Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff, Tegal, adalah salah satu ulama dan
tokoh besar yang dimiliki Indonesia, khususnya kota Tegal, Jawa Tengah.
Setiap tokoh atau ulama yang berkunjung ke Indonesia biasanya selalu
menyempatkan diri mengunjunginya. Demikian juga Habib Umar bin Hafidz,
pemimpin Daarul Musthafa, Tarim Hadhramaut.
Namun demikian, beliau ibarat cemaran yang pucuknya tampak dari jauh tapi yang berada dibawahnya tidak melihatnya, artinya Nama Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff memang dikenal oleh banyak kalangan sampai mancanegara, tapi orang-orang di daerah sekitarnya sering tidak mengenal kealiman dan ketokohannya.
Habib Abdullah Al-kaff memang terkenal karena sikap tawadhu’nya. Ia tidak ingin menonjol, dan takut menjadi orang terkenal, sehingga dalam bersikap sangatlah hati-hati, dalam hidupnya hampir tidak punya musuh.
Masa Kanak-kanak
Habib Abdullah Al-Kaff lahir di Cirebon (Jawa Barat) pada tanggal 27 Ramadhan 1340 H, bertepatan dengan 17 Mei 1922. Ayah beliau bernama Ahmad bin Abdullah Al-Kaff dimana ia mempunyai beberapa isteri. Dari Isteri pertamanya ia mendapatkan seorang anak bernama Abdurrahman. Dari Isteri kedua, ia mendapatkan tiga anak laki-laki yaitu Husein, Muhammad, dan Abdullah (Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff, yang jadi pembahasan kali ini). Dari isteri ketiga, anaknya banyak juga, tapi yang laki-laki hanya satu, yaitu Umar. Sedangkan dari isteri keempat, ia mempunyai enam anak laki-laki.
Semua saudara Habib Abdullah Al-Kaff disekolahkan di Arab Saudi dan Yaman. Habib Abdullah Al-Kaff sendiri pada usia 11 dibawa oleh ayahnya ke Hadhramaut, tepatnya di Tarim. Selama enam tahun ia dititipkan pada kakeknya di kota Hajrain. Sebuah kota di kaki gunung yang banyak dihuni para wali mastur.
Pada umur 17 Tahun, beliau belajar di Rubath Tarim kepada Habib Umar Asy-Syathiri, yang sudah sepuh. Setelah Habib Umar Asy-Syathiri meninggal, ia melanjutkan belajarnya kepada Habib Abdullah As-Syathiri , anak Habib Umar Asy-Syathiri. Sepeninggal Habib Abdullah Asy-Syathiri, Rubath Tarim kini diasuh oleh Habib Salim Asy-Syathiri.
Habib Abdullah Al-Kaff sekelas dengan Habib Muhammad bin Abdullah Al-Hadar. Gurunya waktu termasuk juga Habib Ali bin Abdullah bin Syihab.
Beliau mengambil kekhususan pada bidang fiqih. Tapi ia juga sangat menggandrungi sastra sehingga banyak tulisannya berbentuk syair.
Dewasa di Tegal Jawa Tengah
Pada usia 25 Tahun, Habib Abdullah kembali ke kota Tegal, Jawa Tengah. Kemudian ia menikah dan sehari-hari sebagai pedagang sarung tenun. Selain berdagang, ia juga menyisakan waktunya untuk mendidik anak-anaknya dan juga mengisi majelis taklim.
Habib Abdullah Al-Kaff bermukim di Kota Tegal. Sering ketika ada tamu yang berkunjugn ke Tegal, walau tamu itu bukan tamunya namun Habib Abdullah Al-Kaff merasa berkewajiban untuk menjamunya. Penghormatannya kepada tamu sungguh luar biasa. Kalau tamu itu tidak sempat dijamu hari itu, besoknya dipanggil untuk sarapan. Yang lebih mengherankan, kalau ada tamu, selalu saja ada kambing sebagai masakannya. Beliau pernah bilang, “Setiap manusia ada rizkinya, dan itu tidak akan pernah tertukar. Tidak mungkin kita memakan rizki orang karena sudah diatur oleh Allah SWT.”.
Beberapa tahun ia pernah tinggal di Condet, Jakarta. Karena keulamaannya, Habib Umar bin Hafidz, pengasuh Daarul Musthafa Tarim, menyempatkan diri untuk mengunjunginya di Condet, Jakarta guna meminta doa restu darinya.
Mendidik anak-anak
Habib Abdullah Al-Kaff termasuk tokoh habib yang sangat sukses dalam mendidik anak-ananya. Hampir semua putranya adalah ulama, pendidik, pendakwah yang istiqomah. Siapakah yang tidak kenal Habib Thohir Al-Kaff, Habib Ahmad Al-Kaff (Pengasuh PP Hikmatun Nur Jakarta), Habib Hamid, Habib Ali, dan Habib Muhammad Al-Kaff.
Habib Abdullah Al-Kaff berharap semua anaknya bisa menjadi ulama. Salah seorang anaknya, Habib Muhammad dikirim ke Arab Saudi, Habib Muthahar dimasukkan di Pesantren Darul Hadits Malang, Habib Murtadha dikirim ke Arab Saudi, lalu ke Yaman, Habib Thohir bin Abdullah Al-Kaff dan Habib Hamid Al-Kaff dikirim ke Makkah untuk berguru kepada Sayyid Muhammad Al-Maliki dan belajar disana selama tujuh tahun, sedangkan Habib Ahmad Al-Kaff belajar di Mesir sehingga meraih gelar Doktor disana, demikian juga si bungsu Habib Ali yang juga dikirim ke Mesir.
Walau demikian Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff tetap berikhtiar dalam membina anak-anaknya supaya menjadi alim, anak yang berilmu, dengan harapan kelak akan menjadi ulama. Apa yang dilakukannya adalah meneladani Rasulullah SAW yaitu mendidik anak-anaknya dengan tarbiyah dan uswatun hasanah (teladan baik) atas apa yang diajarkannya.
Setiap hari, Beliau mengumandangkan adzan di rumahnya, Jalan Duku Kota Tegal, Jawa Tengah. Mendengar adzan itu, anak-anaknya ikut bangun dan langsung mengambil wudhu. Satu keluarga itu kemudian shala Shubuh berjamaah. Usai shalat berjamaah, ia memberikan nasihat agama kepada anak-anak, hingga hari mulai terang.
Kebiasaan Habib Abdullah Al-Kaff yang tidak pernah hilang adalah mencium tangan orang yang bersalaman dengannya, walau itu anak kecil sekalipun. Nah, orang yang tahu maqam Habib Abdullah jadi saling mencium.
Soal Kesabaran, Beliau sangat luar biasa. Ketika mendapat ujian sakit yang cukup lama, sembilan tahun, tidak pernah sekalipun ia mengeluh.
Berpulang ke Rahmatullah..
Kota Tegal saat itu berkabung kehilangan salah satu tokoh ulama besar yang dimilikinya. Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff berpulang ke Rahmatullah pada hari Ahad 7 September 2008 bertepatan pada 7 Ramadhan 1429 H, pukul 04.00 di Condet, Jakarta Timur setelah dirawat dua hari di Rumah Sakit Haji Pondok Gede Jenazah sang ulama, Al-Maghfurlah Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff, dimakamkan di pemakaman Al-Haddad, kota TEGAL, pada sore harinya.
Harapan dan Cita-Cita
Ada satu harapan Habib Abdullah yaitu mendirikan sebuah pesantren di Tegal. Ia berharap anak-anaknya dapat mewujudkan cita-cita itu. Kini rumah di Jalan Duku kota TEGAL yang ditinggalkannya menjadi kantor dan embrio berdirinya pesantren tersebut. “Insya Allah saya dan saudara-saudara yang lain akan mewujudkan harapan Abah,” kata Habib Thohir bin Abdullah Al-Kaff yang meski bertempat tinggal di Pekalongan, namun lebih banyak berkiprah dakwah di Kota Tegal.