Ketika sholat shubuh dan maghrib telah ditegakkan para santri bertebaran
menempati tempat-tempat yang telah ditentukan oleh bagian ta'lim. Bukan
untuk belajar atau membaca pelajaran yang telah diajarkan dikelas
namun untuk membaca ayat demi ayat, surat demi surat dari Al-Qur'an
yang dipantau langsung oleh bagian ta'lim. Tak jarang beberapa ustadz
ikut mengontrol bacaan santrinya walau demikian tak sedikit dari santri
yang tertidur, mengobrol bahkan ada yang beralasan dengan beribu alasan
untuk tidak ikut jama'ah dan membaca Al-Quran. Walau hal tersebut hanya
terjadi pada segelintir santri, namun sangat disayangkan ternyata hal
tersebut digemari pula oleh kebanyakan santri kibar (senior) bahkan
sebagian pengurus ikut nimbrung dengan kelompok kecil ini. Di luar
kehidupan pondok tidak sedikit dari keluarga-keluarga muslim menjadikan
awal dari aktifitas hariannya hanya tidur dan tidur, memilih berlari
pagi atau menonton acara TV yang penuh dengan bualan dan memajang
Al-Qur'an mereka dilemari yang akan dibaca ketika ada acara yasinan,
tahlilan atau ketika ada keluarga yang meninggal, atau menjadikannya
sebagai jimat penangkal rumah dari adanya setan-setan jahat dan tuyul,
wal 'iyaadzubillah.
Harus kita sadari sebagai seorang muslim bahwa fenomena di atas sangat
bertentenangan dengan hikmah diturunkannya Al-Qur'an itu sendiri. Bahwa
apa yang ditawarkan dari Al-Qur'an sangatlah besar bahkan sempurna
apabila dibandingkan dengan sekedar tidur dan mengobral obrolan yang tak
jelas arahnya. Allah Ta'ala menjadikan membacanya sebagai sebuah Ibadah
bahkan lebih dari itu di dalamnya terkandung garis-garis dan tujuan
hidup sebenarnya beserta solusinya. Allah Ta'ala berfirman :
(Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs Yunus 10 : 57).
Imam Al-Aluusi menafsiri ayat tersebut "Bahwa telah datang kepada
kalian (orang-orang beriman) Kitab yang berisikan manfaat dan banyak
faedah, menyingkap seluruh amal baik dan buruk, stimulan dalam amal
kebaikan dan penghalang terhadap keburukan, penerang dalam mengetahui
kebenaran dan obat penawar dari keraguan dan rusaknya 'aqidah, petunjuk
kepada jalan yang benar dan jelas dengan dalil yang menyadarkan akal dan
jiwa, sebagai rahmat bagi orang-orang beriman dimana dengannya mereka
selamat dari kelamnya kekufuran dan kesesatan menuju kepda cahaya,
terhindar dari dalamnya neraka hingga terangkat pada tingginya surga.
Berkata sebagian muhaqqiq "dalam hal ini terdapat isyarat, bahwa jiwa
manusia yang sampai pada tingkatan sempurna dalam berpegang dengan
Al-Qur'an akan mendaptkan kemenangan"[1] .
Patut menjadi renungan bersama, sudahkah Al-Qur'an menjadi
manhaj (way of life) sebagaimana tujuan ia diturunkan bagi kita. Tidak
hanya sekedar membacanya namun kosong dari penghayatan. Sebagaimana yang
kita ketahui bersama bahwa dalam hidup ini ujian demi ujian selalu
menghadang demikian musibah tak kunjung berhenti bahkan belum selesai
satu musibah telah datang musibah lain yang lebih berat. Dua hal ini
mendorong kita untuk memperoleh pencerahan dan cara dalam menyikapinya.
Maka kita akan mendapati ada yang mengambil hal tersebut sebagai ajang
dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, dengan memperhatikan
ayat-ayatNya dalam Al-Qur'an kemudian mencari solusinya dengan melihat
berbagai macam solusi yang telah ditawarkan oleh Allah Ta'ala melalui
lisan Rasul-Nya r. Namun sebagian ada yang menganggapnya sebagai penyita
waktu dalam berleha-leha di dunia, tak henti menghujat bahkan
menganggapnya sebagai ketidak adilan. Menjauhkan mereka dari Allah
Ta'ala hingga hati mereka hitam kelam tak mampu membedakan antara yang
haq dan batil.
Sangat beruntung bagi mereka yang menyadari hakikat dari diturunnya Al-Qur'an ke muka bumi. Tak pernah lelah dalam membaca dan mengkajinya, sebagaimana pembiasaan yang telah kita jalani selama di pondok. Karna tak akan pernah rugi manusia yang selalu menjadikan hidupnya selalu berdampingan dengan kalam Rabbnya. Menjadikan detik-detik hidupnya sebagai pemindahan lafaz-lafazNya menjadi sebuah program hidup dalam menentukan kebijakan dan melaksanakan setiap keuputusan. Hanya dengan demikianlah hati akan menjadi terang dan tenang, yang akan berpengaruh kuat terhadap berhasil dan gagalnya kita dalam menjalani kehidupan sebagaimana yang di ridhoi oleh Allah Ta'ala. Akhirnya kepada Allah Ta'ala lah kita selalu memohon pertolongan agar kelak kita dikumpulkan bersama para hamba pilihan-Nya. Wallahu a'alam.