Pertama kali kita harus membahas apa itu hermeneutika dan bagaimana
sejarah hermeneutika sehingga bisa berkembang begitu pesat dan menjadi
salah satu penafsiran yang begitu digandrungi di Indonesia.
Hermeneutika diambil dari bahasa yunani yaitu to hermeneutika bentuk jamak dari hermeneutikon yang berarti penerjemahan/pemahaman suatu pesan. Hermeneutika pertama kali digunakan untuk menafsirkan bilel. Pada abad pertengahan hermeneutika hanya digunakan seputar masalah bible tapi kemudian pada abad ke 18, schelermacher mulai meluaskan cangkupan pembahasan hermeneutika meliputi seluruh teks-teks sejarah. Salah satu orang pertama kali memperkenalkan hermeneutika dalam penafsiran Al Quran adalah Nasr Hamid Abu Zaid, kelahiran Mesir dan ia menyelesaikan studinya di libia. kemudian dia menyeru kepada umat islam agar menafsirkan ulang Al Quran agar sesuai dengan tuntutan zaman, akhirnya dia kemudian memperkenalkan hermeneutika, tapi sayangnya penafsiran yang ia bawa dinilai menyimpang dan tidak sesuai dengan ajaran islam, maka oleh Mesir dinyatakan telah murtad.
Cara hermeneutika memang berbeda dengan cara penafsiran pada umumnya yaitu menafsirkan suatu ayat maupun hadits tidaklah dilihat dari teksnya melainkan juga kontekstual, historis, penulis serta kondisi sosial psikologis sang penulis ketika menulis. Tafsir hermeneutika pada dzhohirnya terlihat menakjubkan dan itu merupakan inovasi baru dalam menafsirkan nash-nash Al Quran tapi pada hakikatnya tafsir hermeneutika sangat berbahaya. Ketika kita menafsirkan teks sejarah dengan hermeneutika itu tidak masalah bahkan bagus karena teks sejarah merupakan swakarya dan karangan sang penulis tapi ketika kita menafsirkan Al Quran dengan hermeneutika maka itu merupakan kesalahan yang sangat besar karena Al Quran bukanlah karangan manusia, Al Quran bukanlah buatan Nabi Muhammad sebagaimana dituduh oleh para orientalis dan Al Quran bukanlah produk budaya sebagaimana yang dikatakan orang-orang liberal tapi Al Quran adalah kalam ilahi dan kita tidak mungkin untuk mengetahui kondisi sosial Allah ketika berfirman karena itu rahasia Allah dan pengetahuan kita terbatas.
Hermeneutika adalan alat utama orang-orang islam liberal ketika menafsirkan Al Quran. Ketika menafsirkan suatu ayat, orang-orang liberal selalu menafsirkan Al Quran dengan melihat konteks Al Quran dan menyebut orang-orang yang menafsirkan Al Quran hanya lewat teks sebagai ‘ubbad an nusus(penyembah teks).
Islam liberal berpendapat bahwa Al Quran bisa kita tafsirkan dengan tafsir hermeneutika karena Al Quran adalah muntaj tsaqofi(produk budaya), di sinilah letak perbedaan antara islam liberal dan islam pada umumnya dan karena ini pula Abu Zaid divonis murtad oleh pemerintahan Mesir. Saya rasa kita tidak akan menadapatkan titik temu antara kita dan islam liberal mengenai boleh atau tidaknya hermeneutika dalam penafsiran Al Quran selama lkaum liberal masih berpendapat bahwa Al Quran adalah muntaj tsaqofi. Sebenarnya ketika seorang muslim telah meyakini bahwa Al Quran adalah muntaj tsaqofi maka secara tidak langsung menganggap bahwa Al Quran bukanlah kalam ilahi.
Oleh karena itulah mengapa DR Adian Husaini jauh-jauh hari mewanti-wanti akan bahayanya hermeneutika dalam penafsiran Al Quran. Banyak sekali contoh hasil penafsiran hermeneutika yang digunakan oleh islam liberal sebagai dasar dalam justifikasi terhadap penafsiran yang mereka lakukan. Sebagai contoh adalah perkawinan antar agama, seorang wanita muslimah boleh menikahi laki-laki kafir dengan berpedoman kepada ayat “fala tarjiuhunna ilal kuffar” al ayat. Wanita muslimah diharamkan menikah dengan lelaki kafir karena ketika ayat ini turun sedang zaman perang, tapi sekarang bukan zaman perang maka wanita muslimah boleh menikah dengan lelaki kafir.
Begitu pula dalam menafsirkan keharaman khomer, wiski dan sebagainya, islam liberal menilai bahwa khomer itu haram karena konteksnya udara arab panas maka ketika udara dingin maka khomer boleh untuk menghangatkan tubuh, oleh karena itu khomer boleh diminum di daerah dingin seperti kutub utara maupun selatan. Dan banyaklah lagi penafsiran-penafsiran yang berbeda dan dinilai menyesatkan. Yang perlu kita garis bawahi disini adalah bahwa menafsirkan Al Quran merupakan hal yang sensitif, dan kita harus berhati-hati dalam menafsirkan Al Quran karena Al Quran adalah kalam ilahi dalam sumber utama hukum islam. untuk menafsirkan Al Quran ada kaidah-kaidah serta ketentuan yang harus kita penuhi seperti kemampuan berbahasa arab(nahwu shorof, balaghoh dll), mengetahui asbabun nuzuz, tanasubul ayat,dll. Perlu diketahui juga bahwa cara-cara penafsiran yang dilakukan oleh salafus soleh adalah penafsiran yang mempunyai silsilah sanad dalam arti mempunyai sanad sampai rasulullah berbeda dengan hermeneutika.
Oleh bagas el syauqi (abdul basith), mahasiswa tingkat pertama program syariah dan hukum universitas al-Ahgaff