Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsaHari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka, sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia
tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia
tetap sedia
Membangun negara kita.
"Hari
Merdeka", lagu yang menggugah hati, lagu gubahan H. Mutahar di atas
selalu menggelora di seluruh pelosok Indonesia setiap tanggal 17
Agustus. Kata-kata yang terlulis dalam bait tersebut mengandung makna
persatuan dan seruan perjuangan. Dengan bangga dan penuh semangat lagu
ini dinyanyikan semua masyarakat Indonesia tanpa mengenal batasan
usia, ras, suku ataupun agama.
Negara kita tercinta telah
mendapatkan status kemerdekaan dan diakui kemerdekaannya oleh dunia.
Merdeka artinya "bebas" tanpa belenggu. Bebas mengatur pemerintahan
sendiri, bebas berekspresi. Kamus Dewan memberi makna merdeka sebagai:
1). Bebas dari pada penjajahan, kurungan dan naungan. 2). Lepas dari
pada tebusan dan tuntutan. 3). Berdiri sendiri, tidak bergantung pada
yang lain. Dalam konteks Indonesia, Merdeka adalah "rakyat Indonesia
telah kembali menjadi raja di negeri sendiri" tanpa ada intervensi dari
pihak luar.
Kata merdeka menjadi kata yang tepat untuk
mewakili segala bentuk perjuangan, ekspektasi, tujuan dan cita-cita
seluruh rakyat saat itu. Dengan kata merdeka merekapun lalu sama-sama
mengerti bahwa masih ada yang harus terus diperjuangkan. Kata merdeka
menjelma menjadi benteng yang paling kokoh dalam setiap dada rakyat
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.
Menggapai Mimpi
Selama
kurang lebih dari tiga setengah (3,5) abad lamanya bangsa Indonesia
dijajah oleh kolonialisme dan imprealisme. Selama itu pula Indonesia
bermimpi untuk segera keluar dari cengkraman penjajah yang saat itu
hanya mengobok-obok bangsa Indonesia.
Mimpi Indonesia
(Indonesian's Dream) baru terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan
dipelopori oleh Soekarno-Hatta, secara resmi Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Dengan mantap Bapak Proklamator/Soekarno membacakan
teks "proklamasi" dihadapan masyarakat Indonesia dengan penegasan
bahwa, "pemerintahan negara Indonesia bertujuan melindungi segenap
bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial." Sebuah misi praktis, konkrit dengan tujuan yang
mulia demi terwujudnya kesejahteraan, kecerdasan, dan keadilan sosial.
Betapa
para pejuang terdahulu begitu gigih mengupayakan kemerdekaan, merelakan
segenap harta dan nyawa merebut kemerdekaan meskipun mereka sadar toh
pada akhirnya tidak dapat ikut menikmatinya. Mungkin mereka
beranggapan, biarlah mereka menderita dan mengecap pahitnya dijajah
asal anak cucu mereka tak ikut mengalaminya, biarlah anak cucu mereka
hidup damai dalam merdeka.
Bila kemerdekaan yang telah dicapai
Pahlawan terdahulu tidak dapat diteruskan genersi seterusnya, lalu
untuk apa kemerdekaan itu direbut ?. Padahal Tan Malaka berpesan
"jangan pernah kalian sebut kami sebagai pahlawan, ketika apa yang
telah kami lakukan tidak dapat kalian teruskan." jika masa lalu itu
adalah sebuah perjuangan, maka apa yang diperjuangkan di masa lalu itu
juga mesti kita perjuangkan, baik sekarang maupun di masa yang akan
datang bahkan sampai selama-lamanya. Dengan kata lain, jika kemerdekaan
Indonsia kita raih dengan penuh perjuangan, maka kemerdekaan itu mesti
kita perjuangkan terus hingga akhir hayat.
Sebuah Mitos
Belum
sampai satu abad indonesia merdeka, namun problem kebangsaan yang
dihadapi indonesia, ternyata amat kompleks dan mendasar. Kompleksitas
masalah tersebut kerap menghalangi bangsa ini dalam mengisi kemerdekaan
sebagai amanat dari para pejuang kemerdekaan. Kemerdekaan yang
dikumandangkan pun seakan hanya sebuah mitos belaka. Memang, secara
fisik Indonesia sudah terbebas dari Negara Kolonil, namun batinnya,
Indonesia masih terjajah oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab
seperti; tangan jahil para koruptor.
Usia 65 tahun bukanlah usia
muda yang penuh gelora. Indonesia sudah cukup tua renta, dan perlu
mendapat perawatan serius karena dalam kondisi kronis dan kritis.
Sungguh ironi sebenarnya potret bangsa indonesia yang semakin menapaki
usia yang seharusnya semakin matang dan dewasa, namun pada kenyataannya
masih jauh dari harapan seluruh rakyat indonesia khususnya harapan
serta impian para Pahlawan yang telah gugur dalam rangka merebut
kemerdekaan bangsa indonesia dari tangan Penjajah.
Roosevelt
pernah berkata bahwa sebuah negara pantas disebut merdeka jika di
dalamnya setiap orang sungguh merdeka dari kebutuhan, kemiskinan
(freedom from needs or want), merdeka dari ketakutan (freedom from
fear), merdeka untuk beribadah (freedom of every person to worship
God), dan merdeka untuk berpendapat dan berekspresi (freedom of speech
and expression).
Coba lihat, Roosevelt menaruh “freedom from
needs or want” (merdeka dari kebutuhan/kemiskinan) dalam urutan
pertama, sudahkah masyarakat Indonesia keluar dari jurang kemiskinan ?
Tentu jawabannya "tidak". Setiap tahun angka kemiskinan dan
pengangguran membengkak. Ironis bila dibayangkan dengan hamparan
kekayaan alam yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Terus,
siapa sebenarnya yang merdeka ? Yang merdeka hanyalah para pejabat
Negara dan anak cucunya, yang telah merdeka adalah orang-orang kaya
beserta keluarganya, "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin
miskin." Lalu bagaimana dengan warga Negara kita yang miskin, yang jadi
tukang becak, tukang sampah, petani, pedagang sayur, apakah mereka
tidak mempunyai hak untuk merdeka?.
Begitu juga dalam bidang
politik, pemerintahan, dan hukum masih dalam "ketimpangan". Korupsi
menggurita di setiap lembaga. Hukum yang masih tebang pilih. Adanya
markus (makelar khusus) dan mafia hukum. Sesama penegak hukum saling
terkam (MA, POLRI dan KPK). Semua masalah datang silih berganti seakan
tiada henti menghampiri. Sampai kapan ini akan berakhir ?... Ibu
pertiwipun menangis seraya berkata "akan dibawa kemana indonesia ini ?."
Semua
masalah ini bermuara pada pudarnya rasa kebangsaan, nasionalisme, dan
patriotisme. Hal mendesak yang harus dilakukan adalah mengokohkan
kembali rasa nasionalisme dan patriotisme dalam dada kaum muda,
cendikiawan, para birokrat, penegak hukum, dan element masyarakat.
Kesenjangan
ini tak cukup hanya himbauan tapi harus disertai tindakan keteladanan,
harus ada kemauan politik bersama untuk mengamalkan atau
mengimpelementasikan nilai-nilai luhur ideologi pancasila dan
konstitusi UUD 1945. Inilah refleksi revolusioner dalam rangka
menyambut hari kemerdekaan RI ke-65 sehingga "kemerdekaan" ini
benar-benar dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya
ceremonial dan ritual belaka.
Oleh: Amir Faqih al-Qadafi:
Mahasiswa Fakultas Syari'ah Universitas al-Ahgaff Tareem Hadhromaut
Yaman. Aktivis PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Yaman.