http://www.english.hadhramaut.info Isra Mikraj dan Kaitannya dengan Akidah [The Source: hadhramaut.info - 21/02/2023]
Isra Mikraj adalah salah satu mukjizat bagi Rasulullah saw. Perjalanan ajaib ini juga membedakan kuat perbedaan keimanan atas kenabian Beliau antara orang mukmin dan kafir. Hal inilah salah satu alasan mengapa Isra Mikraj selalu dicantumkan di dalam buku-buku yang membahas tentang akidah Islam.

Lalu apa-apa saja perkara akidah yang berhubungan dengan peristiwa ini? Beberapa hal tersebut sebagai berikut;

1. Menurut pendapat mayoritas ulama, Rasulullah saw. Isra Mikraj dengan jasad dan ruh beliau. Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa beliau hanya pergi dengan ruh beliau atau dari mimpi saja. Seperti yang dikatakan Syekh Nawawi Al-Bantani
 
وهما بجسده صلى الله عليه وسلم وروحه مع يقظة لا منام مرة واحدة فى ليلة واحدة عند جمهور المحدثين والفقهاء والمتكلمين وتواردت عليه ظواهر الأخبار الصحيحة

"Dan keduanya (Isra Mikraj) dialami Rasulullah saw. dengan jasadnya dalam keadaan sadar dan tidak tidur dalam waktu sekali dalam satu malam menurut mayoritas ulama hadis, ulama fikih, ulama tauhid serta berdasarkan dalil-dalil yang sahih." (Syekh Nawawi Al-Bantani. Nur Az-Zholam hal.152 cet. Darul Hawi)

2. Sebelum naik ke Sidratul Muntaha, Rasulullah saw. Mengimami salat para nabi dan rasul, juga malaikat-malaikat. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. adalah makhluk paling mulia di alam semesta ini. Syekh Muhammad Al-Fadholi menyebutkan;

 ومما يجب اعتقاده أن أفضل المخلوقات على الإطلاق نبينا صلى الله عليه وسلم.

" Dan dari perkara-perkara yang wajib diimani adalah makhluk yang paling mulia secara mutlak adalah Nabi kita saw." (Syekh Muhammad Al-Fadholi. Kifayat Al-Awam fi Ilmi Al-Kalam hal. 181 cet. Darul Kutub Ilmiyyah)

Hal lain yang menunjukkan kemuliaan beliau kepada seluruh alam adalah ketika Beliau naik ke Sidratul Muntaha dan malaikat Jibril tidak bisa ikut naik juga. Yang artinya, kekhususan ini hanya diperuntukkan untuk beliau saw.

3. Rasulullah di Sidratul Muntaha berbicara dengan Allah Swt, dengan cara yang hanya Ia mengetahui. Maka tidak boleh diserupai dengan cara bicaranya makhluk. Seperti yang disebutkan Sayyid Muhammad Al-Alawi Al-Maliki,

والصواب: أنه صلى الله عليه وسلم رأى ربه بلا كيف ولا انحصار وهو قول: ابن عباس ٠‏ وأنس» والحسن» وعكرمة». وذكر ذلك البغوي في «تفسيره».

"Dan yang benar, adalah (Nabi) saw. melihat Tuhan-Nya tanpa (diketahui) caranya dan tanpa batas. Dan ini perkataan Ibnu Abbas, Anas, Hasan, dan Ikrimah. Dan hal ini disebutkan Al-Baghawi di dalam tafsirnya."
(Sayyid Muhammad Al-Alawi. Jalau' Al-Afham syarhi Al-Aqidat Al-Awam hal.106)

4. Peristiwa di Sidratul Muntaha ini tidak menunjukkan bahwa Allah bertempat disana. Dikarenakan Allah memiliki sifat Qiyamuhu binafsihi yang maknanya tidak membutuhkan apapun. Maka Allah tidak bertempat, dan tidak terikat dengan makhluk-makhluk-Nya untuk ada. Imam Ibrahim Al-Bajuri berkata

, ويجب في حقه تعالى القيام بالنفس،ومعناه أنه تعالى لا يفتقر إلى محل ولا إلى مخصص .

 "Dan wajib atas Allah Ta'ala (sifat) kaya dengan sendirinya. Maknanya, Allah tak memerlukan tempat dan juga pencipta." (Imam Ibrahim Al-Bajuri. Tijan Ad-Durori hal.16 cet. Maktabah Hasyimiyah).