http://www.english.hadhramaut.info Dosa Istri Dipikul Suami [The Source: hadhramaut.info - 05/06/2024]
Sebelumnya, pernyataan seperti ini untuk menjawabnya bisa kita simak penjelasan dari para tokoh agama seperti Buya Yahya atau Ustaz Abdul Shomad ataupun para tokoh agama lainnya.

Namun, perlu diuraikan. Karena pernyataan itu memang tidak bisa dikatakan benar, juga tidak serta merta untuk disalahkan, karena bisa dilihat dari dua aspek berikut :

1. Setiap anak Adam, perbuatan burukya ditanggung sendiri, tidak dipikul oleh orang lain. Ini berdasarkan ayat :

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى?

Seorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. ( QS. Surah Al An'am 164)

Melihat beberapa komentar ulama mengenai ayat ini, diantaranya Syekh Nawawi al Jawi dalam tafsirnya menulis :

 قيد في الآيات بالوازرة موافقة لسبب النزول وهو أن الوليد بن المغيرة كان يقول للمؤمنين: اتبعوا سبيلي أحمل عنكم أوزاركم ثُمَّ إِلى رَبِّكُمْ
 
Ayat tersebut diturunkan karena perkataan Al Walid bin Al Mugiroh kepada orang orang mukmin Ikuti jalanku ini, aku akan menanggung beban kalian semuanya dihadapan tuhan kalian. ( Lihat Nawawi al Jawi, Tafsir Marah Labid 1/359).

Ini juga berdasarkan pendapat Sayidah Aisyah ra yang berkomentar mengenai ayat tersebut, beliau mengatakan Benar adanya bahwa, siapapun tidak akan disiksa dengan perbuatan buruk orang lain, dan pendapat ini sudah disepakati.(Lihat Kitab at Tamhid Ibn Abdil Barr 17/274)

وَذَهَبَتْ عَائِشَةُ إِلَى أَنَّ أَحَدًا لَا يُعَذَّبُ بِفِعْلِ  غَيْرِهِ وَهُوَ أَمْرٌ مُجْتَمَعٌ
عَلَيْهِ لِقَوْلِ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى)

Melihat tanggapan para ulama terkait ayat di atas, mungkin saja akan timbul pertanyaan. Bagaimana dengan ayat lain semisal, pada surah al Ankabut ayat 13 berikut.

‎وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَّعَ أَثْقَالِهِمْ

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri.

Dan Hadits Nabi riwayat Imam Muslim berikut :

من سن سنة سيئة فعمل بها من بعده كان عليه وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ  عَمِلَ بِهَا لَا يُنْقِصُ من أوزارهم شيء

Siapapun yang mencontohkan perbuatan buruk lalu diikuti orang lain, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa yang menirunya, tanpa mengurangi dosa peniru sedikitpun.

Dua dalil di atas bisa saja disodorkan oleh penanya, untuk menjawabnya bisa kita lihat dari penjelasan Imam as Showi
dalam tafsirnya :

: {وِزْرَ أُخْرَى} إن قلت: كيف هذا مع قوله تعالى:
{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالاً مَّعَ أَثْقَالِهِمْ}
[العنكبوت: 13] ، وقوله عليه الصلاة والسلام "من سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها إلى يوم القيامة" ؟ أجيب بأن ما هنا محمول على من لم يتسبب فيه بوجه، وفي الآية الأخرى والحديث محمول على من تسبب فيه، فعليه وزر المباشرة، ووزر التسبب، ووزر الفاعل لا يفارقه.

Kandungan ayat dalam surah al An’am itu dimaksudkan adalah orang yang tidak menjadi sebab orang lain melakukan dosa. Sedangkan, pada surah al Ankabut ataupun Hadits tersebut yang di maksudkan adalah sebab orang lain melakukan perbuatan dosa. Selain dia mendapatkan dosa karena perbuatan buruknya sendiri, juga mendapatkan dosa karena orang lain mencontoh perbuatan buruknya.( Lihat Tafsir As Showi 603).

Jadi, dia memikul dosa orang lain lantaran dirinya menjadi sebab orang lain melakukan perbuatan dosa.

2. Betul bahwa, setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.
Termasuk orang tua atau suami. Tapi, Mereka memikul dosa keluarga jika lalai dalam mendidik atau tidak mendidiknya dengan benar.

Tanggungan ini bukan semata karena perbuatan dosa mereka, melainkan ada sebab lain, yaitu lalai dalam memberikan pendidikan atau menunaikan tugas kewajiban atau hak lainnya. Seperti yang penulis jelaskan di akhir point pertama di atas.

أَنَّ الشَّخْصَ لَا يُعَذَّبُ بِفِعْلِ  غَيْرِهِ إِلَّا إِذَا كَانَ لَهُ فِيهِ تَسَبُّبٌ،

Bahwa, siapapun tidak akan disiksa dengan perbuatan orang lain, kecuali ada sebab yang melatarbelakangi.(Lihat Fathul Bari 3/353).

إِنَّ اللَّهَ سَائِلُ كُلِّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ حَفِظَ ذَلِكَ أَوْ ضَيَّعَهُ، وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ الْمُكَلَّفَ يُؤَاخَذُ بِالتَّقْصِيرِ  فِي أَمْرِ مَنْ هُوَ فِي حُكْمِهِ،

Hadits riwayat Anas bin Malik, bahwa siapapun memang akan diminta pertanggung jawabannya atas kepemimpinan, apakah dia menjalankan atau melalaikannya.

Hadits ini dijadikan sebagai dalil bahwa, siapapun yang diberikan tugas akan memikul dosa orang lain lantaran lalai terhadap tanggung jawab di dalam menjalankan tugasnya. ( Lihat Fathul Bari 13/113).


Kesimpulan;

1. Siapapun pemimpin, Orang tua atau Pak suami, akan disika jika memang lalai dalam memberikan hak dan kewajiban lainnya, seperti memberikan pendidikan, atau memberikan nafkah, atau perbuatan mungkar lainnya.

Membiarkan keluarga, anak serta istri bebas melakukan kemungkaran tanpa upaya pencegahan, contohnya. Beban dosa diberikan ke pihak pemimpin lantaran lalai dari tanggung jawab mendidiknya. Bukan semata mata karena dosanya, sehingga istri bebas melakukan dosa dan maksiat.

2. Jika Pemimpin sudah menjalankan tugas dan kewajiban serta memberikan hak hak lainnya dengan baik, maka mereka tidak mendapatkan dosa sekalipun istri ataupun anaknya tetap melakukan perbuatan mungkar. Melainkan, sekecil apapun dosa akan dipikul mereka sendiri.