http://www.english.hadhramaut.info Isi Liburan Musim Panas, PCINU Yaman Adakan Seminar [The Source: indo.hadhramaut.info - 25/7/2010]
Dalam rangka menjalankan program kerja seperti yang telah dicanangkan pada awal periode kepengurusan, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman bekerjasama dengan Forum Mahasiswa Indonesia Al Ahgaff (FORMIL) menyelenggarakan seminar ilmiah pada hari Minggu (11/07) kemarin, di aula Fakultas Syari’ah wal Qonun, Universitas Al Ahgaff.

 Seminar tersebut mendatangkan narasumber seorang dosen Fakultas Syari’ah wal Qonun, Uneversitas Al Ahgaff, Ustadz Musthofa Hamid bin Smith, dengan makalah yang dipresentasikannya “Bahtsun fil Ijma’ wa Wuqu’ihi (Esensi dan Eksistensi Ijma’)” dimulai pukul 10:00 waktu setempat (14:00 WIB). Makalah yang membahas poin-poin penting dalam permasalahan Ijma’, seperti dalil Ijma’ dari Al Quran, Sunah dan logika, urgensi Ijma’ dalam syariat Islam, klasifikasi Ijma’ serta syarat-syaratnya, dan counter pendapat yang mengingkari adanya Ijma’, disampaikan selama satu jam dalam bahasa Arab kepada peserta seminar yang terdiri tidak hanya dari pelajar Indonesia saja, bahkan juga dari pelajar Pakistan, Tanzania, Kenya, Nigeria dan Burkinapaso. “Pendapat yang menafikan wujud Ijma’ dengan berdalih pada hadis Mu’adz bin Jabal r.a. yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya, waktu Nabi SAW. mengutus Mu’adz ke negara Yaman sebagai Qodli. Nabi bertanya kepadanya, ‘Dengan apa engkau menghukumi suatu perkara yang diajukan padamu?’ Muadz menjawab bahwa ia akan menghukumi perkara tersebut dengan Al Quran, bila tidak ada dalam Al Quran maka dengan Sunah, bila tidak ada dalam Sunah maka dengan ijtihad. Di hadis ini, hanya disebutkan Al Quran, Sunah dan ijtihad (Qiyas) sebagai dalil dan tidak menyebut Ijma’ sama sekali. Hal itu menunjukkan bahwa Ijma’ tidak ada dan tidak bisa dijadikan dalil dalam agama. Pendapat itu sangat rapuh dan bisa dicounter dengan mudah, Muadz tidak menyebut Ijma’ karena Nabi SAW. masih hidup, sedangkan Ijma’ hanya terjadi setelah wafatnya Nabi SAW, seperti yang telah saya paparkan dalam definisi Ijma’ tadi,” jelas Ustadz Musthofa selaku narasumber waktu presentasi.

Setelah sesi presentasi makalah, para peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar tema. Saking asyiknya, sesi tanya-jawab ini memakan waktu satu jam dengan majunya enam orang penanya. “Bagaimana menjawab syubhah (sangkaan) madzhab Dzohiriyah yang mengatakan bahwa Ijma’ hanya bisa terjadi pada masa sahabat saja? Karena setelah masa sahabat, para mujtahid tidak lagi terkumpul di satu tempat, bahkan terpencar-pencar ke negara yang berbeda-beda?” isykal seorang penanya. “Tadi, Bapak menjelaskan akan adanya Ijma’ dalam pengharaman pembuatan bayi tabung, jika sel telur diambil dari rahim perempuan ajnabiyah (bukan istri). Padahal, secara definitif, Ijma’ hanya bisa terjadi dan dilakukan oleh para mujtahid. Pertanyaan saya, apakah para mujtahid  sekarang masih ada?” tanya yang lainnya. Setelah dipersilahkan oleh moderator, Ustadz Musthofa menjawab pertanyaan pertama, bahwa Ijma’ bisa saja terjadi di sembarang masa setelah wafatnya Nabi SAW. Karena untuk terjadi Ijma’ tidak disyaratkan berkumpulnya para mujtahid di suatu tempat. Yang disyaratkan adalah kesepakatan pendapat mereka di suatu masa—di masa Imam Sya’fii, misalnya—dalam memberi hukum suatu masalah, walau pun mereka bertempat di negara yang berbeda-beda waktu menghukumi masalah tersebut. Dan untuk pertanyaan kedua, ia menjawab, “Memang menurut mayoritas ulama, tidak ditemukan lagi seorang yang mencapai maqom ijtihad setelah abad ke empat Hijriyah. Akan tetapi, menurut madzhab Hambali, mujtahid itu selalu ada dalam setiap masa, tak terkecuali di masa sekarang kita ini. Dan saya mengatakan terjadi Ijma’ dalam pengharaman pembuatan bayi tabung dengan kriterianya tadi, karena memang semua ulama masa sekarang sepakat (aklamasi) akan hal itu.”

Pukul 12:00 waktu setempat, seminar yang dihadiri sekitar 85 peserta tersebut, ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan menu ala kadarnya, ayam open. Usai acara, kami sempat menemui panitia di asrama dan berbincang-bincang sebentar. “Kami memilih tema Ijma’ karena Ijma’ merupakan salah satu dari dalil-dalil agama Islam yang disepakati faham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), di samping sedang merebaknya faham antimadzhab di tanah air yang mengingkari wujud Ijma’ dalam Islam. Jika ijma’ sudah diingkari, maka akan banyak hukum-hukum pokok dalam Islam akan diingkari juga. Karena keotentikan Al Quran sendiri itu ditetapkan melalui Ijma’,” ungkap ketua Tanfidziyah, Muhammad Alam, waktu kami tanya. “Peserta seminar tidak kami batasi untuk warga Nahdliyin Indonesia, tapi kami umumkan biar faedahnya lebih umum dan meluas,” pungkasnya. (cohv).