Sebagian doa-doa Imam Al-Adeni
اللهم أجرنا من غير ضرر واغننا من غير بطر اللهم أجرنا من غير ابتلاء.
Adapun doa yang sering dibacanya dalam majlis zikirnya adalah :
اللهم ارزقنا من العقول أوفرها ومن الأذهان أصفاها ومن الأعمال أزكاها ومن
الأخلاق أطيبها ومن الأرزاق أجزلها ومن العافية أكملها ومن الدنيا خيرها
ومن الآخرة نعيمها وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم.
Sebagian perkataan Imam Al-Adeni tentang perbedaan Syariah dan Hakikat
Sebagain ahli fiqih bertanya kepada Imam Al-Adeni tentang perbedaan antara Syariah dan Hakikat, maka beliau menjawab :
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Dialah yang memuji atas diriNya, dan Dial
ah zat yang terpuji, dari Dial ah datangnya maksud kepada orang-orang
yang memiliki maksud, dan Dial ah yang dimaksud, Dia menciptakan
kehendak hamba dengan kehendakNya, dan menetapkannya hingga menjadikan
hujjah atas hamba, dan dengan ketetapan dariNya seorang hamba melakukan
perintah dan menjauhi laranganNya, dan Dial ah yang membalas semuanya
sesuai perbuatannya, maka Dia berfirman :
(وأن ليس للإنسان إلا ما سعى)
Artinya : dan seorang manusia tidak berhak kecuali sesuatu yang dia kerjakan.
Dia juga berfirman :
(وما تشاؤون إلا ما يشاء الله)
Artinya :
Dan tidaklah kamu sekalian berkehendak kecuali sesuai kehendak Allah.
Maka terjadilah kebingungan, dan butalah indra penglihatan dan mata
hati, maka Dia memberikan taufik kepada hambaNya, maka sebagian dari
mereka diberi taufik dengan syariah dan sebagiannya denga hakikat, ilmu
yang menghiasi jasmani adalah ilmu zahir dan ilmu yang menghiasi hati
adalah ilmu batin dan itulah ilmu hakikat, Allah menjadikan zahir Islam
atas beberapa rukun yang dilakukan oleh badan, dan menjadikan hakikat
iman dan ihsan atas yakin yang ada pada hati nurani, tetapi karena
sesuatu yang tersimpan dalam hati nurani itu suatu yang tidak bisa
dilihat ataupun didengar, maka dijadikanlah lisan sebagai alat
terjemah, maka jelaslah antara syariah dan hakikat mempunyai hubungan
yang sangat erat.
Adapun perkataan ahli syariah yang hanya mengerti ilmu tanpa dibarengi
amal "selain syariah adalah kufur" maka perkataan mereka ada benarnya
dan juga ada salahnya, begitupula halnya perkataan orang-orang yang
mengaku berpegang terhadap hakikat tanpa mengetahui syariat "selain
hakikat itu tidak ada apa-apanya".
Adapun mereka yang menguasai syariat dan hakikat maka mereka berkata
"apakah kamu sekalian tidak mendengar pemberi taufik berfirman :
( والذين جاهدوا )
Artinya :
Yang dimaksud ijtihad (bersungguh-sungguh) dalam ayat tersebut adalah
syariah, ijtihad tersebut adalah merealisasikan nas-nas syariah dalam
bentuk amal agar mendapat petunjuk kepada jalanNya dan itulah hakikat,"
dan bagi mereka yang mengaku berpegang kepada hakikat tanpa menggunakan
syariah, maka ketahuilah kamu sekalian tidak akan mendapatkan hidayah
kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah syariah
dan menjauhi larangannya.
Dan diantara karangan Imam Al-Adeni yang paling penting adalah kitabnya
yang berjudul "الجزء اللطيف في "التحكيم الشريف, dalam kitab ini beliau
menjelaskan secara rinci sanad pemakaian khirqoh menurut ahli tasawuf,
dalil-dalil yang digunakan oleh ahli toriq dalam pemakaian khirqoh,
perbedaan pendapat ulama tentang khirqoh, serta pendapat sebagian ulama
yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah bid'ah, kemudian Imam
Al-Adeni menyelinginya dengan menjelaskan tentang bid'ah dan macamnya,
dan seterusnya menyebutkan berbagai macam pemakain khirqoh serta
tatakramanya, juga tentang tata cara pengambilan 'ahd dari seorang
murid oleh syehnya, seperti berikut ini :
1. hendaklah seorang Syeh menyebutkan adab-adab taubat, kemudian
meletakkan telapak tangan kanan diatas telapak tangan sang murid,
seraya menyatakan bahwa seorang syeh dan murid keduanya bersekutu dalam
taubat.
2. dengan suara keras syeh mengucapkan :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم استغفر الله العظيم
(3 kali ) وأسأله التوبة والمغفرة والتوفيق لما يحبه و يرضى و صلى الله
على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.
Setelah Syeh mengucapkan perkataan diatas lalu diikuti oleh sang murid.
Syair-Syair Imam Al-Adeni Memiliki Tujuan yang Bermacam-Macam.
Buku kumpulan syair-syair Imam Al-Adeni dihiasi berbagai macam bentuk
syair dan berbagai macam tujuan menurut ahli tasawuf, sebagaimana
diketahui bahwa sastera sufi mempunyai ciri khas tersendiri terutama
dalam penggunaan kata-kata, kebanyakan kalimat tidak digunakan dalam
maknanya yang lugas, begitupula dalam penggunaan kata-kata kiasan,
seperti kata mabuk, arak, gelas, panah mata, hindun, laila. Kata-kata
tersebut yang dimaksud adalah makna kiasannya, yang dimaksud dengan
mabuk adalah kelezatan dalam berzikir dalam tafakur, adapun gelas
merupakan sebab untuk mencapai kelezatan tersebut, dan tentang rumus
yang menggunakan nama peremupan seperti laila, adalah cara seorang
penyair dalam mengungkapkan suatu keindahan batin dengan menggunakan
kata-kata yang menunjukkan keindahan zahir.
Dan tidak semua syair sufi berupa syair cinta, selain itu banyak lagi
macamnya, seperti syair nasihat, koreksi diri, dan zuhud. Namun dari
semua macam syair tersebut mempunyai ciri yang sama dan menunjukkan
bahwa sayir tersebut merupakan syair khas para ahli tasawuf.
Dan tidaklah sepantasnya bagi seseorang yang tidak memiliki dzauk
seperti yang dimiliki para ahli tasawuf, melecehkan qasidah-qasidah
tasawuf dengan menyangkutkan syair-syairnya dengan sesuatu yang mereka
hayalkan, sesuatu yang bersangkutan dengan syahwat, dan kalaupun
diantara syair-syair sufi yang pada zahirnya menunjukkan makna yang
tidak baik, maka hal tersebut tidak bisa dijadikan landasan untuk
menyama ratakan hukum tersebut kepada semua ahli tasawuf, disamping
semua itu tidak ada perlunya mendebatkan suatu pola pikir yang telah
punah dengan kepunahan orang-orangnya dan membesar-besarkan masalah
tersebut.
Justru yang perlu menjadi perhatian kita sekarang ini adalah pola pikir
dalam kehidupan kita sekarang ini, yang nyata-nyata telah merendahkan
martabat dan menghancurkan kehidupan serta harga diri manusia.
Namun perkataan saya ini bukan berarti promosi atas syari romantis sufi
ataupun istilah arak maknawinya, tetapi maksud dibalik semua itu adalah
menegaskan bahwa seyogyanya kita memberikan penilaian atas suatu
madrasah berdasarkan asas pemikirannya bukan dari zahir kata-kata
belaka, tanpa melihat hakikat, keadaan, tempat dan waktu keberadaan
madrasah itu sendiri.
Dan yang sangat disayangkan, penyamarataan tersebut bukan saja terhadap
sastera sufi, namun berlaku kepada segala sesuatu yang bersangkutan
dengan tasawuf, orang yang mengaku sebagai peresensi yang nota bene
keluaran madrasah eropa, mereka yang menganggap dirinya memikul tugas
untuk membersihkan sejarah, sastera dan ilmu-ilmu islam dari kekeliruan
dan kesalahan sebagai akibat pemikiran tasawuf dan pemalsuan hadits dan
hal lainnya, tetapi semua itu mereka lakukan dengan menggunakan tolok
ukur barat yang merupakan ha lasing bagi Islam itu sendiri, oleh sebab
itulah pada akhirnya mereka menuduh para pendahulu dengan sesuatu yang
tidak pernah mereka lakukan, dan mereka sendiri menganggap bahwa tolok
ukur yang mereka gunakan adalah sesuatu yang murni dari islam, padahal
hal tersebut sangat jauh sekali dari Islam, bagaimana tidak? Karena
mereka sendiri mendapatkan itu semua dari musuh-musuh Islam maka tidak
diragukan lagi mereka sendiri justru telah terpengaruh dengan pemikiran
madrasah asalnya.
Dan hal tersebut kini telah merasuki madrasah-madrasah islam dari mulai dasar sampai tingkat tinggi akibat penjajahan moderen.
Dan langkah yang bijak dalam semua ini adalah memaklumi dan memaafkan
orang-orang Islam dan merasa kasihan atas keadaan mereka yang menjadi
incaran musuh-musuhnya, yang selalu menanamkan permusuhan dan
perpecahan diantara orang-orang Islam.
Dan dalam akhir tulisan ini penulis akan menyuguhkan sebagian
syair-syairnya Imam Al-Adeni secara ringkas. Sebagian besar syair-syair
Imam Al-Adeni merupakan syair romantis yang menggunakan kata-kata dari
bahasa daerah dan dengan nada nyanyian, terkadang syairnya keluar dari
kaidah-kaidah ilmu arudl, namun kelebihan syair-syair tersebut adalah
bait-bait permulaannya memiliki nada yang sangat cocok dengan nada
nyanyian para ahli tasawuf Yaman pada zaman itu, adapun kosa-kata yang
digunakan oleh Imam Al-Adeni terdiri dari bahasa daerah dan kata-kata
arab fasih, adapun bahasa daerah yang sering kali digunakan dalam syair
Imam Al-Adeni adalah bahasa daerah Tihamah.
Sebagaimana terlihat dalam bait-bait syair berikut :
شاعشق لي معز غالي وارتقي لي مرتقي عالي
شا فخر لي بفخر محبوبي وأعطاني في الحب مطلوبي
Begitu juga pada bait berikut ini :
إذا شا اترك لهم وواصل سروري ولي رب يعلم بخافي أموري
وشا ادخل وشا اجزم بقلب جسور أرى اللوم عندي خطأ غير صائب
أنا شا استجير بالجمال المكمل ومن في النبيين أكمل وأفضل
dan kalau di teliti secara cermat sebetulnya dalam syair –syair
tersebut terdapat kelemahan, dan memang kelemahan dalam segi bentuk
syair tersebut merupakan suatu yang biasa, karena tujuan dari
syair-syair tersebut adalah dakwah kepada orang-orang awam, selain itu
kebanyakan dari gubahan-gubahan tersebut adalah untuk dinyanyikan, oleh
sebab itu syair-syair tersebut menggunakan katak-kata yang gampang
untuk difaham dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menurut sebagaian penulis merupakan suatu kejanggalan dan mereka
menganggap bahwa ada sesuatu dibalik itu semua, karena terdapat
perpautan yang menyolok antara sastera dan prosa pada zaman itu, prosa
lebih mendapat perhatian dari para ulama zaman itu, hal tersebut
terlihat jelas dalam tulisan dan khutbah-khutbah yang begitu
memperhatikan kaidah-kaidah bahasa baik dari segi tata bahasa, sajak
serta balagahnya, dan sebaliknya hal-hal tersebut tidak ditemukan dalam
tulisan-tulisan ulama pada zaman itu yang berbentuk sastera.
Jawaban yang bijak atas masalah tersebut bahwasanya ulama-ulama
terdahulu walaupun mumupuni dalam segi tata bahasa dan balagah
-sebagaimana terlihat jelas dalam tulisan mereka yang berbentuk prosa
dan khutbah-khutbahnya- namun mereka tidak menyukai bentuk syair yang
dibuat-buat, bahkan terkadang mereka mencela jika seorang penyair
terlalu memenitingkan akan bayan badi' apalagi kalau sayiar itu syair
sufi yang ditujukan untuk pengajaran dan dakwah, karena mereka lebih
suka memberikan petuah dan wejangan kepada orang awam dengan bahasa dan
kata-kata yang bisa dan mudah difahami, hal tersebut sebagaimana
dikisahkan oleh Habib Abu baker al Attas bin Abdullah bin Alawi Alhabsy
bahwasanya beliau berkata : hikayat mengatakan bahwa ketika Habi
Abdullah bin Husain bin Thahir mendengar perkataan penyair yang
berbunyi :
علي نحت القوافي من معادنها وما علي إذا لم تفهم البقر
Artinya :
Aku harus menggali kowafi (not syair) daripada penyimpanannya
Dan aku tidak perduli kalau syairku tidak difahami oleh orang bodoh
Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata :
تركت نحت القوافي من معادنها لأن لي مقصدا أن تفهم البقر
Artinya :
Aku tidak menggali kowafi daripada penyimpanannya
Karena aku ingin syairku difahami orang-orang bodoh
Dari hal tersebut diatas sangat jelas bahwa madrasah Hadhramaut
memiliki ciri has tersendiri baik dalam pola pikir ataupun
kesusastraan, adapun penyebab itu semua karena kebanyakan masyayeh pada
zaman itu menggunakan semua waktunya dalam berdakwah dan memberi
wejangan kepada orang awam, maka perhatiannya mereka terhadap hal yang
lain seperti sastera sangat minim sekali, namun bukan berarti bahwa
Hadhramaut pada zaman itu tidak memiliki ulama yang mumpuni dalam
syair, karena banyak dari mereka yang memiliki kemampuan yang mumpuni
dalam bidang sastera dan syair.
Kesimpulan tersebut diatas merupakan hasil dari penelitian penulis
terhadap beberapa ulama dan suyuh Hadhramaut di sela-sela penulisan
riwayat hidup Alawi (kakek penulis) dalam buku yang berjudul "لوامع
النور". Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa ketika Alawi kembali ke
Hadhramaut setelah menimba ilmu dari Mesir dengan membawa berbagai
macam ilmu, dia menemukan keadaan Hadhramaut tidak sesuai dengan ilmu
yang ia bawa, tentang keadaannya tersebut beliau berkata : "ketika aku
tiba di negeriku, tanah kelahiranku, mereka tidak mengetahui balghah,
bahkan seseorang yang mempunyai sifat balaghah justru menjadi ejekan,
dan ketika aku memeriksa apa yang tersimpan di benakku ternyata
semuanya tak berguna, pada saat itulah aku teringat perkataan seorang
penyair :
أرض الحراثة لو أتاها جرول نجل الحطيئة لانثنى حراثا
تصدى بها الأذهان بعد صقالها وترد ذكران العقول إناثا
Dan ketika aku dalam keadaan bingung dan ragu tiba-tiba datanglah
bisikan yang berkata : "lepaslah sandalmu sesungguhnya kamu berada di
lembah yang suci"
هذا شراب القوم سادتنا وقد أخطا الطريقة من يقل بخلاف
Maka aku terbangun dan jelaslah bahwa jalan yang terbentang adalah
jalan dilalah, makomat, ahwal, qobul dan iqbal, maka aku bahwa memang
gila itu banyak macamnya dan sesungguhnya hak tersebut selalu bersama
orang yang tahu tentang rahasia, maka kemudian aku mengikuti jejak para
pendahuluku dan meninggalkan segala yang akan membawa kerusakan
kepadaku, dan mulailah aku melangkah dalam jalan dakwah kepada Allah
dan memberikan petunjuk kepada yang tersesat.