Syahidul Hal
- Dengan keagungannya Tarim mendapat kemuliaan bagaikan purnama yang tampak dengan kesempurnaan sinarnya.
- Barisan para wali terkumpul bagaikan ka’bah yang berkilau di masanya
- Dari para pengamal ketaatan, yang rukuk, yang bersujud, yang tawaf tidak melepaskan ihramnya.
- Dengannya bulan-bulan kebahagiaan menjadi murni, andaikan tampak di kegelapan akan menyirnakan gelap gulitanya.
- Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba Wazir, dikutip dari kitab “Tarikh Hadramaut” Hal. 765.
Pembukaan
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menyemayamkan mahkota pada
setiap awal zaman kepada para tokoh dan Syekh pembimbing yang sempurna,
menjadikan hikmah sebagai sumber makrifat untuk sampai kepada tujuan.
Para pemuka agama dan pewaris kepala dari segala utusan (Muhammad Saw),
mereka yang mengikutinya dengan perkataan, perbuatan, niat, dedikasi,
keinginan, ibadah dan kebenaran serta kekokohan keyakinan. Beserta para
keluarga yang agung, para sahabat dan para pengikut mereka hingga hari
kiamat.
Para pembaca yang budiman, kali ini saya tampilkan figur baru
dari para tokoh madrasah Hadramaut, salah seorang pemuka Islam yang
mengamalkan pedoman dakwah Rasulullah Saw. Yang adil dan kokoh. Sosok
yang dikaruniai Allah SWT ilmu, amal, obsesi dan tingginya cita-cita.
Di zaman itu sosoknya bagaikan tetesan air hujan yang berguna.
Setiap tanah tumbuh subur di mana mereka berada laksana hujan yang menyirami bumi.
Beliau menancapkan tiang untuk para murid, dan mengangkat cita-cita
pencari ilmu, menyadarkan pikiran orang-orang yang lalai, untuk
mengerti dakwah pemuka para utusan (Muhammad Saw). para pencari
kebenaran dari beberapa penjuru bersimpuh di depan pintunya,
keberadaanya membangkitkan semangat ahli ibadah, para ahli zuhud, dan
para pemimpin, menuju sebaik-baiknya ajaran dan pedoman. Dengannya
Allah menghilangkan bid`ah sampai ke akarnya, dan menghidupkan sunnah
dan menumbuhkannya.
Imam al Aidrus hidup di era persimpangan penting terhadap
eksistensi madrasah Hadramaut, baik dari segi pengokohan kaidahnya,
maupun dari aspek penyebaran tarekat ke segala penjuru, selamat
menikmati sajian kami tentang riwayat hidup tokoh ini,
wabillahittaufik.
Penyusun.
Silsilah Keturunan
Al Mustafa Saw.
Imam Ali dan Fatimah al Zahra Ra.
Iman Husain
Imam Ali Zainal Abidin
Muhammad al Baqir
Ja`far Shadiq
Ali al Uraidy
Muhammad al Naqib
Isa
Ahmad al Muhajir
Abdullah
Alawi
Muhammad
Alawi
Ali Khali` Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Ali
Muhammad al Faqih al Muqaddam
Alawi
Muhammad Maula al Dawilah
Abdurrahman as Segaf
Abu Bakar al Sakran
(Abdullah al Idrus)
Abu Bakar al Adani Syekh Alawi
Sekilas Tentang Imam Al Aidrus
Beliau adalah panutan yang diakui kapabilitasnya, pemimpin para
wali yang disepakati kewaliannya, pembawa bendera orang-orang arif,
peletak dasar ilmu orang-orang yang benar, kepala para Sadah Alawiyin,
pemegang tali simpulnya dan pemilik kharisma dan keagungannya.
Disebutkan dalam “al Musyri`” : (al Idrus) gelar terhadap pimpinan
para wali. Sebagian orang mengatakan : (al Itrus) diambil dari nama
singa, Jauhari berkata : (al Itrasah) menempuh jalan kekerasan, ciri
dari harimau. Al Allamah Muhammad bin Umar Bahraq berkata : “Bisa saja
huruf ta’ dalam kalimat (al aidrus) diganti dengan huruf dal karena
berasal dari satu makhraj (tempat keluarnya huruf di mulut), kita
ketahui bahwa singa adalah pemuka dari hewan buas, sedangkan al Idrus
merupakan pemuka dari para wali di zamannya.
Kelahiran dan Riwayat Hidup
Lahir -semoga Allah meridoinya- pada sepuluh awal dari bulan
dzulhijjah tahun 811. Ketika kakeknya Syekh Abdurrahman As segaf
mendengar kabar kelahirannya, beliau berkata : “Ia adalah seorang sufi
di zamannya”, hafal al quran al karim , memperoleh kesempatan hidup
bersama kakeknya Syekh Abdurrahman selama 8 tahun . Beliau telah
melihat dan memberkatinya, sempat belajar kepada kakeknya, dan pernah
dikatakan bahwa ia akan memilki kelebihan tertentu.
Beliau tumbuh dalam kemulyaan di bawah bimbingan ayahnya Imam Abu
Bakar yang bergelar “al Sakran”. Sangat menyayanginya di masa kecil,
mengayominya dengan kasih sayang. Kharismanya ia salurkan kepadanya.
Sang ayah meninggal ketika beliau berumur 10 tahun. Setelah itu beliau
dirawat dan dibimbing oleh pamannya Syekh al Imam al Mighwar al Syekh
Umar al Muhdar. Menempatkannya sebagai anak bimbingan kerohaniannya.
Senantiasa dalam pantauannya, dibimbing bersama saudaranya yang lain
dengan budi pekerti mulya dan amal perbuatan sesuai dengan ajaran al
Quran dan Sunnah. Rahasia kebapakan seluruhnya dilimpahkan kepadanya
sehingga dirinya mendapat kedamaian, keimanan, keyakinan, dan ihsan.
Sedari kecil tumbuh dalam lingkungan ilmu, amal, mempelajari alquran,
hadis, bahasa Arab, dan bersungguh-sungguh menekuninya. Dikirim ke
beberapa Syekh kala itu untuk mendapatkan berkah yang banyak, menempa
diri bersama mereka dan memperlajari ilmu baik yang berhubungan dengan
lahir maupun batin. Dari para Syekh yang pernah menjadi gurunya antara
lain :
1. Al Faqih Said bin Abdullah Ba Abid
2. Syekh al Allamah Abdullah Ba Marawan
3. Al Alim al Rabbani Syekh Ibrahim Ba Harmaz.
4. Syekh al Allamah Abdullah Ba Qusyair
Beliau menyimak hadis dari beberapa ahli hadis dan para rawi di
Hadramaut serta beberapa tempat di Yaman, kemudian dari hasil
kepergiaannya ke Hijaz.
Beliau mempunyai perhatian khusus dengan kitab “al Tanbih”, “al
Khulashoh”, dan“al Minhaj”, dengan senantiasa mempelajari, menganalisis
dan mengkaji dengan teliti.
Belajar ilmu tasawuf kepada Sayyid al Jalil Muhammad bin Hasan
Jamalullail, dan kepada paman-pamannya Ahmad, Syekh, Muhammad dan Hasan.
Belajar bahasa Arab kepada al Allamah al Adib Ahmad bin Muhammad
bin Abdullah Ba Fadal. Sedangkan ilmu Nahwu dan Shorrof mempelajarinya
dari Syekh al Allamah Muhammad bin Ali Ba Ammar dan lainnya.
Mujahadah dan Riyadhah
Dari keterangan yang terdapat di beberapa kitab mengenai
mujahadahnya sebagai berikut : “Mujadahnya laksana lautan yang tak
bertepi, bagaikan bendera perang di tangan prajurit sejati, paman
sekaligus pembimbingnya Syekh Umar al Muhdar membimbingnya ke dalam
mujahadah semenjak kecil, beliau bertutur : “keponakanku menempuh
mujahadah di saat berusia tujuh tahun, berpuasa dan berbuka hanya
dengan tujuh korma dan tidak makan selain itu. Selama setahun ia tidak
pernah makan kecuali hanya dengan lima mud”.
Mengenai dirinya beliau berkata : “Tatkala tahap permulaanku, aku
mengkaji buku-buku kaum sufi dan menguji diriku dengan mujahadah
mereka, senantiasa berlapar, dan meninggalkan tidur dari usia 20 tahun.
Beliau senantiasa bersama pamannya Syekh Umar al Muhdar dalam
menempuh tahapan ajarannya. Kemudian mengawinkan Imam al Idrus dengan
putrinya dan menempatkan dalam posisinya. Syekh Umar al Muhdar berkata
: “Aku akan mengawinkan putriku dengannya walau dengan sedikit harta
benda, dan tidak akan mengawinkan selain dia walaupun dunia yang
melimpah (harta benda) diberikan kepadaku”. Beliau memakaikan kepadanya
khirqah tasawuf dan mentahkimnya serta menyatukan auranya dengan sang
paman Umar al Muhdar, yang darinya mendapatkan banyak ilmu lahir maupun
batin. Pamannya mendudukkannya sebagai pengganti sesuai dengan
kamampuannya, melampaui derajat para Syekh yang agung, dan mendapatkan
posisi yang sulit untuk di capai, para ulama mengakui akan ketinggian
derajatnya dari dahulu hingga sekarang.
Kedudukan Sebagai Pemuka Umat Sepeninggal Pamannya
Disebutkan dalam kitab :”Al Kawakib al Durriyah” : “Sosok – Syekh
al Idrus – suka menyepi, karena dengannya dapat sampai kepada Allah
SWT. Figur Syekh al Akbar pamannya Syekh Umar al Muhdar seorang Syekh
yang memiliki kharisma dan kepribadian yang agung dan pemuka dari Bani
Alawi, ketika wafat usia Imam al Aidrus 25 tahun, para Syarif sepakat
Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail-yang berada di Barughah- untuk
menggantikan posisinya akan tetapi beliau menolak, mereka berkata :
“Tunjukkanlah pada kami siapa yang berhak kedudukannya diantara kita”.
Setelah shalat istikharah, Allah meyakinkan hatinya untuk menjadikan
Imam al Aidrus sebagai pengganti, sambil memegang tangannya beliau
berkata kepada Imam al Aidrus : “Engkau adalah pemuka dari mereka dan
penunjuk bagi setiap syarif dan yang bukan syarif”. Imam al Aidrus
menampik karena usianya yang masih belia dan ketidakmampuan dirinya
ditambah paman-pamannya yang lain masih ada. Namun mereka terus
membujuknya untuk menerima posisi itu, sejak itu, semuanya sepakat
untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin dan namanya kesohor ke
penjuru dunia, beliau menyibukkan dirinya dengan pengajaran dalam
tarikan nafasnya yang sangat berharga.
Posisinya Sebagai Tumpuan Murid dalam Pengajaran dan Penempatan Diri
Imam al Aidrus figur yang mumpuni dalam pengajaran, apabila ia
mengajar di bidang tafsir maka ialah yang paling mengusai bidang itu,
dalam ilmu hadis ia adalah pemegang rawinya, dalam ilmu fiqh ia adalah
tolak ukur pemahamannya, atau selain itu semuanya menyimak pada
pelajarannya. Ajaran tasawufnya membuat para hadirin menangis, dalam
hal tarekat beliau menyampaikan dengan metode yang menakjubkan dan
sistem yang luar biasa, ajaran yang mudah dicerna. Dalam dirinya
terkumpul ilmu, amal, hal,obsesi, dan wejangan, sebagaimana dituturkan
oleh Syekh Kabir Muhammad bin Ahmad Ba Qusyair :
- Setiap hati mengakui akan kewaliannya, dan setiap sanubari penuh dengan rasa cinta kepadanya.
- Semua milik Allah, betapa tinggi keutamaannya, betapa banyak limpahan
yang diberikan Allah kepada siapa yang berada dalam asuhanNya.
- Sungguh ia adalah pemuda beruntung, yang keagungannya tak diragukan
lagi, katakanlah sesukamu pada keutamaan yang diperolehnya.
Murid-muridnya
Banyak dari tokoh mulya dan para mujtahid yang belajar kepada Imam al Aidrus, antara lain :
1. Saudaranya Syekh Ali bin Abu Bakar
2. Syekh Umar bin Abdurrahman Shahib al Hamra.
3. Syekh Abdullah bin Ahmad Ba Kastir
4. Syekh Ahmad Qasam bin Alwi al Syaibah
5. Syekh Muhammad bin Afif al Hijrani.
6. Putranya Syekh Abu Bakar al Adeny bin Abdullah al Aidrus.
7. Putranya Syekh Husain bin Abdullah al Aidrus.
8. Putranya Syekh Syaikh bin Abdullah al Aidrus.
Disebutkan dalam kitab : “al Kawakib al Durriyah” : “Imam al
Arif Billah Muhammad bin Ali Shahib Aidid, dan Tajul Abidin Saad bin
Ali, dan Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba Wazir dengan derajat yang di
milikinya dan ketinggian kedudukannya senantiasa menemani dan
mengikutinya serta mengambil ajarannya, karena mereka menyadari akan
ketinggian kedudukan dan maqam Imam al Aidrus.
Pola Pandang dalam Bimbingan dan Keilmuan
Imam al Aidrus berkata : “Kita tidak mempunyai sistem dan metode
kecuali al quran dan Sunnah. Di mana semua itu telah dipaparkan oleh
Hujjatul Islam al Ghazali dalam karya monumentalnya yang sangat
berharga yakni :”Ihya Ulumuddin” yang merupakan penjelasan dari al
Quran dan Hadis yang awal ataupun yang akhir, yang konkrit maupun yang
abstrak, yang berkenaan dengan suri tauladan maupun keyakinan.
Beliau melarang sahabatnya untuk mempelajari kitab “al Futuhat al
Makkiyah” dan kitab “al Fushus” dan menganjurkan untuk berbaik sangka
kepada penyusunnya dan meyakini bahwa ia salah seorang wali besar yang
arif billah. Adapun karyanya yang kontroversi dikarenakan kedalaman
pemahaman yang tidak dapat dimengerti oleh masyarakat umum, berbeda
dengan karya-karya Hujjatul Islam yang dapat diterima oleh pemahaman
akal, dapat dipelajari oleh oleh masyarakat umum, orang-orang khusus
maupun orang awam.
Beliau-semoga Allah meridloinya- berkata : “ketahuilah bahwa
tarekat adalah takut kepada Allah SWT. Sedangkan hakekat adalah
pencapaian tujuan dan persaksian cahaya penampakan (Nuruttajalli).
Hakekat dari maqamat adalah tempat-tempat yang bersemayam dalam hati.
Yang awalnya berupa pelaksanaan perintah dan meninggalkan segala bentuk
larangan, dan terakhir mengetahui cela diri, menyucikannya dari
sifat-sifat yang tercela, menghiasinya dengan sifat yang terpuji, serta
senantiasa berdzikir kepada tuhannya.
Celanya hati sangatlah banyak, dan yang paling besar adalah
kebanggaan seseorang terhadap amal taatnya (ujub). Seorang salik
(penempuh jalan Allah) tidak akan berpindah kepada maqam yang lebih
tinggi kecuali telah memenuhi semua kriteria dalam maqam sebelumnya.
Adapun ahwal adalah tarb (keasyikan) atau qabd (penangkapan) atau
bast (pelepasan/kelapangan) atau syauq (kerinduan), atau dzauq (rasa),
atau haibah (wibawa), atau uns (ketenangan jiwa), atau wajd
(kegembiraan/cinta) , atau tawajud (kesan dari cinta) atau jamak
(berkumpul) atau farq (berpisah) atau fana’ (ketiadaan) atau baqa`
(tetap ada )atau ghaibah (tidak sadar) atau sakr (mabuk) atau sahw
(keadaan sadar) atau sarb maknawi (minuman jiwa) sebagaimana juga akan
menemukan kedekatan dengan Allah SWT, cahaya penampakan, mukasyafah
(penyingkapan hal abstrak), siraman nurani, atau mahw (penghapusan),
atau istbat (penetapan) atau penutupan tabir atau penampakan atau
kehadiran atau muhadarah (penghadiran) atau lawaih (penampakan tulisan)
atau secercah cahaya atau kenaikan atau penciptaan atau pengokohan atau
lainnya.
Adapun tarikan nafas (dzikir) dan ketenangan hati dengan
kelembutan-kelembutan yang ghaib. Pemilik nafas ini lebih murni
(lebih sempurna) dari pemilik ahwal, pemilik ahwal lebih murni dari
pemilik maqam, dan pemilik maqam lebih murni seorang dari seorang abid
(ahli ibadah), dan abid yang mengamalkan ilmu dzahir (fiqh) lebih murni
dari orang awam yang beribadah dengan menggunakan rukhsah (keringanan
dalam syariat), dan pengamal syariat dengan menggunakan keringanan ini
lebih murni dari mereka yang lalai.
Dan orang yang mencapai kesempurnaan adalah mereka yang pada
dirinya terdapat semua cirri-ciri di atas. Mereka adalah para ulama
Allah SWT dan yang tahu segala perintah Allah dalam syariat, tarekat,
dan hakekat. Para pewaris (nabi). Ulama adalah pewaris para Nabi.
Pandangannya Terhadap Ulumul Kaum (istilah ilmu tasawwuf di Hadhramaut)
Di antara bidang keilmuan yang termasuk ulumulqaum antara lain :
ilmul yakin, ainul yakin, haqqul yakin. Ilmul yakin dimiliki oleh para
pengguna akal, ainul yakin terdapat pada kalangan ahli ilmu, sedangkan
haqqul yakin dimiliki ahli makrifat dan pesaksian.
Bentuk persaksian banyak, antara lain persaksian hati dari pengaruh
yang meliputinya dari persaksian terhadap ilmu, ahwal, dan mukasyafah.
(Faedah) Hati adalah tempat dari segala sifat yang terpuji, dan ruh
merupakan kelembutan hati nurani, ia memiliki peningkatan maknawiyah di
saat tidur ketika sukma meninggalkan raga kemudian kembali lagi
kepadanya. Manusia terbina dari ruh/sukma dan raga, sebab Allah SWT
menjadikan pada susunan itu keterkaitan antara satu dengan lainnya,
kebangkitan berada dalam susunannya sendiri, pahala dan adzab berada
dalam lingkupnya sendiri, arwah diciptakan, ruh sumber kebajikan, nafsu
sumber kejahatan, akal tempat bersemayamnya arwah, dalam nafsu
bersemayam hawa, dan sirr (rahasia Allah SWT yang dititipkan pada
seorang wali) adalah cahaya maknawiyah tempat dari persaksian, arwah
tempat cinta dan kasih sayang, dan hati merupakan bejana makrifat.
Salah seorang ahli makrifat berkata : “Sirr sesuatu yang dirimu masih
menyadarinya, sedangkan sirrussir apa yang tidak dapat terlihat kecuali
yang Haq. Dan sirr lebih agung dari arwah, ruh lebih agung dari hati,
sedangkan dada dari orang yang merdeka (dari hawa nafsunya) adalah
tempat (kuburan) dari rahasia-rahasia Allah.
Bersambung...