http://www.english.hadhramaut.info HUT Kemerdekaan RI; Sebuah MITOS Semu [The Source: indo.hadhramaut.info - 24/8/2010] Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka, sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia
tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia
tetap sedia
Membangun negara kita.

"Hari Merdeka", lagu yang menggugah hati, lagu gubahan H. Mutahar di atas selalu menggelora di seluruh pelosok Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Kata-kata yang terlulis dalam bait tersebut mengandung makna persatuan dan seruan perjuangan. Dengan bangga dan penuh semangat lagu ini dinyanyikan semua masyarakat Indonesia  tanpa mengenal batasan usia, ras, suku ataupun agama.

Negara kita tercinta telah mendapatkan status kemerdekaan dan diakui kemerdekaannya oleh dunia. Merdeka artinya "bebas" tanpa belenggu. Bebas mengatur pemerintahan sendiri, bebas berekspresi. Kamus Dewan memberi makna merdeka sebagai: 1). Bebas dari pada penjajahan, kurungan dan naungan. 2). Lepas dari pada tebusan dan tuntutan. 3). Berdiri sendiri, tidak bergantung pada yang lain. Dalam konteks Indonesia,  Merdeka adalah "rakyat Indonesia telah kembali menjadi raja di negeri sendiri" tanpa ada intervensi dari pihak luar.

Kata merdeka menjadi kata yang tepat untuk mewakili segala bentuk perjuangan, ekspektasi, tujuan dan cita-cita seluruh rakyat saat itu. Dengan kata merdeka merekapun lalu sama-sama mengerti bahwa masih ada yang harus terus diperjuangkan. Kata merdeka menjelma menjadi benteng yang paling kokoh dalam setiap dada rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.
Menggapai Mimpi

Selama kurang lebih dari tiga setengah (3,5) abad lamanya bangsa Indonesia dijajah oleh kolonialisme dan imprealisme. Selama itu pula Indonesia bermimpi untuk segera keluar dari cengkraman penjajah yang saat itu hanya mengobok-obok bangsa Indonesia.

Mimpi Indonesia (Indonesian's Dream) baru terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dipelopori oleh Soekarno-Hatta, secara resmi Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Dengan mantap Bapak Proklamator/Soekarno membacakan teks "proklamasi" dihadapan masyarakat Indonesia dengan penegasan bahwa, "pemerintahan negara Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial." Sebuah misi praktis, konkrit dengan tujuan yang mulia demi terwujudnya kesejahteraan, kecerdasan, dan keadilan sosial.

Betapa para pejuang terdahulu begitu gigih mengupayakan kemerdekaan, merelakan segenap harta dan nyawa merebut kemerdekaan meskipun mereka sadar toh pada akhirnya tidak dapat ikut menikmatinya. Mungkin mereka beranggapan, biarlah mereka menderita dan mengecap pahitnya dijajah asal anak cucu mereka tak ikut mengalaminya, biarlah anak cucu mereka hidup damai dalam merdeka.

Bila kemerdekaan yang telah dicapai Pahlawan terdahulu tidak dapat diteruskan genersi seterusnya, lalu untuk apa kemerdekaan itu direbut ?. Padahal Tan Malaka berpesan "jangan pernah kalian sebut kami sebagai pahlawan, ketika apa yang telah kami lakukan tidak dapat kalian teruskan." jika masa lalu itu adalah sebuah perjuangan, maka apa yang diperjuangkan di masa lalu itu juga mesti kita perjuangkan, baik sekarang maupun di masa yang akan datang bahkan sampai selama-lamanya. Dengan kata lain, jika kemerdekaan Indonsia kita raih dengan penuh perjuangan, maka kemerdekaan itu mesti kita perjuangkan terus hingga akhir hayat.

Sebuah Mitos
Belum sampai satu abad indonesia merdeka, namun problem kebangsaan yang dihadapi indonesia, ternyata amat kompleks dan mendasar. Kompleksitas masalah tersebut kerap menghalangi bangsa ini dalam mengisi kemerdekaan sebagai amanat dari para pejuang kemerdekaan. Kemerdekaan yang dikumandangkan pun seakan hanya sebuah mitos belaka. Memang, secara fisik Indonesia sudah terbebas dari Negara Kolonil, namun batinnya, Indonesia masih terjajah oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab seperti; tangan jahil para koruptor.

Usia 65 tahun bukanlah usia muda yang penuh gelora. Indonesia sudah cukup tua renta, dan perlu mendapat perawatan serius karena dalam kondisi kronis dan kritis. Sungguh ironi sebenarnya potret bangsa indonesia yang semakin menapaki usia yang seharusnya semakin matang dan dewasa, namun pada kenyataannya masih jauh dari harapan seluruh rakyat indonesia khususnya harapan serta impian para Pahlawan yang telah gugur dalam rangka merebut kemerdekaan bangsa indonesia dari tangan Penjajah.

Roosevelt pernah berkata bahwa sebuah negara pantas disebut merdeka jika di dalamnya setiap orang sungguh merdeka dari kebutuhan, kemiskinan (freedom from needs or want), merdeka dari ketakutan (freedom from fear), merdeka untuk beribadah (freedom of every person to worship God), dan merdeka untuk berpendapat dan berekspresi (freedom of speech and expression).

Coba lihat, Roosevelt menaruh “freedom from needs or want” (merdeka dari kebutuhan/kemiskinan) dalam urutan pertama, sudahkah masyarakat Indonesia keluar dari jurang kemiskinan ? Tentu jawabannya "tidak". Setiap tahun angka kemiskinan dan pengangguran membengkak. Ironis bila dibayangkan dengan hamparan kekayaan alam yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Terus, siapa sebenarnya yang merdeka ? Yang merdeka hanyalah para pejabat Negara dan anak cucunya, yang telah merdeka adalah orang-orang kaya beserta keluarganya, "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin." Lalu bagaimana dengan warga Negara kita yang miskin, yang jadi tukang becak, tukang sampah, petani, pedagang sayur, apakah mereka tidak mempunyai hak untuk merdeka?.

Begitu juga dalam bidang politik, pemerintahan, dan hukum masih dalam "ketimpangan". Korupsi menggurita di setiap lembaga. Hukum yang masih tebang pilih. Adanya markus (makelar khusus) dan mafia hukum. Sesama penegak hukum saling terkam  (MA, POLRI dan KPK). Semua masalah datang silih berganti seakan tiada henti menghampiri. Sampai kapan ini akan berakhir ?... Ibu pertiwipun menangis seraya berkata "akan dibawa kemana indonesia ini ?."

Semua masalah ini bermuara pada pudarnya rasa kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme. Hal mendesak yang harus dilakukan adalah mengokohkan kembali rasa nasionalisme dan patriotisme dalam dada kaum muda, cendikiawan,  para birokrat, penegak hukum, dan element masyarakat.

Kesenjangan ini tak cukup hanya himbauan tapi harus disertai tindakan keteladanan, harus ada kemauan politik bersama untuk mengamalkan atau mengimpelementasikan nilai-nilai luhur ideologi pancasila dan konstitusi UUD 1945. Inilah refleksi revolusioner dalam rangka menyambut hari kemerdekaan RI ke-65 sehingga "kemerdekaan" ini benar-benar dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya ceremonial dan ritual belaka.

Oleh: Amir Faqih al-Qadafi: Mahasiswa Fakultas Syari'ah Universitas al-Ahgaff Tareem Hadhromaut Yaman. Aktivis PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Yaman.