http://www.english.hadhramaut.info Diary Hati di Atas Kanvas Cinta [The Source: indo.hadhramaut.info - 14/02/2013]
Hari-hariku berjalan tanpa arah dan tujuan, seakan dunia impian masa depanku telah  kelam dalam kegelapan, cita-cita setinggi bintang  yang dulu pernah ku impikan dan terukir di setiap langkah perjuanganku kini telah dibawa arus kesedihan dan kegelisahan hingga aku terlempar  dan terdampar ke tepian pantai ketidak berdayaan. Ku tak lebih dari seorang manusia yang  tertatih-tatih mencari hakikat hidup meskipun tantangan –rintangan datang silih berganti dan menerpa diriku yang sedang asyik berjalan menyusuri sisa hidupku, meskipun ku telah  tersungkur, namun aku harus mencari cara untuk bangkit, Cuma itu dan hanya itu yang dapat kulakukan.

Bila memory masa lalu kembali terekam dalam benakku, maka hanya air matalah yang mampu memberikan jawaban dari jutaan pertanyaan. hari-hari yang  penuh dengan kecemerlangan yang penuh dengan  kebahagiaan dan selalu ditemani dengan senyum tawa yang senantiasa terlukis di setiap jengkal kulit wajahku sehingga  membuat ku berani menjadi seorang  pemimpi  besar. Bagaimana tidak,  ayahandaku seorang  direktur utama  di sebuah rumah Sakit yang cukup ternama dan terkenal di bumi  Serambi Mekkah, kalau dilihat dari pekerjaan ayahandaku, ekonomi bukanlah sebuah kendala untuk mewujudkan mimpi-mimpi indahku. Sedangkan Ibunda hanya  seorang ibu rumah tangga yang sangat baik dan mulia menurutku, ia selalu mendidik diriku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, kata-kata yang keluar dari lisannya selalu berbentuk butiran mutiara yang membuatku ambisius untuk terus melangkah demi kecemerlangan masa depan.

Diriku hanyalah anak tunggal dari Ayahanda dan Ibundaku, tentu kasih sayang mereka sangat amat besar bahkan melebihi kasih sayangku  terhadap diriku sendiri, senyuman mereka selalu menghiasi di setiap detak-detik hidupku, dan selalu memberikan warna di setiap langkahku untuk mencapai prestasi di bangku sekolah dasar.

Harus ku akui, bahwa prestasi gemilang yang telah ku raih di bangku sekolah dasar tidak lepas dari peran ayahanda dan ibunda dalam hari-hariku. Cinta mereka yang mulia dan kasih mereka yang tidak pernah lekang  terkikis oleh perputaran waktu dan zaman menjadikan ku  tercetak sebagai anak yang peka terhadap lingkungan meskipun sedikit manja, selain itu diriku sering disebut sebagai bintang cerdas diantara kawan-kawan sejawat dan sekelasku.
Namun ditengah-tengah kebahagian yang tiada tara, ditengah-tengah  senyuman  yang terlukis dengan indah, kupikir senyuman itu akan tetap terlukis abadi di sela-sela aktifitasku dan akan tetap terpancar dari wajahku ini.

Ternyata Tidak!

Peristiwa  8 tahun yang silam mengakhirkan pancaran senyumku, mengakhirkan impianku, bahkan mengakhirkan semangat ku untuk terus berjuang dalam  pencapaian cita-cita yang pernah membuatku ambisiusman.

Peristiwa  26 Desember 2004 telah merenggut kebahagianku, ia tidak hanya merenggut kota indahku, ia tidak hanya merenggut impianku, tapi ia juga memisahkanku dengan dua orang terkasih dalam hidupku buat selamanya, mereka adalah ayahanda dan Ibunda ku tercinta.

Peristiwa Tsunami itu telah menyayat nyayat hatiku  hingga memberikan bekas yang amat mendalam dalam perjalanan  hidupku sampai ku tumbuh menjadi dewasa seperti sekarang ini. Ingin rasanya hati ini menjerit sekeras-kerasnya hingga memecahkan kesunyian alam dan menghentikan keramaian kota, biar mereka tahu bahwa cintaku terhenti dipersimpangan arus.
Bersambung,,,,

Oleh : Mishael  El-Berney. Mahasiswa  S1 fakultas syariah dan Hukum .Al-Ahgaff   University.  Hadramaut. Republik Yemen.