http://www.english.hadhramaut.info Al Imam Ubaidillah (Bagian II) [The Source: hadhramaut.info/indo - 10/7/2008] Lanjutan biografi Al Imam Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa


Imam Ubaidillah Kembali ke Hadhramaut

Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu dari para ulama Makkah dan Madinah, Imam Ubaidillah kembali ke Hadhramaut dengan membawa segudang ilmu dan pengetahuan. Setibanya di Hadhramaut, yang disambut hangat oleh sang ayah dan para pelajar di sana, Imam Ubaidillah langsung diberi izin oleh ayahnya, Imam Ahmad bin Isa untuk mengajar dan memberikan fatwa kepada pelajar dan masyarakat setempat.

Imam Ahmad bin Isa Meninggal Dunia

Tidak berselang lama dari kedatangan Imam Ubaidillah, Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir pergi menghadap Sang Khaliq. Sepeninggal Imam Ahmad, Imam Ubaidillah yang mewarisi ilmu dan akhlak mulia ayahandanya menjadi pengganti dalam mengisi majlis taklim serta memberikan fatwa pada masyarakat setempat.

Pindah ke Kampung Sumal

Tidak lama setelah ayahandanya meninggal, Imam Ubaidillah memutuskan untuk pindah ke kampung Sumal yang terletak tidak jauh dari kampung semula, Al-Husayisah. Sedangkan harta kekayaan berupa rumah dan perkebunan, semuanya dihibahkan pada pembantunya, Ja’far bin Makhdam. Di kampong barunya, Imam Ubaidillah membangun rumah dan membeli beberapa petak tanah yang kemudian dia tanami pohon kurma dan pepohonan lainya.

Setelah Imam Ubaidillah menetap di kampung Sumal, ia mempersunting gadis setempat. Kemudian ia dikarunia putra dari istri barunya yang diberi nama Jadid. Sebelum Jadid, Imam Ubaidillah juga telah dikarunia dua putra dari istri pertamanya yang diberi nama Alawi.

Berdakwah di Kampung Sumal

Sebagai seorang alim pewaris Nabi SAW, Imam Ubaidillah terus berjuang menyebarkan dakwah dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Sehingga di tempat tinggal barunya ini, banyak pelajar berdatangan menuntut ilmu padanya. Namun kesibukannya dalam berdakwah tidak menghalami Imam Ubaidillah untuk berkarya di bidang pertanian. Selain sebagai orang alim yang berakhlak mulia, ia juga petani yang gigih dan dermawan. Karena hasil pertanian yang beliau dapatkan tidak untuk dimakan sendiri ataupun ditumpuk. Tapi harta yang ia dapatkan diinfakannya pada para fakir miskin, janda dan anak yatim. Juga para pelajar yang datang dari luar kampung Sumal.

Dengan kedudukan yang tinggi dan harta banda yang cukup membaut sang alim ini semakin tawadu dan bersahaja. Iapun lebih senang dipanggil Ubaidillah, karena Ubaidillah merupakan tashgir (bentuk kecil) dari Abdullah.

Imam Ubaidillah Meninggal Dunia

Setelah sekian lama Imam Ubaidillah meneruskan jejak ayahandanya menyebar islamiah, hingga tercipta generasi baru di Hadhramaut dan kehidupan beragama yang harmonis di bawah naungan Alul Bait (keturunan Rasulullah SAW). Selain itu, masyarakat Hadhramaut yang tadinya terpecah-belah, bersatu dalam satu payung Ahlussunnah wal Jamaah. Tibalah waktunya bagi sang alim dan dermawan ini menghadap sang Khalik.

Imam Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 383 H, dalam usia 93 tahun. Ia wafat meninggalkan istri dan 3 orang putra yaitu Ismail (Bashri), Alawi dan Jadid. Di samping pula para ulama yang tersebar di Yaman yang telah menimba ilmu darinya.

Silsilah Keturunan Putra Ubaidillah

Putra Imam Ubaidillah adalah Bashri, Alawi dan Jadid bin Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muahjir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Huasin bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Zahra Al-Batul putri Rasulullah SAW.

Riwayat Hidup Imam Bashri bin Imam Ubaidillah

Imam Bashri bin Imam Ubaidillah lahir di kota Bashrah Irak pada tahun 305 H. Waktu menginjak usia 12 tahun, dia ikut hijrah bersama kakek dan ayahnya ke Madinah dan kemudian ke Hadhramaut. Sebagai cucu dari seorang kakek yang alim dan penuh perhatian atas masa depan anak cucunya, Imam Bashri mendapat gembelengan langsung dari sang kakek dan ayahnya, baik dari segi keilmuan ataupun akhlak. Hasilnya, dalam usia yang masih terbilang muda, Imam Bashri sudah mumpuni dalam segala bidang ilmu, terutama ilmu hadits. Bahkan dalam usia yang masih belia, Imam Bashri sudah ikut andil dalam menyebarkan ilmu syariah kepada para pelajar yang ada dalam asuhan kakek dan ayahnya. Sepeninggal ayahnya, dialah yang menggantikan kedudukan ayahnya dalam meneruskan dakwah.

Imam Bashri Meninggal dunia

Setelah sekian lama menyebarkan dakwah dengan begitu tekun dan sabar, Imam Bashri dipanggil menghadap Sang Khalik. Imam Bashri wafat setelah berhasil membentuk satu generasi muslim mumpuni dalam ilmu serta ahklak. Selain itu, ia meninggalkan keturunan yang terkenal sebagai ahli ilmu dan berakhlak mulia. Di antara putranya yang terkenal dengan kesalihan dan ilmunya adalah Salim bin Imam Bashri. Imam Bashri dimakamkan di kampung Sumal dan makamnya sampai sekarang masih ramai diziarahi.

Riwayat Hidup Imam Salim bin Imam Bashri

Para ahli sejarah dalam kitabnya menyebutkan, Imam Salim bin Bashri telah mencapai derajat mujtahid. Adapun guru yang paling berpengaruh padanya adalah ayahandanya sendiri, Imam Bashri. Bahkan para ahli sejarah mengatakan, Imam Salim bin Bashri adalah ‘jelmaan’ dari Imam Bashri, ayahandanya. Selain berguru pada ayahandanya, Imam Salim juga menimba ilmu dari para ulama yang mumpuni di zamannya. Di antara gurunya adalah Syekh Al-Allamah Salim bin Abi Fadhal.

Menimba Ilmu di Haramain

Selain menimba ilmu dari ayahandanya dan para ulama Hadhramaut, Imam salim merantau ke Makkah dan Madinah untuk menimba ilmu dari para ulama di negeri tersebut. Bahkan dalam perjalanannya menuju Makkah, Imam Salim tidak menyia-nyiakan waktunya. Setiap melewati perkampungan, ia menyempatkan diri belajar pada para ulama di kampung tersebut.