Setelah menunaikan ibadah shalat isya' berjamaah, satu dua orang
mahasiswa mulai merayapi dapur kuliyah yang menyediakan santap malam
bagi penghuni asrama, dengan bersarungan ria dan berpecis putih mereka
akan menikmati santapan roti dengan lauknya yang khas Tarim.
Tidak lama setelah itu, beberapa mahasiswa berbaju putih mulai menggelar tikar di aula dapur multifungsi, dikatakan serba guna sebab selain dapur berfungsi untuk menikmati santapan sarapan dan makan sehari-hari bagi para mahasiswa, dapur juga sering kali dijadikan tempat berkumpul dalam acara-acara resmi ekstrakurikuler mahasiswa, inisiatif mereka sendiri seperti halnya yang terjadi malam itu, kamis 20 Februari.
Kali ini yang akan memenuhi aula dapur adalah Ikatan Pelajar Kalimantan (IPK), dengan acara rutinannya yang biasa digelar setiap hari kamis malam jumat yaitu membaca mauled nabi serta ceramah-ceramah keagamaan.
Saya adalah salah seorang dari para undangan untuk menghadiri prosesi acara malam itu. Sekilas acara yang mereka lakukan terkesan rasisme alias sangat kedaerahan sekali tanpa peduli dengan kawan-kawan yang lainnya, namun ternyata praduga ini terbantahkan dengan pernyataan sang ketua pada prakatanya, adalah sdr. Ahmad Fauzi yang tengah duduk di tingkat 4. Fauzi menjelaskan bahwa acara tersebut bukan untuk fanatic kedaerahan melainkan bertujuan agar ukhuwah diantara mereka terjalin kokoh, Fauzi juga menghimbau kepada para anggotanya agar mau berbaur dengan komunitas lainnya.
Yang menarik dari acara ini adalah kekompakan mereka (baca: anggota IPK) dalam menjalankan program kerjanya, meskipun sederhana akan tetapi mereka bisa kontinyu. Selain itu keramahan mereka terhadap tamu undanganpun membuat kami seolah menjadi anggota kekeluargaan mereka. inilah bukti bahwa ukhuwah oriented telah diterjemahkan dalam tataran praktis kehidupan yang pada gilirannya akan melahirkan kebersamaan.