Al Imam Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir adalah salah satu tokoh legendaris di bumi Hadhramaut, beliaulah yang mengikuti jejak ayahnya berhijrah dari Basrah, Iraq ke Hadhramaut.
Silsilah Keturunan
Silsilah keturunannya adalah Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uaridhy bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Huasin bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Zahra Al-Batul putri Rasulullah SAW.
Riwayat Hidup Imam Imam Ubaidillah bin Ahmad
Imam Imam Imam Ubaidillah dilahirkan di kota Basrah Irak sekitar tahun 295 H. Di kota ini pula ia dibesarkan dan menimba ilmu dari ayahnya. Imam Ubaidillah adalah anak terkecil dari empat bersaudara, yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ketika ayahnya Ahmad bin Isa Hijrah ke Madinah, dialah yang terpilih menemani beliau hijrah.
Imam Ubaidillah tumbuh dalam keluarga dan lingkungan yang penuh dengan ilmu, karena pada waktu itu Basrah termasuk kota pusat ulama dan perdagangan di Irak. Imam Ubaidillah dan saudara-saudaranya hidup dalam asuhan ayah yang begitu memperhatikan pendidikan dan akhlak anak serta cucunya. Kehidupan keluarganya tetap bersahaja walaupun serba kecukupan.
Hijrah Bersama Ayahnya.
Ketika keadaan Basrah semakin tidak menentu, fitnah dan kezaliman terjadi dimana-mana, Imam Ubaidillah membulatkan tekad untuk ikut ayahanda mencari tempat lain untuk tinggal dan membesarkan keturunannya. Tiba saatnya untuk meninggalkan kota kelahiran, Imam Ubaidillah, dengan membawa serta istri dan anaknya, Ismail -yang kemudian dikenal dengan nama Bashri- berangkat hijrah bersama ayahanda dan anak istrinya, serta beberapa pengikut setia ayahandanya. Adapun tempat yang menjadi tujuannya adalah Madinah Al-Munawwarah.
Setibanya di tujuan, hal pertama yang dilakukan oleh Imam Ubaidillah adalah berziarah ke Masjid Nabawy sekaligus ke Makam Rasulullah SAW dan pemakaman Baqi.
Fitnah Qaramitah
Pada tahun yang bersamaan dengan tibanya Imam Ubaidillah di Madinah Al-Muanawwaroh, yaitu tahun 317 H, datanglah Qaramitah ke Makkah Al-Mukarramah dan menyebar fitnah dan kezaliman di mana-mana, sebagaimana yang mereka lakukan di Bashrah. Pada kesempatan itulah Imam Ubaidillah memberikan informasi kepada penduduk setempat tentang kezaliman dan kekejaman Qaramitah di negeri asalnya, Bashrah. Beliau bersyukur sekali bahwa dalam keadaan seperti itu bisa berlindung di kota kediaman kakeknya, Muhammad SAW.
Haji ke Baitullah
Pada tahun berikutnya, rombongan Imam Ahmad bin Isa menunaikan ibadah haji. Pada saat itu, Hajar Aswad masih berada dalam genggaman orang Qaramitah yang membawanya ke Al-Ahsa pada tahun sebelumnya. Karena itu, jamaah haji saat itu tidak bisa mencium atau bahkan memegang hajar aswad. Sebagai gantinya, para jamaah haji mencium tempat asal Hajar Aswad.
Imam Ahmad bin Isa Diminta Hijrah ke Hadhramaut
Pada waktu melaksanakan ibadah haji, Imam Ubaidillah menyaksikan betapa banyak jamaah ahji berasal dari berbagai negara dan bangsa. Mereka berbondong-bondong mendatangi ayahandanya dan meminta doa dari beliau. Bahkan bukan sekedar memohon doa, jamaah haji dari Hadhramaut memohon kepada beliau untuk hijrah dan menetap di sana, agar mereka bisa menimba ilmu dari Imam Ahmad bin Isa. Mereka juga berjanji akan menjadi pengikut dan pembela yang setia pada imam.
Hijrah ke Hadhramaut
Setelah musim haji, rombongan Imam Ahmad bin Isa melanjutkan perjalananya. Negara tujuan kali ini adalah Yaman. Setibanya di Yaman, atas petunjuk dari Imam Ahmad bin Isa, sebagian rombongan menetap di perkampungan yang dilalui oleh rombongan. Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Ahdal menetap di daerah Al-Murawa’ah. Sedangkan Syarif Ahmad Al-Qadimi menetap di lembah Surdad. Adapun Imam Ahmad beserta rombongannya terus menelusuri lembah demi lembah, hingga sampai di Hadhramaut.
Adaptasi dengan Lingkungan Baru
Setibanya di Hadhramaut, Imam Ahmad bin Isa memilih kampung Al-Jubail yang berada di wilayah Wadi Do’an sebagai tempat tinggal. Semenjak itulah Imam Ubaidillah harus mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih primitive. Selain itu, kehidupan beragama yang tidak harmonis antara dua madzhab yang saling berseberangan, yaitu kelompok Madzhab Ahlusunnah Waljamaah dan kelompok bermadzhab Khawarij, merupakan tantangan sendiri bagi Imam Ahmad bin Isa, begitu pula dengan putranya, Imam Ubaidillah. Namun dengan tekun dan sabar, Imam Ahmad dan putranya terus menjalankan dakwahnya hingga kemudian masyarakat berangsur-angsur menerima ajakan beliau untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu ajaran Rasulullah SAW.
Imam Ubaidillah Menuntut Ilmu di Haramain
Setelah berusaha dengan penuh ketekunan dan kesabaran, akhirnya hasil yang dituai adalah keberhasilan yang gemilang. Dakwah yang dilakukan dengan penuh kesabaran dengan bantuan sang putra yang begitu setia membantu perjuangan ayahanda demi terciptanya masyarakat muslim yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, kini telah membuahkan hasil yang gemilang. Di tempat tinggalnya yang baru di kampung Al-Husayyisah, Imam Ahmad bin Isa telah membangun pusat dakwah yang menjadi tempat belajar agama untuk penduduk setempat serta orang-orang yang datang dari daerah lain.
Melihat keadaan seperti itu, Imam Ahmad bin Isa mengutus putranya, Imam Ubaidillah menimba ilmu dari para ulama di Makkah dan Madinah.
Di antara gurunya yang paling terkenal adalah Syeikh Abu Thalib al-Makky bin Muhammad bin Ali bin Athiyah Al-Haritsy Al-Makky pengarang kitab Qutul Qulub yang meninggal tahun 386 H.