Syekh Abdullah Ba Alawi Di Penghujung Usianya
Syekh Abdullah Ba Alawi termasuk orang yang berumur panjang untuk beribadah dan beramal saleh. Di akhir usianya, ia berujar, “Segala sesuatu mengurangi diriku kecuali dunia. Aku tak peduli sama sekali pada dunia, apakah dia datang atau pergi. Tempat dunia hanya di atas tenggorokan.”
Maksud kalimat, ‘Segala sesuatu mengurangi diriku’: mengurangi kekuatanku. Sebab badan menjadi lemah bila dibanding saat masa muda. Meski begitu, ia tak pernah telat beribadah dan beramal saleh. Ia tak pernah bermalas-malasan untuk mencapai segala keutamaan. Ia memiliki banyak keutamaan, di antaranya sebagaimana disebutkan penulis Al Musyarri': “Syekh Ba Alawi sangat gemar minyak wangi sampai baunya tercium dari kejauhan. Ia berkulit putih, tinggi, berwajah tampan, matanya lebar, lisannya fasih, pemberani, berjambang lebat, berwibawa, senyum ketika bertemu dengan siapapun. Semua orang memujinya dengan bait-bait syair, seandainya itu dikumpulkan, akan menjadi buku tebal.”
Syekh Ba Alawi senantiasa menyampaikan ilmu sampai akhir hayatnya, di hari Rabu, pertengahan Jumadil Ula, tahun 731. Ia wafat dalam usia 93 tahun atau 91 tahun. Perbadaan ini karena hari kelahirannya diperselisihkan. Hari itu merupakan hari kesedihan, terutama bagi orang-orang faqir, lemah dan anak yatim. Ia dimakamkan di samping makam kakeknya, Al Imam Al Faqih Al Muqaddam.
Penulis Kitab Al Gharar memuji beliau dalam bait-bait:
سلام على نسل شيوخ الأكابر سلام عليه بالعشي و باكر
Keselamatan bagi putra para syekh yang mulia sepanjang malam dan siang
سلام على شيخ الشيوخ أبيهم سلام عليه عد طش المواطر
Keselamatan bagi guru di sejumlah titik air hujan
سلام على الأواب واحد عصره إمام الهادي كهف التقى و البصائر
Keselamatan bagi orang yang taubat, imam para penunujuk, naungan ahli takwa
سلام على كنز المساكن عينهم أب لليتامى و الأرامل ياسر
Keselamatan bagi pusat orang-orang miskin, ayah anak-anak yatim, dan janda-janda
سلام على القوام على نسق الدجى و في الصيف صوام بوقت الهواجر
Keselamatan bagi orang yang shalat di saat gelap gulita, dan di kala musim panas berpuasa, saat semua orang menghindarinya.
سلام على النحرير و الفاضل ترقى إلى العليا بفخر مفاخر
Keselamatan bagi orang yang mahir nan utama, yang meningkat derajatnya dengan segala kebanggaan
عظيم التقى و الزهد للخلق معقل لإذا ناب خطب مؤلم للعاشر
Seorang yang berderajat tinggi dalam ketakwaan, kezuhudan, benteng bagi masyarakat ketika dilanda hal yang menyakitkan
يقوم مقاما لم يقم فيه غيره هو الشيخ عبد الله نجل لباقر
Mencapai derajat yang belum pernah dicapai orang lain, beliaulah Syekh Abdullah ayah Baqir
سلالة العلوي الهمام الذي سما سماء المعالي ما له من مناظر
Beliau keturunan Sayyidina Ali yang telah mencapai ketinggian tak tertandingi
Keluarga Abdullah Ba Alawi
Ali Abdullah Ba Alawi adalah julukan bagi keluarga Bani Alawi keturunan Syekh Abdullah Ba Alawi. Nasab keluarga ini benar-benar dijaga silsilahnya dengan cara dicatat dan dibukukan. Di antara buku ini, yang terakhir kali di-tahqiq dan ditertibkan adalah buku Syamsu al Dhahirah, di-tahqiq oleh Sayyid Muhammad Dhiya Syihab.
Dari buku di atas, kita banyak mengetahui data tentang Ali Abdullah Ba Alawi. Silsilah Keluarga Ali Abdullah Ba Alawi.
Penulis Syamsu Al Dhahirah mengatakan, Syekh Abdullah Ba Alawi memiliki tiga putra:
Pertama, Ahmad. Ia berputra satu, yaitu Imam Muhammad Jamalullail yang meninggal tahun 787. Imam Muhammad berputra satu, yaitu Abdullah yang juga berputra satu, Ahmad. Silisalah (rangkaian) nasab tersebut habis sampai di sini.
Kedua, Ali bin Abdullah yang meninggal di Tarim 784. Ia memiliki empat putra yaitu Muhammad al Qarandali, Ahmad, Abdul Rahman. Nasab ketiga putranya ini juga habis di sini. Putra keempat adalah Abdullah. Ia berputra dua: Ahmad dan nasabnya telah habis. Yang kedua adalah Alawi yang terkenal dengan nama ‘al Syaibah’. Ia memiliki enam putra empat. Di antara mereka berketurunan terus dan yang dua nasabnya telah habis. Dari empat orang tadi, keturunan Ali Abdullah Ba Alawi bercabang sebagai berikut:
1. Keluarga al Syaibah. Nasab mereka kembali ke Umar bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi.
2. Keluarga Al Masilah, di daerah pesisir. Nasab mereka kembali pada Muhammad bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi
3. Keluarga Ba Ruum di Do’an, negri air, Hijaz, India dan lain-lain. Nasab keluarga ini kembali pada Muhammad bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi.
4. Keluarga al Syilli. Nasabnya kembali pada Sayyid Abdullah bin Abu Bakar bin Alawi yang terkenal dengan al Syilli.
5. Keluarga Bin Junaid. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah.
6. Keluarga al Ahdlar. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah. Di antara mereka ada yang berada di Saihut, Dathinah, Awaliq, dan lain-lain.
7. Keluarga al Jailani yang berada di Markhah, Do’an, Rehab dan al Aisar. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah.
8. Keluarga Hamdun di Habasyah. Nasab keluarga ini kembali ke Sayyid Muhammad Hamdun bin Alawi bin Muhammad al Mu'allim bin Ali Jahdab bin Abdul Rahman bin Muhammad bin Abdillah Ba Alawi.
9. Keluarga al Kherred di Tarim, Doan, Jawa, Palembang, Bali (Indonesia), Kelantan (Malaysia) dan Somis. Nasab mereka kembali ke Sayyid Zain bin Ali Kherred bin Muhammad Humaidan bin Abdul Rahman bin Muhammad bin Abdillah Ba Alawi.
10. Keluarga Ba Raqbah yang ada di Tarim, India, Jawa, Jambi, Cirebon, Palembang, Siyak, Riau, Surabaya dan Pekalongan (Indonesia). Nasab mereka kembali ke Sayyid Umar Ba Raqbah bin Ahmad al Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba Alawi.
11. Keluarga Ba A'abud Dabhan yang berada di Qasam, Ghaidhah, Dhafar dan Jawa (Indonesia). Nasab mereka kembali ke Sayyid Dabhan bin Ahmad al Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba Alawi.
12. Keluarga al Munaffir di Tarim, Malabar, Jawa (Indonesia), Lahj, Habasyah, Hijaz, Zaila', dan Yaman, disebutkan oleh pentahqiq kitab Syamsu Al Dhahirah bahwa keluarga al Munaffir bercabang menjadi :
1) Keluarga al Masyhur Marzaq di Syibam, Bangil Jawa (Indonesia)
2) Keluarga Fad'aq di India, Suqatra, Hiban, al Awaliq, Syaqrah.
3) Keluarga Abi Numi di Habasyah, Syihir, Ghail, al Mukalla, Hajar, Ahwar, India, Dhafar.
4) Keluarga Al Mutahhar di Qasam, Jawa, India dan Syihir.
5) Keluarga Mudaihij di Tarim, Raidah, Jawa (Indonesia), Yaman dan India.
6) Keluarga Bin Hamid di Tarim, Malabar dan Jawa (Indonesia).
7) Keluarga Madhar di Dhafar, Makkah. Di antara mereka juga ada yang di Ahwar.