Mempunyai sang buah hati yang dapat memikat hati adalah impian setiap
orang tua, memiliki seorang anak yang dapat menghibur jiwa juga
merupakan dambaan setiap orang tua. Hadirnya ke dunia ini menjadi
penuduh jiwa bukan menjadi malapetaka, keberadaannya selalu di
nanti-nanti bukan di caci, bahkan indah budi pekertinya mengagumkan bagi
siapa yang berjumpa dengannya.
Namun, masih adakah di zaman sekarang seorang anak laksana nabi Ismail yang berani di sembelih karna taatnya kepada Rabb-nya dan patuhnya pada sang ayah,,,,?
Mari kita singkap tirai” What happen”, ada apa dengan anak bangsa sekarang,,,?
Coba kita telusuri dari kenakalan-kenakalan remaja masa kini, mabuk-mabukan merupakan hal yang biasa, perkelahian merupakan tanda kelaki-lakian, bahkan perzinaan merupakan hal yang wajar terjadi pada remaja yang melalui masa pubertas. Asumsi modern seperti inilah yang telah berakar kuat dalam hati orang tua sekarang, sehingga membebaskan anak remajanya tanpa pengawasan, supaya mereka dapat menikmati masa remajanya dengan puas tanpa terkendali, dan pada akhirnya negri tercinta ini akan tenggelam dengan kemaksiatan dan kriminalitas, yang tidak hanya merugikan bagi para remaja, tapi juga merupakan beban bagi seluruh masyarakat yang berindentitaskan bangsa Indonesia.
Nah, berimplikasi dari itu, salah satu kiat untuk mengurangi kriminalitas dan kemaksiatan yang terjadi dinegri tercinta ini, dan menghapus coretan yang telah tercoreng pada wajah Indonesia, mari kita cabut asumsi modern yang dapat menghancurkan jati diri bangsa, dengan menjaga anak-anak dengan semaksimal munkin mulai dari dalam kandungan hingga dewasa.
Seorang anak sebelum terlahir kedunia ini, ia telah melalui beberapa proses dalam kandungan sang ibu, tabiat yang biasa dilakukan oleh orang tua nya akan tertular kepada anaknya, bahkan makanan yang di makan oleh ibu yang didapat dari sumber yang tidak jelas, akan berpengaruh kepada moral anak nantinya.
Ketika sang anak terlahir kedunia ini, disunnahkan untuk mengazankan/iqamah, karna anak yang baru terlahir kedunia ini ibarat kaset kosong, jadi suara yang pertama sekali ia dengar adalah lafzul jalalah, kalau suara yang pertama ia dengar kalimat yang baik, insya Allah nantinya akan mudah menerima sesuatu yang baik.
Dan coba kita amati proses pertumbuhan sang anak ketika kecil, sebagian orang tua lebih mengenalkan anaknya tentang budaya barat, dari pada tentang Allah sebagai Rabb nya, dan tentang Islam sebagai agamanya, secara tidak langsung orang tua mendidik anak nya untuk mengikuti tingkah laku mereka, dari pada hidup dengan ala Islam.
Kalau pendidikan anak ditangani oleh orang tua nya dengan tepat dan benar, niscaya target untuk menyiapkan generasi-generasi bangsa dan agama yang berkualitas telah terpenuhi.
Oleh : Surja El-Faqir, mahasiswa tingkat II, fak. Syariah dan hukum, Al-Ahgaff University, Hadramaut, Republik Yaman.