Hari-hariku berjalan tanpa arah dan tujuan, seakan dunia impian masa
depanku telah kelam dalam kegelapan, cita-cita setinggi bintang yang
dulu pernah ku impikan dan terukir di setiap langkah perjuanganku kini
telah dibawa arus kesedihan dan kegelisahan hingga aku terlempar dan
terdampar ke tepian pantai ketidak berdayaan. Ku tak lebih dari seorang
manusia yang tertatih-tatih mencari hakikat hidup meskipun tantangan
–rintangan datang silih berganti dan menerpa diriku yang sedang asyik
berjalan menyusuri sisa hidupku, meskipun ku telah tersungkur, namun
aku harus mencari cara untuk bangkit, Cuma itu dan hanya itu yang dapat
kulakukan.
Bila memory masa lalu kembali terekam dalam benakku, maka hanya air matalah yang mampu memberikan jawaban dari jutaan pertanyaan. hari-hari yang penuh dengan kecemerlangan yang penuh dengan kebahagiaan dan selalu ditemani dengan senyum tawa yang senantiasa terlukis di setiap jengkal kulit wajahku sehingga membuat ku berani menjadi seorang pemimpi besar. Bagaimana tidak, ayahandaku seorang direktur utama di sebuah rumah Sakit yang cukup ternama dan terkenal di bumi Serambi Mekkah, kalau dilihat dari pekerjaan ayahandaku, ekonomi bukanlah sebuah kendala untuk mewujudkan mimpi-mimpi indahku. Sedangkan Ibunda hanya seorang ibu rumah tangga yang sangat baik dan mulia menurutku, ia selalu mendidik diriku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, kata-kata yang keluar dari lisannya selalu berbentuk butiran mutiara yang membuatku ambisius untuk terus melangkah demi kecemerlangan masa depan.
Diriku hanyalah anak tunggal dari Ayahanda dan Ibundaku, tentu kasih sayang mereka sangat amat besar bahkan melebihi kasih sayangku terhadap diriku sendiri, senyuman mereka selalu menghiasi di setiap detak-detik hidupku, dan selalu memberikan warna di setiap langkahku untuk mencapai prestasi di bangku sekolah dasar.
Harus ku akui, bahwa prestasi gemilang yang telah ku raih di bangku sekolah dasar tidak lepas dari peran ayahanda dan ibunda dalam hari-hariku. Cinta mereka yang mulia dan kasih mereka yang tidak pernah lekang terkikis oleh perputaran waktu dan zaman menjadikan ku tercetak sebagai anak yang peka terhadap lingkungan meskipun sedikit manja, selain itu diriku sering disebut sebagai bintang cerdas diantara kawan-kawan sejawat dan sekelasku.
Namun ditengah-tengah kebahagian yang tiada tara, ditengah-tengah senyuman yang terlukis dengan indah, kupikir senyuman itu akan tetap terlukis abadi di sela-sela aktifitasku dan akan tetap terpancar dari wajahku ini.
Ternyata Tidak!
Peristiwa 8 tahun yang silam mengakhirkan pancaran senyumku, mengakhirkan impianku, bahkan mengakhirkan semangat ku untuk terus berjuang dalam pencapaian cita-cita yang pernah membuatku ambisiusman.
Peristiwa 26 Desember 2004 telah merenggut kebahagianku, ia tidak hanya merenggut kota indahku, ia tidak hanya merenggut impianku, tapi ia juga memisahkanku dengan dua orang terkasih dalam hidupku buat selamanya, mereka adalah ayahanda dan Ibunda ku tercinta.
Peristiwa Tsunami itu telah menyayat nyayat hatiku hingga memberikan bekas yang amat mendalam dalam perjalanan hidupku sampai ku tumbuh menjadi dewasa seperti sekarang ini. Ingin rasanya hati ini menjerit sekeras-kerasnya hingga memecahkan kesunyian alam dan menghentikan keramaian kota, biar mereka tahu bahwa cintaku terhenti dipersimpangan arus.
Bersambung,,,,
Oleh : Mishael El-Berney. Mahasiswa S1 fakultas syariah dan Hukum .Al-Ahgaff University. Hadramaut. Republik Yemen.