksamu untuk sehat, selalu fit dan panjang umur dengan berpuasa? penjajah mana yang memaksamu untuk terus damai dan selamat dengan menahan diri dari merugikan orang lain? penjajah mana yang memaksamu untuk selalu 'good feeling and moody' dengan menahan diri dari perasaan marah, dengki, buruk sangka, pelit, sombong, riya', tidak puas, diskriminatif, rasis dan hal-hal maknawi lain yang negatif? Penjajah mana yang memaksamu untuk selalu dalam keadaan baik secara jasmani serta rohani?.

Pastinya tidak ada satupun penjajah menginginkan kebaikan-kebaikan tersebut atas jajahannya, apalagi memaksanya. Yang penjajah butuhkan hanya bagaimanaa caranya mengambil manfaat dari jajahannya itu untuk disimpannya sendiri. Sedangkan Tuhan, tak pernah sedikitpun butuh pada ciptaan-Nya. Andai kata manusia dibumi seluruhnya berpuasa, Tuhan tidak akan meraup untung dari mereka, begitu pula jika manusia di bumi ini seluruhnya bermental perusak, Tuhan tak akan pernah rugi sedikitpun. Dalam hadits qudsi Allah ta'ala berfirman:

يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم ما زاد ذلك في ملكي شيئا. يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أفجر قلب رجل واحد ما نقص ذلك من ملكي شيئا.

“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” (HR. Muslim)

Akhirnya semua itu tergantung pada kita, dan pilihannya hanya ada dua: menjadi Hamba Allah lalu merdeka dari belenggu hawa nafsu dengan berbagai jenisnya, atau membudak pada hawa nafsu yang beragam itu tanpa sedetikpun merasakan kemerdekaaan. Sebab jika kematian saja belum mampu kau lawan, jangan sekali-kali kau katakan kau tak butuh Tuhan.

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al-Jasiyah:23).

Oleh: Rizki Daniel Fatahillah (alumni angkatan 20 Universitas Al-Ahgaff