http://www.english.hadhramaut.info Pernikahan Orang Tarim dan Nasi Goreng [The Source: hadhramaut.info - 31/12/2020]
Pernikahan bukan hanya soal melepas masa lajang dan menempuh hidup baru, juga bukan melulu soal tanggung jawab dan niat, melainkan juga merupakan urusan surga dan neraka.

Syariat dengan segala keakuratannya, telah memberikan aturan untuk dijadikan pedoman dalam masalah pernikahan. Salah satunya adalah legalitas untuk melihat calon istri setelah menguatkan tekad, dan sebelum mengikrarkan janji suci.

Melihat calon istri merupakan hal yang wajar, bahkan sunah untuk dilakukan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis riwayat sahabat Jabir ra. :

ÅÐÇ ÎóØóÈó ÃóÍóÏõßõã ÇáúãóÑÃóÉó¡ ÝÅä ÇÓúÊóØóÇÚó Ãóäú íóäúÙõÑó ãöäåÇ Åáì ãÇ íóÏúÚõæåõ Åáì äößóÇÍöåóÇ ÝóáúíóÝóÚóáú

"Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, maka bila ia bisa melihat sesuatu darinya yang dapat mendorong untuk menikahinya hendaklah ia melakukannya". HR. Ahmad dan Abu Daud.

Namun, penduduk kota Tarim yang dikenal sebagai kota Seribu Wali, tidak pernah melakukan 'ritual' melihat calon istri ketika hendak menikah, bahkan via foto sekalipun.

Jika kepada calon pasangan yang akan menemani sepanjang hidup saja mereka tidak berani untuk melihat. Tentunya, sangat bisa dipastikan, bahwa penduduk Tarim sangat menjaga pandangan dari melihat wanita ajnabi atau wanita lain. Hal ini semakin kokoh dengan ditopang kondisi lingkungan yang sangat religius; Wanita-wanita Tarim menghiasi diri mereka dengan rasa malu dan senantiasa menutup wajah dengan cadar, berbalut juntaian jubah gelap yang cuma menampakkan bola mata layaknya gagak-gagak hitam.

Apakah tradisi tidak melihat calon istri ini menyalahi sunah Rasulullah saw.? Apa hikmah dan alasan mereka dalam menerapkan adat semacam ini? Sejak kapan dan siapa yang memprakarsai?

Sayangnya, tulisan ini bukan untuk menjawab semua pertanyaan di atas. Namun tidak bisa diragukan lagi, bahwa Tarim adalah tempat yang melahirkan banyak orang besar, dan penduduknya sangat berpegang teguh terhadap syariat dengan sejuta keberkahan di dalamnya. Sampai-sampai dikatakan, bahwa "Lorong-lorong di kota Tarim adalah guru bagi orang yang tidak memiliki guru".

Tapi jangan merasa jemu dulu, karena dari sini kita akan mencoba menyingkap sebuah misteri, "Apa kira-kira manfaat dari tradisi yang mereka lestarikan ini?".

Sekalipun ini hanya sebatas opini dan teori, mari kita jawab teka-teki ini dengan perlahan melalui sebuah perumpamaan.

Coba bayangkan, bagaimana jika ada seseorang yang sehat wal'aafiat- anggap saja namanya Asep- dengan nafsu makan normal yang memungkinkan dia untuk menyukai semua masakan. Namun, selama hidupnya dia hanya makan nasi goreng, serta tidak pernah melihat, mendengar, tahu, dan merasakan masakan lain, seperti bakso, mie ayam, bakwan, perkedel, dan lainnya.

Bayangkan saja orang seperti Asep ini benar-benar ada. Jangan protes! Oke, mari kita lanjutkan.

Sekalipun nasi goreng bukanlah makanan ternikmat di dunia. Tapi kita pasti bisa yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa Asep tidak akan pernah memiliki nafsu makan terhadap bakso, mie ayam, dan makanan lainnya selain nasi goreng. Alasannya, karena si Asep hanya tahu nasi goreng dan tidak pernah tahu perihal masakan selain itu. Bagaimana mau nafsu, jika tentang kabar keberadaannya saja si Asep tidak pernah tahu?

Hidup Asep akan lebih tenang. Dia tidak akan terganggu dengan seruan dan godaan nafsu makannya sendiri "Hai Asep, aku ingin makan rujak, seblak, dan martabak!". Hidup aman tanpa 'ngidam' ini itu.

Apa yang dialami oleh Asep juga akan dialami oleh penduduk Tarim -yang senantiasa menjaga pandangannya dari melihat lawan jenis yang haram dilihat- dalam versi berbeda yaitu Asep dalam hal mengekang nafsu makan, sedangkan penduduk Tarim dalam mengekang hawa nafsu birahi.

Alasannya, karena ketagihan akan makan mie ayam atau lainnya, itu karena berawal dari tahu, lalu mencoba satu suapan. Mustahil seseorang akan terjebak dalam candu mie ayam, jika sebelumnya tidak pernah tahu dan mencicipi secuil pun. Begitu pula orang Tarim tidak memiliki kemungkinan untuk tertarik kepada wanita selain istri tercintanya. Hal ini disebabkan kegigihan tinggi dalam memelihara pandangan yang membuat mereka aman dari panah asmara yang katanya "dimulai dari mata, lalu jatuh ke hati".

Penduduk Tarim yang memelihara pandangannya, nantinya akan terpesona, tertarik, dan jatuh hati dengan sejatuh-jatuhnya hanya kepada sang istri tercinta, karena dia tidak pernah tahu rupa wanita lain. Layaknya si Asep yang tidak akan pernah tergiur dengan mie ayam karena ketidak tahuannya.

Dengan demikian, menjaga pandangan adalah hal yang sangat membantu dalam menjaga nafsu dan menguatkan cinta serta gairah kepada istri. Karena kata orang "mata adalah jendela hati". Bagaimana hati akan tersentuh oleh wanita lain, jika dirinya hanya fokus pada sang istri, dan tidak tahu menahu soal wanita lain?

Hebatnya juga, seseorang yang totalitas dalam menjaga pandangannya, akan merasakan manisnya iman. Bahkan jika sudah menikah, maka -atas izin Allah- sang istri akan tetap tampak cantik di matanya. Karena yang terkena virus "Rumput tetangga lebih hijau" biasanya adalah orang-orang yang tidak bijak dalam menggunakan pandangannya.

Dari sini, para bujangan yang hendak menikah bisa mengambil hikmah, bahwa persiapan nikah bukan melulu soal niat, kesiapan mental, finansial, dan tanggung jawab. Melainkan juga soal komitmen untuk siap menjaga mata melebihi apa yang sudah diusahakan sejak sebelumnya. Dengan pernikahanmu kelak, mampukah kamu menjadi lebih baik lagi dalam menjaga mata dari dosa?

Penutup, jika sudah melepas masa lajang, kamu bisa katakan pada pasanganmu, "Kita kerja sama ya. Aku akan menjadi pasangan yang bertanggung jawab serta menjaga mata dan kehormatan demi tuhan, agama, cintaku, dan ikatan kita. Dan kita harus saling suport dalam melakukan semua komitmen baik yang telah kita bulatkan bersama. Dengan pernikahan ini, kita harus menjadi pribadi yang lebih baik, agar manfaat pernikahan sebagai penyempurna separuh agama benar-benar terasa". Iya, hanya itu yang perlu disampaikan, karena tulisan ini hanya membahas menjaga pandangan, bukan hal penting lainnya.

Dari pemaparan di atas. Tentunya, kita sudah tahu manfaat dari menjaga pandangan dong?

Terakhir, jangan sampai pernikahan justru menjadi mesin baru pencetak dosa-dosamu! Jadikanlah pernikahan sebagai pintu-pintu pembuka untuk kebaikan baru yang lebih besar yang mengantarkanmu ke surga.

Judul tulisan ini hanya sebatas judul hiburan belaka. Pantasnya, tulisan ini diberi judul "Pernikahan Orang Tarim, Dan Ruh Pernikahan Kita kelak". Hihihii

Semoga kita mampu menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan. Amin.

Wallahu A'lam

Oleh: Fathurrohman (Mahasiswa Tingkat 4,Universitas Al-Ahgaff Yaman)