Dalam suatu hadis, disebutkan bahwa kita sangat dianjurkan untuk
berpuasa enam hari di bulan Syawal. Enam hari tersebut bisa kita lakukan
di awal, tengah ataupun akhir bulan Syawal, baik secara berturut-turut
maupun tidak.
Adapun fadilatnya, Rasulullah saw. menyebutkan bahwa jika kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, setelah sebelumnya berpuasa di bulan Ramadan, maka seakan-akan kita berpuasa satu tahun penuh.
Fadilat yang begitu agung ini, sayang sekali jika kita lewatkan begitu saja. Dengan berbagai kemudahan yang ada, kita bisa menyiasati jika saat-saat ini kita sedang disibukkan oleh banyaknya tamu, acara halalbihalal dengan sanak keluarga besar, teman-teman, atau aktifitas-aktifitas lain yang membuat kita berat melakukan puasa.
Misal dengan kita menghindari hari dimana kita punya acara besar. Sehingga dengan demikian, kenyamanan dalam acara tetap bisa kita nikmati. Atau bahkan bagi yang mempunyai aktivitas berat pun, bisa juga disiasati dengan berpuasa di setiap hari libur pada bulan Syawal ini. Sehingga dengan siasat seperti ini, mudah bagi kita untuk melakukan ibadah puasa yang termasuk ibadah yang cukup berat.
Di Tarim sendiri, penduduknya mempunyai adat yang memudahkan mereka untuk berpuasa, yaitu dengan menyambung puasa Syawal setelah Idulfitri.
Adat demikian telah dilakukan sejak dahulu secara turun temurun. Hal ini memudahkan penduduk Tarim dalam berpuasa. Karena suasana yang tercipta di kota ini pada saat itu, seakan kembali seperti bulan Ramadan. Mulai dari toko dan warung makanan yang tutup di siang hari, penduduk yang tidak berpuasa mengondisikan diri agar tidak terlihat oleh khalayak umum, masjid yang menyediakan takjil berbuka, hingga aktivitas berat yang tetap mereka lakukan di malam hari.
Suasana yang mendukung seperti ini membuat warganya lebih berhasrat dan mudah dalam menjalani puasa. Selanjutnya, setelah enam hari mereka jalani, mereka akan merayakannya dengan sebutan Id As-Sitt. Di hari itulah suasana lebaran kembali mereka dapatkan.
Di banyak daerah di Indonesia juga terdapat Id As-Sitt tersebut dengan berbagai macam istilah. Di Pekalongan misalnya, mereka menamakannya dengan istilah Syawalan. Di hari itu, suasana di kota tersebut ramai kembali seperti lebaran, makanan khas dijajakan dan acara dirayakan dimana-mana. Di Lombok juga terdapat perayaan semacam itu dengan istilah Lebaran Ketupat, dan di Madura dengan istilah Id As-Sitt.
Jadi dengan berbagai kemudahan dan dukungan adat di daerah kita, serta fadilat yang begitu besar, sayang sekali jika kita lewatkan anugerah Allah Swt. ini.
Semoga Allah Swt. memberikan kita taufik, menjadikan kita golongan yang benar-benar kembali ke fitrah-Nya, serta memberkahi kesehatan dan segala yang Allah Swt. berikan kepada kita.
Oleh: Sisma Fitra (alumni angkatan ke-21 Universitas Al-Ahgaff)