Shibam sering disebut sebagai ”Kota Pencakar Langit Tertua” di dunia,
karena dipenuhi gedung-gedung menjulang tinggi terbuat dari tanah liat
yang mencapai hingga 500 gedung. Rata-rata tinggi bangunan adalah 100
kaki dengan sebelas lantai, semuanya dibangun dari tanah liat dan
dindingnya diolesi dengan kapur. Sehingga kalau dilihat dari kejauhan,
Shibam terlihat seperti tumpukan tanah. Bangunan-bangunan tinggi inilah
yang menyebabkan kota ini dijuluki ”Manhattan of the Desert”.
UNICEF menyatakan bahwa Shibam adalah peninggalan kuno dunia yang harus dijaga. Kota ini dinilai sebagai salah satu contoh terbaik dari desain kota didasarkan pada prinsip konstruksi vertikal yang telah berumur 600 tahun lebih. Seminar yang diadakan Kementrian Kebudayaan dan Penerangan Republik Yaman tahun 1988 M., yang dihadiri beberapa delegasi mancanegara juga memutuskan, bahwa Shibam, dengan seni khas arsitektur bangunannya, menjadi milik aset dunia yang harus dijaga, bukan milik Yaman semata. Dan pada tahun 1982, Shibam telah ditambahkan ke dalam daftar resmi Warisan Dunia UNESCO.
Saat Hadramaut Info sampai di lokasi, Shibam di sore hari benar-benar ramai oleh hiruk-pikuk aktivitas penduduknya. Dari yang menggembala kambing, hingga anak-anak kecil yang asyik bermain bola di halaman dengan penuh ceria. Para pengunjung juga dibuat terpukau dengan arsitektur bangunannya yang eksotik. Karena banyaknya tempat bersejarah di Kota Shibam, sedangkan waktu sudah menjelang larut, maka Hadramaut Info memutuskan untuk membidik beberapa tempat yang dianggap paling representatif.
Bidikan pertama adalah Masjid Jâmi? Shibam. Berkunjung ke Shibam tentu masih belum sah jika belum memasuki masjid ini. Keistimewaan masjid ini tentu saja bukan karena bangunannya yang megah menjulang sebagaimana masjid-masjid di kota-kota besar di Indonesia, bukan pula karena kubahnya terbuat dari emas. Melainkan karena masjid ini didirikan oleh Sahabat Nabi, Labid ibn Ziyâd al-An?ârî, ketika diutus oleh Rasulullah untuk membawa bendera Islam ke Negeri Yaman. Hingga saat ini, masjid Jâmi? Shibam telah mengalami beberapa renovasi. Bahkan, bangunan otentik yang didirikan Sahabat Labid disinyalir sudah tidak tampak lagi.
Dalam perjalanan historisnya, masjid ini pernah populer dengan sebutan Masjid Harun al-Rasyid. Hal ini disebabkan karena pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Khalifah Harun al-Rasyid berperan besar dalam memberikan instruksi untuk merenovasi serta merekonstruksi bangunan masjid hingga menjadi sebagaimana yang ada sekarang. Hal ini begitu tampak pada rancang bangun serta seni ukiran masjid yang bercorak khas arsitektur Abbasiyah. Dan sebagaimana masjid di negeri Yaman pada umumnya, masjid ini juga dilengkapi dengan menara putih nan tinggi. Selain masjid Jami’ Shibam, ada sekitar enam masjid tua lain yang masih berdiri kokoh, antara lain: Masjid Ba?adzib, Masjid Khawqah, dan Masjid al-Madrasah.
Tidak jauh dari masjid Jâmi? Shibam, ada sebuah museum kecil bersejarah yang tentu tak boleh dilewatkan begitu saja, apalagi kalau bukan Museum Mimbar. Dari namanya, sudah dapat diprediksi bahwa museum sempit berukuran 10 x 15 meter ini memang menyimpan peninggalan berharga warisan Dinasti Abbasiyah yaitu mimbar kayu. Sebagaimana maklum, mimbar adalah susunan anak tangga yang berfungsi sebagai tempat seorang Imam dalam menyampaikan khutbah kepada para jamaah, khususnya pada ritual salat Jumat.
Mimbar Shibam menjadi saksi bisu bagaimana seorang pemimpin politis sebuah pemerintahan juga memiliki peran vital dalam bidang agama. Usianya yang berabad-abad telah membuat rapuh sebagian besar pilar kayunya, sehingga pemerintah Yaman memutuskan untuk menonfungsikan mimbar itu dan diabadikan sebagai warisan berharga peninggalan sejarah. Museum Mimbar baru dibuka tahun 2009 M, dengan dukungan Tim Teknisi dari Jerman serta donasi dana dari Sekretaris Umum Sektor Pariwisata dan Barang-Barang Purbakala Saudi Arabia, Sultan ibn Salmin ibn ?Abd al-?Aziz. Para pengunjung pun diperbolehkan untuk naik ke mimbar tersebut sekedar untuk berpose dan mengabadikan gambar. [Dzul Fahmi]