Pada Kamis, 08 November 2012 lalu, sebagai bentuk kepedulian pelajar
Indonesia yang belajar di Yaman, PPI Yaman menyelenggarakan Bahtsul
Masail Kontemporer (BMK). Acara ini bertema 'Menuju Tatanan Islam yang
Moderat Untuk menjawab Tuntutan Umat'. BMK di adakan di Auditorium
Asy-Syaukani Universitas Darul Ulum Asy-Syar'iyyah Hudaidah-Yaman
dihadiri oleh beberapa perwakilan dari wilayah Hadhramaut, Zabid, PCI NU
Yaman dan beberapa fakultas yang ada di Universitas Darul Ulum
Asy-Syar'iyyah.
Pelaksanaan BMK kali ini juga terasa istimewa dengan hadirnya Dubes RI untuk Yaman yang baru Drs Wajid Fauzi MPM yang kebetulan mempunyai agenda untuk bertemu dengan pelajar indonesia di Provinsi Hudaidah.
Dalam sambutannya, Dubes mengatakan bahwa BMK merupakan bentuk kepedulian Pelajar di Yaman akan keadaan yang ada di Tanah Air. Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum PPI Yaman, Muhammad Khoiruz Zadit Taqwa. Ia mengatakan dengan kehadiran BMK, salah satunya adalah adanya kemauan dialog untuk memecahkan permasalahan agar tidak adanya pertikaian akibat perbedaan pendapat".
Dalam BMK ini persoalan yang dibahas diantaranya soal keputusan MK tentang perubahan UU Nomor 01 Tahun 1974 pasal 43 ayat 01 mengenai status anak di luar nikah yang berbunyi Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Para peserta terlihat sangat antusias dalam menyikapi permasalahan ini. Putusan MK dinilai bertentangan dengan syariat Islam karena. Namun ada juga yang menilai bahwa putusan MK termasuk bijaksana karena demi kemaslahatan Anak. Tampil sebagai Moderator dan Notulen, saudara Fathullah dan Ahmad Chasin Ihsan, Sebagai Perumus Bapak DR. Musthafa Lutfi dan M. Nuril Izza, dan sebagai Mushahih Bapak Achmad Zainal Huda dan Bapak Qomardi Syahdan.
Akhirnya setelah melalui perdebatan yang panjang, BMK menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa keputusan MK seharusnya diarahkan kepada perlindungan anak, bukan tentang waris ataupun nasab. Para pelajar juga mengharapkan agar MK bisa merubah keputusan ini atau mengatur agar putusan MK tersebut tidak bertentangan dengan syariat islam.
Penulis: Akhmad Syaikhu (Koor. Departemen Pendidikan dan Dakwah DPW PPI Hudaidah)