Nasab Habib Ali bin Husein Al-Aththas
Habib Ali bin Husein bin
Muhammad bin Husein bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Umar
bin Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin
Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih
Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad
Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam
Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali
Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam
Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina
Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu
‘Anhum Ajma’in.
Habib Ali bin Husein al-Aththas, yang terkenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, adalah salah seorang rujukan terpenting bagi para habib dan ulama di Jakarta. Murid-muridnya banyak yang menjadi tokoh terkemuka, diantaranya habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi ( putra habib Ali Kwitang ), habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih ( Malang ), KH. Abdullah Syafi'i, KH>Syafi'i Hadzami, KH.Thohir Rohili, KH.Abdurrazzaq Ma'mun, Prof.KH.Abu Bakar Aceh ( penulis terkenal dan produktif di masanya )
Habib Ali bin Husein Al-Aththas lahir di Huraidhah, Hadramaut, pada tanggal 1 Muharram 1309 H ( 1889 M ). Sejak usia enam tahun beliau belajar ilmu-ilmu keislaman pada sebuah Ma'had di Hadramaut. .
Pada tahun 1912 beliau menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di Makkah untuk menuntut ilmu selama lima tahun. Setelah itu beliau kembali ke Huraidhah dan mengajar disana. Tiga tahun kemudian, beliau tiba di Jakarta dan menetap hingga akhir hayatnya.
Setelah tinggal di ibu kota, beliau banyak berhubungan dengan para tokoh terkemuka di Indonesia; dan mengambil ilmu, sanad daqn ijazah dari mereka. Di antaranya, Ha bib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Bogor ), Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar ( Bondowoso ), Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Aththas ( Pekalongan ), Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi.
Semasa hidupnya, Habib Ali dikenal sangat alim, tenang, memiliki kharisma dan berwibawa, menempati kedudukan yang sangat tinggi di kalangan Ulama dan masyarakat awam. Tokoh Ulama dan habib terkemuka ini selama lebih dari 50 tahun mensyiarkan ilmu-ilmu agama islam dengan membuka majelis ta'lim di rumahnya.
Para penunutut ilmu dan pecintanya datang dari berbagai tempat. Ada yang mengikuti pengajian – pengajian umum ( di lingkungan pesantren dikenal dengan istilah bandongan ), ada pula yang khusus ( sorogan ). Dia juga mengajar di tempat-tempat lain, misalnya di perguruan Asy-Syafi'iyyah, yang didirikan oleh salah seorang muridnya, KH.Abdullah Syafi'i.
Lewat tangan Habib Ali Al-Aththas, lahir sebuah karya besar dan penting, kitab Taj al-A'ras fi Manaqib al-Habib al-Quthb Shalih bin Abdullah al-Aththas; terdiri dari dua jilid tebal, jilid pertama 812 halaman ( termasuk dafatar isi ) sedangkan jilid ke dua 867 halaman. Dalam kitab yang diterbitkan tahun 1977 ini, Habib Ali menguraikan perjalanan hidup banyak tokoh Ulama dan orang-orang terkemuka yang pernah beliau jumpai, khususnya di Hadramaut, baik dari kalangan Habaib maupun yang lain.
Dalam kitab yang terbilang langka ini, juga terdapat ulasan – ulasan mengenai persoalan-persoalan penting. Baik yang berkaitan dengan habaib maupu yang bersifat umum.
Seperti dalil-dalil tentang karomah para wali, bahasan tentang 'ilmu yaqin, haqqul yaqin dan 'ainul yaqin. Juga mengenai thariqoh Alawiyah, pandangan ulama Alawiyyinmengenai karya-karya Ibnu Arabi, air zam zam, firasat orang mu'min sebagaimana yang tertera dalam hadits, ruqyah.
Dibahas pula mengenai penjajahan Inggris terhadap Hadramaut, keadaan Hadramaut sebelum dijajah, serangan kaum Wahabi di Huraidhah dan Wadi 'Amd, masuknya islam di Jawa, Sultan Hasanuddin Banten, perang dunia II, mengenai Imam Yahya dari Yaman, tentang Betawi, pemakaman tanah abang, kisah Laila dqan Majnun. Juga persoalan – persoalan fiqih dalam Madzhab Syafi'I, celak mata dan lain-lain.
Salah seorang murid utama Habib Ali Bunguir adalah KH.Syafi'I Hadzami, ulama terkemuka Betawi yang sangat alim ini ( wafat 7 Mei 2006 ) mengaji kepada Habib Ali sejak sekitar tahun 1958 sampai sang guru wafat pada tahun 1976. banyak sekali yang dipelajari dari Habib Ali Bungur.
Kepindahan KH.Syafi'I Hadzami dari kebon sirih ke kepu, Kemayoran, adalah agar ia dapat lebih dekat dengan Habib Ali, yang tinggal di daerah Bungur, Senen. Seperti beberapa murid Habib Ali yang lain,KH Syafi'i Hadzami juga datang dengan membaca kitab di hadapannya. Dan itu dilakukan sebelum ia berangkat kerja ke kantornya di RRI, jln Merdeka Barat.
Ada pengalaman – pengalaman menarik yang dituturkan oleh KH.Syafi'i, sebagaimana tersebut dalam biografinya, Sumur yang tak pernah kering, berkaitan dengan gurunya ini. Di antaranya, dan yang paling berkesan, adalah kisah berikut :
Suatu hari Habib Ali sakit, KH.Syafi'i datang menjenguk. Sebagai penghormatan kepada guru dan untuk menjaga adab, ia melepas sandalnya di luar. Melihat KH.Syafi'i melepas sandalnya, Habib Ali menyuruhnya untuk memakainya lagi. Tentu saja KH.Syafi'i menolak. Habib Ali pun kembali menyuruhnya. KH.Syafi'i tetap tidak mau, karena ia begitu menghormati gurunya. Tidak lama kemudian Habib Ali keluar dari kamarnya. Dia mengambil sandal KH.Syafi'i dan menyuruhnya untuk memakainya. KH.Syafi'i terkejut dengan perlakuan gurunya tersebut. Selain menunjukkkan kecintaan yang luar biasa kepada muridnya, itu juga menunjukkkan akhlaq Habib Ali yang memang sangat dikagumi orang.
Kecintaan kepada KH.Syafi'i Hadzami adalah suatu hal yang wajar, karena pada saat mengaji ia terlihat begitu menonjol. Sehingga, pada suatu ketika Habib Ali melantunkan sebuah syai'r yang ditujukan kepadanya :
Siapa yang dapat menunjukkan kepadaku
Seperti perjalananmu yang dimudahkan
Engkau berjalan perlahan-lahan
Tetapi engkau sampai terlebih dahulu
Syair tersebut dituturkan Habib Ali di hadapan beberapa teman mengaji KH.Syafi'i, setelah dia mengetahui kumpulan fatwa KH>Syafi'i di Radio Cendrawasih telah diterbitkan.
Betapa besar perhatian Habib Ali kepada muridnya ini, sampai-sampai dia sendiri sering mendengarkan acara di radio ketika KH.Syafi'i sedang menyampaikan fatwa-fatwanya sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para pendengar. Habib Ali senang dengan jawaban KH.Syafi'i dan menyatakan pujiannya.
Ada lagi pengalaman mengesankan bagi KH.Syafi'i. seminggu menjelang wafat, Habib Ali memberikan ijazah kepadanya. KH.Syafi'i merasa senang, tapi sekaligus heran.
Suatu hal yang wajar bila KH Syafi'i merasa senang, karena pemberian ijazah itu menandakan kecintaan sang guru kepadanya, juga menunjukkan pengakuan atas ilmu yang dimilikinya. Namun ia juga merasa heran, karena selama puluhan tahun mengaji, gurunya ini belum pernah berbicara tentang ijazah. Karena itu ada perasaan tidak enak pada diri kiyai. Barangkali beliau akan segera pergi meninggalkannya. Begitulah pikiran yang ada dalam benaknya.
Ternyata kekhawatirannya itu menjadi kenyataan. Seminggu sesudah itu Habib Ali wafat, tepatnya pada tanggal 16 Februari 1976, dimakamkan di dekat masjid Al-Hawi Condet.
Mengenai berita wafatnya, harian Pelita tanggal 17 Februari 1976 menyebutkan penduduk Jakarta sangat berduka atas berita wafatnya seorang alim, Habib Ali bin Husein Al-Aththas, di rumahnya jl.Bungur, Senen, Jakarta pusat dalam usia 88 tahun.
Besok harinya surat kabar ini kembali memuat berita tentang Habib Ali dan menggambarkan suasana pemakamannya. Disebutkan, ribuan kaum muslimin mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Dalam acara pemakaman, sejumlah tokoh ulama menyampaikan sambutan. Yang mentalqinkannya adalah Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Aththas dari Pekalongan. Dan yang memberi sambutan sebagai perwakilan pemerintah yakni Dr.KH.Idham Khalid, ketua DPR/MPR ketika itu, yang juga salah seoreang muridnya.
Untuk mengenang peran dan jasanya, harian Pelita pada tanggal 24 Februari 1976 memuat artikel tentang Habib Ali yang ditulis oleh Prof.KH.Saifuddin Zuhri, mantan menteri agama.
Setiap tahun pada hari selasa terakhir bulan Rabi'ul awal selalu diadakan haul Habib Ali Bungur di daerah Condet, Jakarta Timur.