http://www.english.hadhramaut.info Pertanyaan 2 [The Source: hadhramaut.info/indo - 30/5/2008] Makna dari ungkapan  Al 'ami laa madzhaba lahu (orang awam itu tidak bermadzhab).
-    Apakah orang awam itu wajib untuk mengikuti salah satu empat madzhab?
-    Apakah orang islam itu terbagi menjadi mujtahid, muqallid, dan 'amy, atau hanya mujtahid dan muqallid saja?
-    Apakah muqallid itu berbeda-beda tingkatannya?

Jawab

Segala puji bagi Allah SWT, dari-Nya lah kita memohon petunjuk dan kebenaran.
Dalam kitab Al Tuhfah bab zakat dikatakan : ada orang yang beranggapan bahwa orang awam tidak boleh tidak bermadzhab, tapi harus mengikuti madzhab yang dianggap, sebab hal itu hanya boleh sebelum dibukukannnya madzhab-madzhab.
Dalam bab nikah juga dikatakan : Ada perbedaan pendapat, apakah orang awam itu wajib bermadzhab sebagaimana pendapat Al Qaffal, atau tidak bermadzhab sebagaimana pendapat kebanyakan ashab Syafi'I sehingga maksud dari kalimat orang awam tidak bermadzhab tidak wajib terikat dengan madzhab tertentu, dan yang mengatakan harus bermadzhab maksudnya adalah orang awam harus terikat dengan satu madzhab. Pendapat inilah yang paling shahih, para ulama telah sepakat bahwa orang awam tidak boleh melakukan suatu pekerjaan kecuali jika dia bertaqlid (mengikuti) orang yang membolehkan hal tersebut.

Dalam bab qadla' juga disebutkan: Al Harawi mengatakan : madzhab kita, adalah orang awam itu tidak bermadzhab, artinya tidak terikat dengan madzhab tertentu.
Dalam kitab Al Maqasid Al Saniyah, karya Syekh Muhammad bin Abdullah Ba Sudan, dengan deskripsi sebagai berikut : Syekh Ali bin Jamal mengatakan dalam kitab Fathul Majid, orang yang belum mencapai derajat mujtahid Mutlaq harus bertaqlid atau mengikut madzhab  tertentu.

Dalam kitab yang sama juga disebutkan : Al Imam Abdul Rahman bin Abdullah Bal Faqih mengatakan dalam bukunya Syarah Aqidah : setiap mukallaf wajib untuk mempelajari hukumnya hal-hal yang sering terjadi, dan orang yang tidak mampu untuk berijtihad harus bertaklid. Dalam hal ini, bila dia tidak mau belajar maka berdosa sekalipun untuk belajar itu dia harus bepergian jauh semisal berangkat haji, dan bila dia tidak mau bertaklid dia pun berdosa. Adapun ungkapan bahwa orang awam itu tidak bermadzhab, artinya dia boleh untuk tidak terikat dengan satu madzhab tertentu.

Lalu dikatakan seandainya orang tersebut melakukan suatu pekerjaan kemudian sesuai dengan yang dikatakan oleh suatu madzhab yang dianggap tetap, maka amalan atau transaksi orang tersebut tidak sah, tapi ada yang mengatakan bahwa amalan dan transaksi itu sah secara mutlak. Sebagian ulama dalam hal ini memberikan rincian  transaksi orang tersebut sah tapi ibadahnya tidak, sebab dia tidak sungguh-sungguh dalam berniat.

Sebagian imam mengatakan, orang awam ketika beramal dan dia meyakini bahwa amalannya sesuai dengan hukum syariat dan cocok dengan madzhab tertentu meskipun dia tidak tahu siapa yang mengatakan hukum itu secara tepat, maka amalan orang tersebut sah.

Dalam kitab yang sama juga disebutkan seseorang itu adakalanya, dia seorang mujtahid adakalanya bukan. Bila dia mujtahid maka hukumnya seperti di atas, namun bila dia bukan mujtahid, maka dia wajib untuk bertaqlid dalam hal-hal lain, selain Aqidah, keyakinan atau keimanan.

Dari sini jelas bahwa yang dimaksud dengan ungkapan "orang awam tak bermadzhab" adalah, dia tidak diwajibkan untuk terikat dalam satu madzhab tertentu, tapi dia boleh untuk berpindah-pindah madzhab diantara madzhab-madzhab yang terkenal. Dia juga harus bertaqlid kepada salah satu madzhab diantara madzhab-madzhab di atas, seperti hal nya orang lain yang belum mencapai derajat mujtahid. Manusia terbagi menjadi mujtahid dan muqallid dan tidak ada derajat diantara kedua derajat tersebut. Derajat muqallid bertingkat-tingkat, ada yang hanya orang awam, ada yang mencapai derajat orang terkemuka dalam madzhab, ada yang mencapai derajat mujtahid dalam fatwa, ada yang mencapai derajat tarjih atau memenangkan pendapat diantara para imam seperti  Al Imam Nawawi, Rofi'I, dan lainnya.

Orang awam adalah derajat orang yang tidak mampu untuk mentarjih atau mengunggulkan satu pendapat di atas lainnya, orang awam tidak bisa disandarkan kepada satu madzhab tertentu sekalipun dia mengakui hal tersebut dengan lisannya, sebab hal itu membutuhkan keyakinan bahwa madzhab yang dia pilih itu lebih baik atau paling tidak setara dengan madzhab-madzhab lain yang tidak dimiliki oleh orang awam, sebab dia tidak mempunyai dalil-dalil yang menguatkan keyakinannya, dari sini seorang mufti boleh memberikan fatwa kepadanya dengan madzhab apa saja. Menurut pendapatku (Salim bin Said Bukair, pen), jika harus disyaratkan seperti itu, maka sebagaimana diuraikan dalam kitab " Al Maqasid As Saniyah dari Al Asykhar", orang awam tidak bertambah keyakinan dalam hatinya  sekalipun dengan melihat kecondongan umat kepada imam madzhab tertentu, bila dia meyakini hal itu maka dia boleh untuk digolongkan dalam pengikut madzhab tertentu, sebab dia meyakini keunggulan pendapat-pendapat dalam madzhabnya. Hal ini diuarikan juga oleh Al Ashbahi dalam kitab Al Fatawa, jadi semua orang awam yang mengaku ikut madzhab Imam Syafi'I, pengakuan itu betul, sebab mereka yakin keunggulan madzhab imam Syafi'I (Redaksi, Al Asykhar).

Dalam kitab Al Maqasid juga disebutkan, Ibnu Hajar Al Haitami  dalam Al Tuhfah mengatakan sebagaimana yang diungkapkan oleh Al Ashbahy.

Wallahu A'lam bisshawab
Ditulis oleh Salim Bin Said Bukair.