Toriqoh Al-Amudiah
Sebelum lebih lanjut membahas Toriqoh Al-Amudiah alangkah baiknya kalau kita perbaharui kata toriqoh tersebut dengan nama "madrasah" supaya sesuai dengan pemahaman generasi sekarang, jikalau generasi intelek masa kini mempelajari psikologi, sosiologi, ekonomi, filsapat dsb, dan terpengaruh oleh madrasah Dikart, Baplop dan pemikiran Ruth dan Jan Jak Roso dan lainnya yang mempunyai pengaruh bersar dalam sistim pendidikan moderen, pendidikan yang telah mengeluarkan para alumni penyandang ijazah dengan berbagai macam jurusan dan tingkatan, oleh sebab itu maka ketika kita mempelajari tentang tasawuf secara bijak dan obyektif, maka kita akan menemukan kenyataan bahwa betapa besarnya pengaruh barat terhadap pendidikan moderen, dan bahkan kenyataan tersebut lebih besar daripada isu yang tersebar tentang pengaruh barat terhadap "madrasah tasawuf", dan bahkan pada hakikatnya isu tersebut adalah berasal dari para orientalis yang kemudian dipungut dan dikembangkan oleh para penganut madrasah moderen untuk menyerang madrasah tasawuf.
Memang harus diakui bahwa ada diantara para ada diantara pengikut madrasah tasawuf yang extrim ataupun lalai, tapi hal tersebut bukan berarti bahwa kita bisa melimpahkan kesalahan tersebut kepada sautu madrasah atau suatu pola pikir, karena hal tersebut bukan saja terjadi pada seorang pengikut tasawuf, bahkan pada pengikut madrasah apa saja bisa terjadi, misalnya ada diantara ulama Hambali yang pendapatnya menyimpang baik dalam fiqih ataupun akidah tetapi para ulama sejak dulu tidak ada yang menyebutkan bahwa madzhab Hambali adalah madzhab yang menyimpang, karena penyimpangan itu bukan dari madzhab tapi dari individu pengikutnya.
Dari semua itu jelaslah bahwa "madrasah tasawuf" adalah madrasah islam yang menitik beratkan pada pembinaan ahlak dan lurusnya hati berdasarkan ajaran Nabi SAW yang murni, adapun mengenai hubungannya dengan Syariah, madrasah tasawuf berada dalam naungan semua madzhab, pengikut tasawuf tidak diharuskan mengikuti Madzhab Syafi'I, Hambali ataupun lainya.
Adapun inti daripada pembahasan tasawuf dalam bab ini adalah tasawuf di Hadhramaut, sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa sebelum abad ke-7 Hijriah, Hadhramaut tidak mengenal tasawuf ataupun toriqoh sebagai suatu madrasah walaupun ulama Hadhramaut dalam ahlak dan suluknya adalah suluf sufi, tetapi mereka tidak menamakan diri mereka sebagai pengikut tasawuf ataupun toriqoh tertentu. Berbeda dengan kota-kota yaman yang lainnya yang jauh sebelum itu sudah mengenal toriqoh seperti "Qodiriah".
Sebagaimana toriqoh qodiriah tersebar di luar Hadhramaut, toriqoh "Suaibiyah" pun dimulai pada abad ke-7 mulai tersebar di Hadhramaut dan sekitarnya, kemudian dari kedua toriqoh itulah timbulah cabang-cabang toriqoh lainnya dan menyebarlah madrasah sufiah yang pada masa itu merupakan suatu madrasah yang kuat dan diterima oleh masyarakat, karena mempunyai dasar-dasar pemikiran yang mampu memecahkan problematika kehidupan pada masa itu.
Oleh sebab itulah seorang mujtahid dalam usul dal hadits seperti Faqih Muqoddam berpindah haluan menjadi seorang sufi yang khumul, dan begitupula dengan cucu keturunannya dari "Aali bait", pengikut serta para simpatisan dan masayih yang memilih kefaqiran dan beradab dengan adab tasawuf, masalah seperti itu memang suatu tuntutan sosial dan mengambil toriqoh tasawuf sebagai suatu solusi bahkan bisa dikatakan suatu tuntutan yang mendesak pada zaman itu, hal itu pula lah yang mendorong Syeh Said bin Isa Al-Amudi untuk memenuhi tuntutan tersebut dan ikut dalam naungan Faqih Muqoddam, adapun yang dikatakan oleh para ahli sejarah tentang "Toriqoh Amudiah" adalah suatu silsilah pengambilan yang tersambung kepada Syeh Said bin Isa Al-Amudi dan dengan silsilah tersebut maka para murid (istilah bagi pengikut seorang syeh tasawuf) resmi tergabung dalam toriqohnya, kemudian mereka yang mengambil toriqoh langsung dari Syeh Al-Amudi lah sebagai penerus tongkat estapet dalam pengambilan baiat dan tahkim kepada para murid, mengenai hal ini Al-Allamah Abdurrahman bin Abdullah Balfaqih dalam kitabnya "Raf'u sitar" mengatakan bahwa "Toriqoh Al-Amudiah" adalah salah satu dari tariqoh yang masyhur dan direstui oleh para ulama yang berjumlah sekitar 23 toriqoh, dan kesemua toriqoh tersebut kembali ke satu toriqoh yaitu toriqoh Syeh Suaib Abi Madyan
As-Syeh Abu Madyan Syuaib
As-Syeh Abdurrahman Al-Maq'ad
As-Syeh Abdullah As-Shalih Al-Magribi
(Al-Faqih Al-Muqoddam) (As-Syeh Said Al-Amudi) (As-Syeh Bahamran)
Cabang Toriqoh Al-Amudiah yang tersebar melalui keturunan dan para muridnya
Murid-Murid Syeh Said bin Isa Al-Amudi
Tugas seorang syeh yang Shaleh dan seorang murobbi (pendidik) yang tulus, adalah mendidik para murid sehingga mereka mampu mengambil inti sari ilmu dan amal serta suluk yang murni serta mampu menerjemahkan hakikat maani yang tersimpan dalam jiwa seorang syeh sebagai buah dari usaha dalam kehidupan ilmiah dan amaliah.
Syeh Said merupakan salah satu Syeh Tarbiah yang paling mumpuni pada masa itu, kebersamaan beliau dengan Syeh Abdullah Shaleh Al-Magribi merupakan salah satu faktor yang menjadikan beliau sebagai seorang murobbi jiwa dan ruh yang berhasil, hal tersebut sebagaimana diuangkapkan oleh beliau sendiri, beliau berkata :"Aku telah meluluskan sebanyak 17 orang syeh, diantara mereka ada yang aku luluskan secara rahasia dan ada juga yang secara terang-terangan.
Diantara murid Syeh Said Al-Amudi yang mumpuni dan termasyhur dikalangan masayih tasawuf adalah :
1. Syeh Muhammad bin Muhammad Ba ma'bad Ad-Dauani
Beliau adalah salah satu murid khusus dan orang terdekat Syeh Said, bahkan disebutkan dalam sebagian buku sejarah bahwa suatu ketika ada diantara salah seorang murid Syeh Said yang mempunyai rasa iri hati akan kedudukan syeh Ma'bad diantara para murid lainya, ketika Syeh Said mengetahui hal tersebut maka beliau berkata : "Sesungguhnya Syeh Muhammad Ba ma'bad adalah bagaikan seekor unta yang besar dan kuat, sedangkan kamu sekalian umpama unta kecil yang masih berlatih untuk memikul, dari itu kamu sekalian tidak akan sanggup memikul beban yang dia (Syeh Ma'bad) pikul".
Syeh Ba ma'bad tersebut menikah dengan seorang perempuan dari keluarga Al-Amudi dan dikaruniai empat anak, satu laki-laki bernama Al-Gozali, dan yang lainya perempuan yaitu, Ummu Mahmud, Ummu Abil Qosim, dan Ummu Ruqoyyah, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam kitab "Unsi As-salikun" disela-sela pembahasan karomahnya Syeh Said bin Isa Al-Amudi, Syeh Ba ma'bad tersebut berdomisili di kampung "Rodhum" dan meninggal serta dimakamkan disana, makamnya masih terpelihara sampai sekarang, dan keturunannya masih berada samapai sekarang yaitu mereka yang dikenal dengan "Ali Ma'bad".
2. Syeh Muhammad bin Salim Bawazir
3. Syeh Najah bin Amta'
4. Syeh Baumar (penguasa daerah uroh)
5. Syeh Bayaziid (penguasa daerah Al-Khamilah)
6. Syeh Babalil
7. Syeh Baisyan (pemilik rubat) yang terkenal di Dauan
8. Syeh Bahaj (penguasa daerah Rimah Wadi Amaqin
9. Syeh Sulaiman Bamani'
10. Syeh Hasan Balkhair (penguasa daerah Hajr)
11. Syeh Ali dan Syeh Aflah
12. Masyayeh Al Bahamis
Selain para murid tersebut adalah kedua putranya yaitu Jamaluddin Muhammad bin Said dan Ali bin Said, dan dari kedua putra Syeh Said inilah anak cucu dan kerabat Syeh Said mengambil Toriqoh Al-Amudiah, diantaranya adalah : Maula Si'ib Khadham Syeh Umar bin Muhammad, Syeh Utsman bin Umar bin Muhammad, Syeh Muhammad bin Utsman, Syeh Abdullah bin Muhammad bin Utsman (penguasa Dzamar) Syeh Utsman bin Abdullah, Syeh Ahmad bin Muhammad yang mempunyai nama panggilan Al-qodim, Syeh Utsman bin Ahmad, Syeh Umar bin Ahmad yang mempunyai nama panggilan At-thayyar, Syeh Abdullah bin Umar (penguasa Al-A'rd) Syeh Umar bin Ahmad bin Abdullah, Syeh Abdurrahman bin Umar riwayat hidupnya dimuat dalam kitab "An-nur As-safir", Syeh Utsman bin Muhammad yang disebutkan dalam "Tarikh Bamakhromah", Syeh Ahmad Abdurrahman murid Al-Haitami dan Ar-Romli, Syeh Umar bin Abdul Kadir murid Imam Al-Haddad, Syeh Abdullah bin Utsman (penguasa Daufah), Syeh Utsman bin Said yang dimakamkan di Ribat Baisan, Syeh Utsman bin Abdul Kadir dari "Lembah Yab'uts", Syeh Muhammad bin Abdullah yang dimakamkan di kampung Gidun, Syeh Utsman bin Ahmad yang dikenal dengan sebutan Ahmad As-Shagir (kecil) untuk membedakan antara dia dengan kakeknya Muhammad bin Utsman bin Ahmad Al-qodim, Syeh Utsman inilah orang pertama yang memindahkan "Zawiyah Al-Amudi" dari Gidun ke Badhah, awalnya setelah Zawiyah dipindah ke Badhah dipegang oleh Syeh Umar bin Ahmad, namun kemudian digantikan oleh saudaranya Utsman bin Ahmad.
Sifat dan Akhlak Syeh Said Al-Amudi
Syeh Said Al-Amudi adalah seorang yang berbadan subur berkulit sawo matang, berjenggot lebat, dari wajahnya terlihat nur dzikir dan ibadah, tidak sombong, tidak congkak, tawadhu', dalam berpakaian beliau seadanya dan tidak mewah, beliau adalah orang yang bermurah hati dan dermawan, menafkahkan hartanya kepada orang-orang yang berhak, selalu memberi makan fakir miskin, memuliakan para tamu yang datang kepadanya, sebagaimana beliau juga memberi makan para muridnya dari harta pribadinya, disamping semua sifat terpuji tersebut Syeh Said adalah seorang yang rajin mujahadah, gemar berdzikir, cepat terenyuh ketika mendengar ayat-ayat suci Al-qur'an, serta banyak menziarahi para wali dan orang-orang shalih.
Allah menjadikan Syeh Said orang yang bermanfaat bagi halayak banyak, sebagaiman Allah menjadikan jari-jari tangan Syeh Said seumpama balsam yang menjadi orang-orang sakit dan terluka, Allah memberikan kesembuhan kepada orang-orang yang terluka dan terkena bencana berkat doanya, disamping itu Allah menganugrahkan karomah dan keajaiban yang banyak, sebagai tanda atas makomnya Syeh Said yang tinggi di sisi Allah SWT.
Sebagian penulis sejarah membeberkan karomah-karomah Syeh Said tersebut secara panjang lebar dan terperinci, adapun kami dalam kitab ini tidak akan mengupas tentang karomah-karomah tersebut, karena karomah itu adalah buah dari amal dan sebagai bukti kedekatan seseorang dengan Allah SWT, yang kami ingin tampilkan dalam kitab ini hanyalah amal dan anugerah Allah yang berupa makom yang tinggi, karena kedua hal itulah yang menjadi ajang perlombaan dan pusat pilihan dan sebagai sebab qobul di sisi Allah SWT, disamping itu generasi sekarang ini banyak yang dihinggapi penyakit inkar terhadap segala sesuatu yang kurang masuk akal dikarenakan banyaknya pengaruh jelek dari luar yang meracuni akal pikiran mereka, karena mereka menjadikan akal sebagai tolak ukur dalam semua perkara baik berupa duniawi ataupun agama, padahal akal hanya berupa panca indera yang kemampuannya terbatas dan dalam pandangan islam akal hanyalah suatu alat yang harus digunakan sesuai fungsi yang telah ditentukan oleh sang pencipta, adapun medan penggunaan akal adalah materi, pemahaman, penemuan, serta penggunanaan kekuatan berfikir dalam mengetahui seseuatu yang tersimpan (tersembunyi). Adapun penggunaan akal dalam sesuatu yang gaib dan menjadikan sesustu yang gaib dalam jangkauan akal pikiran itu adalah suatu yang berlebihan dan hanya menambah masalah.
Hal yang penting perlu difahami oleh generasi sekarang ini, bahwa karomah adalah suatu peristiwa yang terjadi atas kehendak Allah SWT melalui hamba Allah yang Shaleh, begitu pula halnya dengan sihir dan sulap hanya saja bedanya kedua hal tersebut melalui hamba Allah yang terpedaya oleh syetan, adapun mukjizat adalah suatu peristiwa yang terjadi atas kehendak Allah SWT melalui para Nabi ataupun Rasul alaihimu salam.
Bersambung