http://www.english.hadhramaut.info Hikmah dan Falsafah di Balik Peristiwa Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW [The Source: hadhramaut.info - 20/03/2020]
Ketika 18 bulan sebelum Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, tepatnya pada malam 27 Rajab, terjadi peristiwa agung dalam sejarah Islam. Yaitu Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. Suatu perjalanan lintas negara hingga lintas alam, yang beliau tempuh hanya dalam waktu satu malam.

Makna Isra adalah perjalanan Baginda Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa, dengan mengendarai Buroq, sejenis hewan tunggangan yang ukurannya lebih besar dari keledai, dan lebih kecil dari bagal. Tiap langkahnya bisa mencapai jarak sejauh mata memandang.

Sesampainya di masjid Al-Aqsa, nabi melakukan salat dua rakaat. Kemudian melanjutkan perjalanannya menuju langit pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hingga sampai di Sidratul Muntaha yang  disebut dengan peristiwa Mikraj.

Disaat Mikraj itulah, nabi diperlihatkan perihal surga dan neraka, dan hal-hal yang belum pernah terlihat, terdengar dan terlintas sebelumnya dibenak manusia manapun. Dan di sanalah beliau menerima wahyu, tentang diwajibkannya umat islam shalat fardhu lima waktu.

Keesokan harinya, nabi menceritakan kejadian yang dialaminya semalam kepada halayak umum. Orang-orang musyrik pun mengolok-olok beliau, dan segera menyebarluaskan berita itu kepada teman-teman mereka, dengan bertujuan agar lebih banyak lagi yang menertawakannya.

Karena nabi mengaku mengunjungi Baitul Maqdis, beberapa orang musyrik sengaja menantang beliau untuk menjelaskan secara detail keadaan di sana, termasuk permintaannya berapa jumlah tiang yang ada di Baitul Maqdis itu. Padahal saat mendatangi Baitul Maqdis di malam Isra itu, nabi kurang memperhatikan dengan seksama bentuk detail bangunan Baitul Maqdis tersebut, apalagi sampai menghafal jumlah tiangnya.

Mendapat tantangan seperti itu, Allah Swt lantas menampakkan Baitul Maqdis dihadapan Nabi Muhammad saw seketika itu. Beliau pun melihatnya dengan jelas, sehingga dapat menjelaskan dengan rinci keadaan Baitul Maqdis seperti yang mereka tanyakan.

Sementara itu, sayyidina Abu Bakar ra. ternyata telah didatangi oleh beberapa orang musyrik. Mereka menyampaikan hal yang baru diceritakan oleh Nabi kepadanya, dan berharap agar Abu Bakar ra juga ikut mengingkarinya. Namun Beliau dengan tegasnya menjawab, "jika memang dia (Nabi Muhammad saw) mengatakan seperti itu, maka aku percaya. Bahkan jika dia mengatakan hal yang lebih Dahsyat dari itu, aku pun akan mempercayainya".

Pada pagi hari setelah peristiwa malam Isra Mikraj, malaikat Jibril datang kepada nabi untuk mengajarkan tata cara salat fardhu beserta waktu pelaksanaannya.

Sebelum syariat salat lima waktu itu ditetapkan, nabi Muhammad saw juga melaksanakan salat. Yaitu dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.

Peristiwa Isra Mikraj yang berlangsung hanya satu malam ini, merupakan hadiah kepada beliau setelah terjadinya penderitaan dan cobaan di jalan dakwah yang beliau alami. Mulai dari penindasan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy, pemboikotan ekonomi terhadap Bani Hasyim, wafatnya Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah, hingga pengusiran Rasulullah dari kota Thaif. Peristiwa ini semua di sebut dengan "Tahun Berduka" bagi Nabi Muhammad saw, dan setelah kejadian-kejadian memilukan itulah Allah Swt menghadiahkan beliau dengan kemuliaan mukjizat Isra dan Mikraj.

Isra Mikraj ini tentu merupakan mukjizat yang luar biasa yang dialami nabi Muhammad saw dengan ruh dan raganya. Allah Swt berfirman dengan ayat berbunyi, "subhanalladzi asra bi abdihi". Kata "subhana" mengisyaratkan betapa agung peristiwa itu terjadi. Kata "bi abdihi" mengisyaratkan eksistensi nabi yang mengalami perjalanan itu tidak hanya ruhnya saja, tapi ruh sekaligus jasadnya.

Peristiwa itu sekilas tampak tidak rasional. Namun bukan berarti bertentangan dengan akal. Karena hal-hal di alam semesta ini terbagi menjadi tiga: Ada yang masuk akal, ada yang menyalahi akal, dan ada yang diluar konteks akal. Peristiwa Isra Mikraj ini termasuk bagian yang ketiga, yaitu hal di luar konteks akal manusia.
Maka pilihan paling logis bagi manusia adalah percaya dan mengimaninya.

Mukjizat Isra Mikraj ini sekaligus menjadi bukti, bahwa kekuasaan Allah Swt melampaui segala batas ruang dan waktu. Sedangkan manusia hanyalah makhluk biasa yang serba terbatas. Oleh karena itu, Kekuasaan Allah Swt yang tak terbatas dengan apapun, tentu tidak bisa dijangkau oleh akal manusia yang sangat terbatas.

Dari kisah di atas, kita dapat mengambil banyak hikmah. Di antaranya, bahwa peristiwa Isra Mikraj ini terjadi setelah Rasulullah mengalami berbagai cobaan berat di jalan dakwahnya. Artinya, mukjizat agung yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya ini adalah salah satu wujud hadiah istimewa dari Allah Swt kepada Nabi atas ketabahan dan kegigihannya.

Poin ini mengisyaratkan, bahwa betapa pun banyak cobaan yang menimpa kita, masalah hidup datang bertubi-tubi, bermacam musibah sebesar apapun itu, jika kita hadapi dengan tegar dan penuh kesabaran, maka di balik itu semua pasti akan ada hadiah kesuksesan besar yang akan diberikan Allah kepada kita. Baik berupa materi, maupun rohani.

Hikmah lainnya, peristiwa Isra beliau dari Masjidil Haram menuju Masjid Al-Aqsa mengisyaratkan betapa mulianya Masjid Al-Aqsa (Palestina). Masjid yang juga menjadi kiblat pertama umat Islam, sampai - sampai namanya telah diabadikan oleh Allah dalam Al quran sebagai pembuka di surat al-Isra.

Poin ini menegaskan, bahwa sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk selalu menjaga dan melindungi Masjid Al-Aqsa di Palestina. Baik dari cengkraman orang-orang yahudi, maupun orang-orang zalim yang ada di pihak mereka.

Jika berkat peristiwa Isra Mikraj ini Shalahuddin Al-Ayyubi tergerak hatinya, lalu berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan orang zalim, maka setidaknya jika kita tidak mampu meneladaninya dengan tangan dan lisan, masih ada hati dan doa yang bisa senantiasa kita panjatkan untuk menjaga kesucian Masjid Al-Aqsa.

Sekian.

Oleh: Mas Agus Azro (Mahasiswa Magister Universitas Al Ahgaff Yaman)