Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kemajmukannya. Kemajemukan inilah ýyang menjadi bagian kekayaan bangsa indonesia.
Di antaranya adalah kemajmukan ýberagama dan berkeyakinan. Kita sebagai warga negara memang dituntut untuk dapat ýmenghargai perbedaan tersebut. Akan tetapi, untuk menghargai sebuah perbedaan kita ýtidak harus membenarakan semua perbedaan yang ada, jika hal itu memang ýbertentangan dengan standar (mi'yar) keyakinan yang kita miliki. Dan adapun untuk ýmenghargai perbedaan tersebut adalah tak lebih hanyalah bagaimana sikap kita ketika ýmenyikapi perbedaan tersebut, yaitu dengan sikap bijaksana, bukan dengan merubah ýapa yang ada di dada kita. Karena sebuah keyakinan adalah ibarat sebuah takaran, ýyang apabila dilihat dari sisi hubungannya dengan yang lain maka memiliki dua ýfungsi. Pertama, fungsi ke dalam adalah untuk menjadi identitas bagi keyakinan itu ýsendiri. Dan kedua, fungsi ke luar adalah untuk menjadi alat pembeda dengan ýkeyakinan yang lain. Sepeti keyakinan umat Islam tentang Tuhan. Menurut umat ýIslam, keyakinan yang benar adalah Tuhan itu hanya satu. Berarti hal ini berbeda ýdengan keyakinan yang lain yang menyatakan bahwa Tuhan itu terbagi tiga atau lebih.ý
Selain alasan tersebut, untuk mengormati pendapat orang lain, kita tidak harus ýmenyetujui pendapatnya. Atau dengan kata lain kita bisa menghormati orang lain ýwalaupun kita tidak menyetujui pendapatnya. Karena memang tidak ada korelasi ýmengikat(talazum) antara mengormati dan membenarkan. Untuk menilai benar ýtidaknya sesuatu, kita punya takaran sendiri. Begitupun untuk menghormati pendapat ýyang lain, kita punya pertimbangan sendiri. ý
ý ý
Akhir-akhir ini, para pemikir Islam Liberal lewat faham pluralisme agama-nya ýmecoba mengajak umat Islam untuk membenarkan semua perbedaan keyakinan ýdengan atas nama menghargai perbedaan keyakinan. Walupun sebenarnya mereka ýtahu bahwa di antara keyakinan-keyakinan tersebut sebenarnya terdapat sebuah ýkontradiksi, sehingga tidak mungkin untuk bisa benar secara bersamaan. ý
Jika kita pelajari, cara seperti ini sebenarnya malah bertentangan dengan tujuan ýmereka sendiri. Karena dengan membenarkan semua keyakinan yang saling bebeda-ýbeda dan kontradiksi tersebut, hal ini malah menghilangkan perbedaan yang ada, ýkarena semua keyakinan telah mereka leburkan menjadi satu, yaitu sama-sama ýmeyakini semuanya benar. Jika semua telah sama, lalu perbedaan apa yang harus ýmereka hargai, jika perbedaannya sudah tidak ada? Selain keyakinan tersebut lebur ýmenjadi satu, keyakinan tersebut menjadi sama-sama tidak jelas dan kabur, kerena ýbatasan-batasan antar keyakinan sudah tidak jelas, dan akal siapapun tidak ada yang ýmampu meyatukan sebuah kontradiksi untuk dikatakan semuanya benar secara ýbersamaan. ý
Dogma-Dogma Kontradiksi Kaum Islam Liberal
Adanya kontradiksi antar keyakinan sebenarnya telah disadari oleh para pemikir ýliberal. Oleh karena itu, mereka mencoba mengeluarkan dogma-dogma tentang ýkebenaran, sebagai upaya pelarian mereka dari ketidak sanggupan mereka untuk ýmenjelaskan secara rasional bahwa kontradiksi tersebut bisa benar secara bersamaan. ýTetapi, di sisi lain mereka tetap ingin membenarkan semua keyakinan tersebut. Lagi- ýlagi agar meraka dikatakan menghargai perbedaan. Dogma-dogma yang sekarang ýtelah mereka keluarkan adalah: ý
ý ý
Partama, mereka mengatakan kebenaran adalah relatif, karena mereka tak ingin ýsetiap umat beragama memastikan bahwa keyakinan agamanya adalah yang paling ýbenar dan yang lain salah, sehingga jika mereka menemukan kontradiksi di antara ýdua keyakinan maka mereka tidak mau memberi keputusan, walau untuk diri sendiri, ýmana yang benar dan mana yang salah diantara dua keyakinan tersebut, karena ýkeduanya telah sama-sama direlatifkan. ý
Kedua, mereka mengatakan soal kebenaran yang tahu hanya Tuhan, tujuan mereka ýtak jauh beda dengan tujuan mereka ketika mereka mengeluarkan dogma kebenaran ýadalah relatif, yaitu umat beragama, menurut mereka, sama-sama tidak punya hak ýuntuk memastikan mana yang paling benar dan mana yang salah. ý
Ketiga , ada sorang pemikir Islam Liberal meyatakan bahwa kebenaran itu banyak, ýkarena menurutnya setiap kebenaran punya takaran sendiri-sendiri. Jika kita pelajari, ýdogma baru mereka ini keluar tak lain halnya adalah juga sebagai upaya pelarian ýmereka dari relitas kontradiksi yang ada di antara berbagai keyakinan dengan cara ýmembenarkan semua keyakinan tersebut. Selain itu, agar kita umat Islam melupakan ýrealitas keberagaman kondisi kitab suci umat beragama, yang dalam hal ini sebagai ýsumber takaran kebenaran setiap keyakinan, ada yang sudah tidak asli lagi, ada yang ýhasil olah tangan manusia dan juga memang ada yang masih asli dari Rasul. Selain ýitu, agar kita juga tidak mebeda-bedakan antara keyakinan hasil spekulasi filosofis ýmanusia dengan keyakinan yang bersumber dari wahyu Tuhan.ý
Pernyataan kebenaran adalah banyak, karena setiap kebenaran mempunyai ýtakaran sendiri-sendiri adalah penyataan problematik. Apakah hanya dengan ýmempunyai takaran maka setiap orang yang mendakwakan kebenaran maka akan ýdengan sendirinya diterima sebagai sebuah kebenaran?. dan tidak berusaha berfikir ýkritis bahwa kemungkinan malah takarannya yang salah atau bermasalah, yang ýakhirnya berkonsekuensi pada hasil takarnnya yang ikut menjadi salah. Oleh karena ýitu, kesalahan pada takaran malah lebih berbahaya karena bisa membawa pada ýkesalahan yang lebih luas. Jika kaum Islam Liberal tetap memaksakan diri untuk ýmembenarkan setiap takaran kebenaran, tanpa mau berpikir kritis, maka anak kecil ýyang belum sekolah dan mengaji dan berkata tentang kebenaran maka mau-tak mau ýharus mereka benarkan. Karena anak kecilpun punya takaran sendiri?! ý
Wallahu a'lam bisshowab.ý
ýOleh: Zarnuzi Ghufron, mahasiswa tingkat IV Fakultas Syari'ah wa Qonun ýý Univesitas al-Ahgaff, Hadramaut, Yaman.ý
ý ý