Syeikhah Sulthonah dan Sastra Sufi
Amal taat dan dzikir serta tafakur telah membuahkan suatu ketenangan dalam hati Syeikhah Sulthonah, sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Arra'd ayat 28 yang artinya :"ingatlah tenangnya hati dengan dkrillah", dan setiap sesuatu dalam kehidupan menjadi suatu media untuk mengenal Allah.
æÝí ßá ÔíÁ áå ÂíÉ
ÊÏá Úáì Ãäå æÇÍÏ
Artinya : Dalam segala sesuatu tersimpan suatu bukti, yang menunjukan atas keesaan Allah SWT.
Bertolak dari dasar inilah maka dzikir merupakan suatu alat untuk mengasah dzauk dan salah satu untuk memahami kata-kata sastera secara faham sufi. Dan dari dasar ini pula Syeikhah Sultohnah mengungkapkan atas perasaan dan gejolak jiwanya melalui syair sufi, adapun kebanyakan syairnya merupakan sayir mahabbah dan kerinduan kepada Allah SWT, ada juga syairnya yang berupa pujian terhadap guru-gurunya, Syeikhah Sulthonah dalam sayirnya mempunyai ciri khas tersendiri yaitu gaya kesukuan yang memasyarakat serta sayirnya yang berupa sayir nyanyian, dan kebanyakan syair Syekhah Sulthonah tersebut sampai sekarang ini masih selalu didendangkan dalam "Hadlrah Syeikh Assegaff" yang didirkan oleh Syeh Abdurrahman Assegaff di Masjid Assegaff Tarim.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab sejarah bahwa Syeikhah Sulthonah seringkali dating ke Tarim dan duduk dipenghujung kumpulan para hadirin yang menghadiri pengajian Syeh Abdurrahman Assegaff, disana dia mengikuti pengajian dan mendengarkan syair-syair sufi, disamping saling bertukar ilmu pengetahuan dengan para masyayeh disana dan terkadang mengumandangkan syair baik karangannya ataupun sayir karangan orang lain. Dikisahkan dalam suatu kesempatan terjadi perbincangan antara Syeikhah Sulthonah dan Syeh Hasan bin Abdurrahman Assegaff di hadapan ayahandanya Syeh Abdurrahaman Assegaff, ringkasnya dalam pembicaraan tersebut Syeh Hasan mengatakan bahwa tidak sepantasnya unta betina mendahului dan menyamai unta jantan, Syeh Hasan mengungkapkan hal tersebut dengan bentuk sayair
íÇ ãÇ ÇÓÝåÔ ãÇ ÈÏÇ ÈßÑå ÊãÇÑí ÌãÇá
Mendengar perkataan seperti itu Syeikhah Sulthonah meminta izin kepada Syeh Abdurrahman Assegaf untuk menjawabnya, dan Syeh Abdurrahman pun mengizinkannya, maka Syeikhah Sulthonah dengan tidak berpikir panjang menjawabnya dalam bentuk syair juga yang berbunyi :
ÇáÍãá ÈÇáÍãá æÇáÒÇíÏ áÈä æÇáÚíÇá
Dengan bait itu Syeikhah Sulthonah menjawab perkataan Syeh Hasan, bahwa memang dia seorang perempuan tetapi dia sama seperti laki-laki dalam ahwal dam maqomat, bahkan seorang perempuan memiliki kelebihan daripada laki-laki, karena perempuan memiliki sesuatu yang sangat bermanfaat yaitu air susu yang menjadi lambang pendidikan, dan juga memiliki keturunan yang bisa menjaga kelesatarian manusia, dan kedua hal tersebut tidak dimiliki oleh laki-laki, mendengar jawaban dari Syeikhah Sulthonah seperti Syeh Abdurrahman sangat gembira atas jawaban yang tepat dan daya tangkap yang cepat.
Peran Syeikhah Sulthonah dalam Menyebarkan Ilmu Pengetahuan
Salah satu keistimewaan Madrasah Tasawuf di Hadhramaut adalah selain mendidik para pelajar dengan ilmu pengetahuan dan menggemblengnya dengan akhlak alkarimah para masyaye dan ulama disana selalu menyeru para pelajar untuk meyebarkan dakwah ilallah dan mengajari orang-orang awam serta penduduk diperkampungan dengan bersungguh-sungguh seta media seadanya.
Dan merupakan sauatu hal yang menakjubkan bahwa hingga saat ini metode dakwah tersebut masih seperti itu, dan terkadang para pelajar yang baru mulai pun dituntut untuk menyebarkan dan mempraktekan ilmunya kepada masyarakat setempat, hal tersebut dilakukan oleh para masyayeh di Hadhramaut untuk membiasakan para murid menyambungkan ilmu dengan pengamalan dan juga menyebarkannya.
Dalam lingkungan seperti itulah Sulthonah dilahirkan dan tumbuh dewasa, untuk kemudian ikut andil dalam menyebarkan ilmu dan pengetahuan yang ia dapatkan kepada para sanak kerabat dan kabilahnya.
Setelah melihat dan memahami metode dakwah di Hadhramaut, Syeikhah Sulthonah menyadari bahwa ilmu dan pendidikan bagi generasi mudan serta kaum fakir membutuhkan tempat untuk mereka bernaung maka langkah pertama yang dilakukan oleh Syeikhah Sulthonah mengajak masyarakat setempat untuk membangun ribath disepanjang pinggiran perkampungan kabilahnya, adapun peran dia sendiri atas ribat tersebut adalah sebagai pengawas dan donatur maka tidak lama kemudian pembangunan tersebut selesai, hal tersebut disebutkan dalam buku-buku sejarah namun mereka berbeda pendapat tentang fungsi ribat tersebut, ada yang mengatakan bahwa ribat tersebut disediakan untuk tempat belajar dan sebagai tempat tinggal para pelajar, dan sebagian lagi mengatakan bahwa ribat tersebut berfungsi sebagai penampungan orang-orang fakir dan sebagai tempat tinggal sementara para tamu dan orang asing yang singgah disana.
Namun apapun maksud dari pembangunan ribat tersebut baik untuk para pelajar ataupun orang fakir kedua maksud tersebut sama mulianya, selain itu keadaan masyarakat pada zaman itu memang sangat membutuhkan bangunan tersebut baik untuk para pelajar ataupun untuk orang-orang fakir miskin, maka sesuai dengan tujuan dibangunnya ribat tersebut maka begitu rampung dibangun, ribat tersebut sering digunakan oleh para masyayeh yang datang kesana untuk mengumpulkan penduduk setempat guna mendapatkan pelajaran dan wejangan serta mengadakan halakoh zikir, peninggalan Syeikhah Sulthonah tersebut masih tetap terpelihara dan ramai dengan pengajian dan halakoh zikir hingga beberapa waktu lamanya sepeninggal Syeikhah Sulthonah, tempat tersebut terkenal sebagai lokasi yang aman yang menjadi tujuan orang-orang ketika ada kerusuhan ataupun perang, hal tersebut dikarenakan kedudukan dan wibawa Syeikhah Sulthonah semasa hidupnya, dan bahkan kedudukan dan wibawa tersebut masih dimiliki oleh para masayayeh kerabat Syeikhah Sulthonah dari kabilah Az-Zabidi, yang senantiasa menjaga hubungan baik dengan para masyayeh dari keluarga keturunan Nabi SAW di kota Tarim, Seyun dan sekitarnya.
Akhir Hayat Syeikhah Sulthonah
Semasa hidupnya Syeikhah Sulthonah merupakan jelmaan seorang wanita Hadhramuat yang salihah bertaqwa, dalam dirinya menyatu ilmu dan amal disamping perannya dalam kehidupan social masyarakat yang lurus, memenuhi hak-hak sesama terlebih lagi hak-hak Tuhannya Allah SWT.
Namun dengan kelebihan yang berlapis dan ketenaran yang dimiliki Syeikhah Sulthonah, penulis tidak menemukan kitab yang mengupas secara rinci tentang sejarah kehidupan Syeikhah Sulthonah, kami hanya bisa menemukan sekelumit tentang Syeikhah Sulthonah dalam lembaran kitab sejarah yang berbeda, namun demikian mungkin cukup dalam menggambarkan kehidupan Syeikhah Sulthonah dan perannya baik dalam dakwah maupun kehidupan sosial apa yang disebutkan oleh Ustadz As-Syatiri dalam Al-Adwar, bahwasanya Syeikhah Sulthonah mempunyai peran penting dalam memperbaiki kehidupan sosial masyarakat di lingkungannya hingga mampu mengangkat derajat kaum dan negerinya.
Sejalan dengan kata-kata syair :
æáæ ßÇä ÇáäÓÇÁ ßãä ÐßÑäÇ
áÝÖáÊ ÇáäÓÇÁ Úáì ÇáÑÌÇá
Artinya : jika semua perempuan seperti yang kami sebutkan (seperti Syeikhah Sulthonah) maka semestinya kaum hawa tersebut lebih unggul daripada kaum laki-laki.
Disamping itu semua Syeikhah Sulthonah telah mampu membuktikan bahwa ajaran tasawuf di Hadhramaut, bukanlah ajaran yang mengajak untuk mengucilkan diri serta khumul atau pun menjadikan seorang biksu yang terputus dari kehidupan dunia, tasawuf adalah suatu ajaran yang mengajak manusia menuju kemuliaan dan kesucian serta mengajak manusia untuk berperan aktif dalam menyebarkan ajaran islam dan menegakan syariatnya dalam kehidupan nyata di masyarakat, dan hal tersebut bukan hanya terbuka bagi kaum laki-laki tetapi perempuan punya peran penting dalam hal itu, dan hal itu bukanlah hanya suatu perkataan belaka, karena sepeninggal Syeikhah Sulthonah munculah Sulthonah-Slthonah lainnya di Hadhramaut.
Adapun wafatnya Syeikhah Sulthonah adalah pada tahun 843 H, dan beliau dimakamkan dikampungnya setelah diringi oleh para pelayat yang tak terhingga jumlahnya, dan sampai sekarang makamnya masih terjaga dan ramai di ziarahi.
Penutup
Biografi yang telah kami sebutkan tadi merupakan salah satu contoh tentang kaum perempuan pada zaman itu disamping mewakili ajaran tasawuf yang lurus dalam madrasah yang menyatukan anatara ilmu dan amal, antara iman dan tawakkal serta melakukan usaha.
Dan dalam madrasah salaf perempuan memiliki tempat dan kedudukan sebagaiaman kaum laki-laki, hal mana telah dibuktikan oleh seorang wanita muslimah yang dilahirkan diperkampungan baduy namun melalui madrasah Alulbait wanita itupun menjadi seorang tauladan bagi kaumnya, dan yang menjadi dalam kehidupan wanita sahliah pada zaman itu adalah taqwa dan melakukan kewajiban dunia dan akhirat, bukan khumul yang tercela ataupun mengasingkan diri kecuali dari hal-hal yang jelek dan orang-orang yang berbuat kejelekan, dan dengan semua kaidah kehidupan itulah mereka mampu menciptakan suatu kehidupan bermasyarakat yang pantas untuk dijadikan tauladan.