http://www.english.hadhramaut.info Permata yang Tersimpan di Kota Tarim [The Source: hadhramaut.info - 02/11/2021]
Wanita adalah makhluk yang diciptakan Allah Swt. dengan berbagai keistimewaan. Mahkota dan kehormatan yang ada dalam diri wanita sangatlah perlu untuk dijaga.
 
Namun, pada zaman akhir ini, sebagian wanita seakan tak memedulikan hal itu lagi. Sebagian dari mereka lebih memilih untuk membuka-buka aurat dan memamerkannya secara terang-terangan.
 
Hal ini mereka lakukan untuk menarik lawan jenis agar terpikat kepadanya. Padahal menurut sebuah riwayat, satu helai saja rambut wanita yang terlihat oleh lelaki bukan mahram, merupakan dosa yang cukup untuk menarik orang tua ke dalam neraka, nauzubillah.
 
Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab berkata, “Jika semua di dunia ini sudah buta, maka Tarim masih bisa melihat dengan satu mata.”
 
Buta yang dimaksud sebab rusaknya akhlak manusia serta dosa-dosa manusia yang membuat mereka kehilangan perangai serta akhlak mereka, tapi di Tarim masih ada kebaikan.
 
Bahkan salah seorang habib berkata, “Siapa saja yang kehilangan akhlak, maka datanglah ke kota Tarim. Niscaya semua yang hilang darinya akan kembali dan menjadi jauh lebih baik.”
 
Ini bukan sekedar perkataan belaka. Tapi ini merupakan fakta yang saya rasakan selama dua tahun lebih tinggal di Tarim.
 
Oleh karena itu, pantaslah badan resmi PBB, Unesco, menobatkan kota Tarim sebagai kota pusat kebudayaan Islam pada tahun 2010 lalu. Dan di antara hal yang membuat saya takjub adalah wanita yang ada di kota ini, hati ini sungguh tersentuh setiap bertemu dengan mereka.
 
Wanita yang tidak bisa kita lihat wajahnya bahkan bola matanya, wanita yang kalau berpapasan dengan lawan jenis spontan memalingkan pandangannya, wanita yang sangat dihormati dan dijaga, wanita yang tidak pernah berkeliaran di pasar, wanita yang tidak pernah kita dengar suaranya, wanita yang jarang keluar rumah, dan masih banyak lagi keistimewaan dari wanita Tarim.
 
Maka, tak heran jika wanitanya dijuluki bidadari bumi. Mereka sangat istimewa dalam segala hal. Sejak kecil mereka sudah dibesarkan dalam lingkungan ulama, majelis ilmu, majelis selawat dan sebagainya. Sejak kecil mereka dididik membaca Al-Qur’an dan menghidupkan sunah Nabi oleh orang tua mereka. Mereka terdidik dengan akhlak yang mulia.
 
Di antara keistimewaan wanita Tarim adalah memiliki rasa malu yang tinggi, sehingga hal itulah yang menjadikan mereka menjadi wanita terhormat. Mereka juga sangat mencintai ilmu, jauh dari kemewahan dunia dan suka bersedekah.
 
Habib Ahmad bin Umar bin Smith pernah bercerita bahwa salah seorang wanita Tarim meninggal dunia, lalu ketika dimandikan, ia tersenyum. Pemandangan itu pun membuat kagum wanita-wanita yang memandikannya.
 
Salah seorang yang memandikannya adalah wanita salihah. Ia menghampiri sang jenazah seraya berbisik di telinganya, “Beri tahu aku mengapa kau tersenyum ketika aku memandikanmu?”
 
Ketika malam hari, wanita salihah yang memandikan tadi bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan sang jenazah dan berkata, “Sesungguhnya setiap hari aku bersedekah pada orang yang pertama kali aku lihat. Namun pada suatu hari, ketika aku keluar membawa sedekah, aku tidak menemukan seorang pun untuk aku berikan sedekah kecuali seekor anak keledai. Maka aku berikan sedekahku kepadanya. Dan hal inilah yang pertama aku jumpai, yaitu pahala bersedekah kepada anak keledai. Oleh karena itu aku tersenyum." (Dikutip dari kitab Majmu’ Kalam Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Idrus bin Syihab, halaman 43)
 
Hal yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah, kaya bukan dengan harta, tetapi kaya adalah kaya hati. Berapa banyak orang kaya tapi nampak seperti orang miskin yang takut keluarganya mati kelaparan.
 
Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan berkata, “Orang miskin adalah orang yang dalam dirinya masih ada rasa takut miskin.”

Sedekah tidak harus menunggu kaya, sedekah tidak harus banyak. Terkadang di hadapan kita kecil tapi di hadapan orang lain sangatlah berguna. Jangan meremehkan amal yang kecil. Siapa tahu di dalamnya ada keridaan Allah dan menjadi penyebab keselamatan kita.

Semoga permata yang tersimpan di kota Tarim ini selalu menjadi permata sebagaimana aslinya, yang selalu disimpan oleh pemiliknya, dan tidak dibiarkan diambil oleh orang lain

Oleh: Muhammad Fathullah Ishak (Mahasiswa tingkat 4, Fakultas Syariat dan Hukum)