Pandangannya Tentang Tasawwuf
Sufi berasal dari suf (kain wol) yaitu seorang yang memakai kain
wol, dan maksudnya saat ini adalah sekelompok individu tertentu yang
menghiasi dirinya dengan ibadah dan sibuk dengan penyucian hati,
sedangkan hakekat dari tasawuf adalah ketika al Haq (Allah SWT)
mematikan dirimu dan denganNya dirimu hidup. Menurut para ahli
makrifat:”Tasawuf adalah memasuki setiap akhlak yang tinggi dan keluar
dari setiap akhlak yang rendah. Tanda seorang sufi yang agung adalah
menjadikan dirinya laksana bumi yang setiap kejelekan dilemparkan
kepadanya akan tetapi sang bumi tetap mengeluarkan yang manis.”
Pandangannya Tentang Adab
Hakekat adab adalah terkumpulnya setiap sifat yang terpuji, orang
yang beradab adalah orang yang terdapat pada dirinya segala sifat yang
terpuji, seorang hamba dengan ketaatannya dapat sampai kepada surga,
dan dengan adab dalam ketaatannya dapat sampai kepada Allah SWT.
Beberapa ahli makrifat berkata : Adab ahli dunia dalam kefasihan
dan balagah (keindahan tatanan bahasa Arab) adalah dengan menjaga
ilmu-ilmunya, nama-nama raja, dan syair-syair Arab. Sedangkan adab ahli
akhirat adalah dengan melatih jiwa dan menggembleng raga serta
menjaganya dari hawa nafsu. Adapun adab orang-orang khusus adalah
penyucian hati, menjaga segala rahasia, menepati janji, menjaga waktu,
tidak sering melihat kepada kata perasaan, beradab baik dalam posisinya
sebagai seorang pencari. Dan waktu-waktu penghadiran terdapat dalam
maqam-maqam kedekatan.
Pandangannya tentang Safar (Bepergian)
Bepergian ada dua macam: Bepergian dengan badan, yaitu berpindah
dari satu ke tempat yang lain. Dan bepergian dengan hati, yaitu naiknya
dari satu sifat kepada sifat yang lain.
Pandangan Tentang Assuhbah (Bersahabat)
Bersahabat ada tiga macam: “Bersahabat dengan siapa yang berada di
atasmu, hal ini pada hakekatnya adalah keselamatan, kemudian bersahabat
dengan siapa yang berada di bawahmu,
dalam hal ini seorang yang diikuti hendaknya senantiasa bersikap
istar (mengedepankan orang lain), kasih sayang, dan futuwah
(kedermawanan).
Pandangannya Tentang Keadaan di Saat Kematian
Sebagian dari mereka yang tampak padanya adalah kewibawaan,
sebagian lain tampak padanya pengharapan, sebagian lagi tampak pada
mereka keadaan yang menjadikan dirinya diliputi dengan ketenangan dan
kasih sayang.
Pandangannya Tentang Makrifat
Seorang yang Arif adalah yang mengetahui Allah SWT dengan asma dan
Sifat-sifatNya. Kemudian setiap tindak tanduknya benar-benar hanya
untuk Allah SWT. Menghilangkan akhlak yang hina serta segala
faktor-faktor penyebabnya. Kemudian dalam waktu panjang bersimpuh di
depan pintu (Allah SWT), hatinya senantiasa bersamanya, lantas segala
penghaturannya diterima oleh Allah SWT, setiap keadaanya benar-benar
untuk Allah SWT, segala yang membahayakan jiwanya sirna, hatinya tidak
mendengar apa selain Allah SWT. Maka akhirnya, di antara para makhluk
ia laksana orang asing, terlepas dari segala yang membahayakan jiwanya,
bersih dari segala keacuhan dan perhatian, munajatnya terhadap Allah
SWT terus-menerus secara tersembunyi, setiap saat ia benar-benar
mengembalikan segala urusannya kepada Allah SWT. Maka jadilah ia orang
yang kata-katanya bersumber dari Allah SWT, dengan pengetahuan munajat
dan rahasia-rahasiaNya yang terdapat dalam ketentuan kodrat-Nya, pada
saat itulah ia dinamakan seorang yang Arif, keadaannya dinamakan
keadaan yang diliputi pengetahuan. Dzun nun –semoga Allah SWT
merahmatinya- berkata tanda orang Arif ada tiga :
1. Cahaya makrifatnya tidak memadamkan cahaya wara’nya (kehati-haitannya)
2. Tidak meyakini adanya hikmah syariah dan ilmu secara batin, yang
tidak sesuai dengan tuntutan syariat secara lahiri. Maksudnya : tidak
ada sesuatu yang bertentangan dengan syariat.
3. Banyaknya nikmat Allah SWT terhadapnya tidak menggiringnya kepada perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh Allah SWT.
Pandangannya Tentang Mahabbah (Cinta)
Cinta berasal dari Allah SWT untuk hambaNya, terkadang dari hamba
untuk Allah SWT, adapun cinta Allah SWT terhadap hambaNya terdapat pada
kehendakNya dalam memberikan nikmat khusus terhadap hambaNya. Adapun
cinta hamba terhadap Allah SWT terjadi ketika seorang hamba mendapatkan
dalam hatinya sebuah keadaan yang sulit untuk diungkapkan dengan
kata-kata, terkadang keadaan tersebut membawanya kepada pengagungan dan
mengedepankan ridlo Allah SWT, tidak dapat bersabar terhadapNya dan
sangat membutuhkanNya, tidak dapat berpisah dari-Nya, terdapat
ketenangan disaat hatinya mengingatNya, dan kerinduan melebihi sebuah
cinta, dan isytiyaq (merindukan) melebihi dari syauq (kerinduan). Syauq
(Kerinduan) adalah keinginan hati untuk bersua dengan dzat yang
dicinta. Kerinduan terobati dengan perjumpaan dan pandangan. Adapun
isytiyaq (merindukan ) tidak dapat sirna dengan perjumpaan.
Pandangannya Tentang Menjaga Hati Syekh
Seorang murid harus menjaga hati para syekhnya, meninggalkan
pertentangan terhadapnya. Seorang murid hendaknya menjaga hati guru
pembimbingnya dan tidak menentangnya. Menafsirkan segala perbuatan dan
perkataannya dengan baik. Barang siapa yang bersama Syekh kemudian
hatinya menginkarinya maka ia telah melanggar peraturan bersahabat dan
bersamanya. Para ahli makrifat berkata : “Barang siapa yang berkata
kepada guru dan syekhnya : (kenapa?) maka ia tidak beruntung”.
Pandangannya Tentang Karomah Wali
Penampakan karamah para wali dapat terjadi, tidak ada yang
melarang kebolehannya, dan keberadaan karamah terhadap umat adalah
kebenaran. Karamah tidak terdapat kepada seluruh wali, siapa yang pada
dirinya terdapat sifat-sifat kewalian dan tidak tampak darinya karamah
maka kewalian tidak tercemar karenanya. Para wali dalam penampakan
kewaliannya berbeda satu dengan yang lain, kebanyakan dari mereka tidak
menampakkannya, sebagian yang lain menampakkannya, agar kebenarannya
tampak dan tarekatnya dapat dijaga, sehingga umat manusia dapat mensuri
tauladaninya dan bertaubat dari segala maksiat dengan barokahnya.
Pandangannya Tentang Wasiat Ahli Makrifat Terhadap Murid
Seyogyanya bagi seorang murid untuk mengetahui ilmu dari
kitab-kitab fiqih seperti “at Tanbih” karya Abu Ishak, “Minhaj” karya
Imam Nawawi, dan dari kitab-kitab suluk (tasawuf) kitab-kitab karya
Imam Ghazali seperti “Minhaj al Abidin”, “al Arbain al Ashl”, “Ihya
Ulumiddin”, “Nasyr al Mahasin” atau “al Irsyad” karya al Yafi’ie. Hal
itu agar akidah dan ibadahnya benar, dan mengikuti madzhab as Syafiie
dalam bidang fiqh, yang merupakan salah satu dari madzhab yang ada.
Meninggalkan keringanan-keringanan agama kecuali dalam keadaan
mendesak, mengikuti seorang syekh dan menempuh jalan ke surga. Dan
hendaklah ia
menyampaikan kepada syekhnya apa yang tersirat dalam benaknya, serta
apa yang dilihat dalam tidurnya untuk membedakan bisikan Allah SWT dan
bisikan syetan, menjelaskan kepadanya tentang maqam dan segala ilmunya
juga amalan yang ada di dalamnya.
Pandangannya Tentang Pakaian
Ketahuilah bahwa ijtihad mereka dalam hal pakaian berbeda satu
dengan yang lain. Dari mereka ada yang berpakaian seadanya tanpa
memberatkan diri, dan menyuruh para murid untuk memakai pakain
seadanya. Sebagian yang lain ada yang tidak suka memiliki pakaian lebih
dari satu, sebagian lagi ada yang memperbolehkan memiliki dua pakaian
untuk berhati-hati dalam bersuci, maksudnya: apabila pakaian satunya
najis, maka ia memakai pakain yang lain.
Pandangannya Tentang Assama' (Mendengarkan)
Ketahuilah bahwa mendengar bait-bait syair dengan alunan nada yang
indah dan enak dalam pendengaran, jikalau bukan hal yang haram, atau
tidak mendengar sesuatu yang dicela syariat maka hukumnya secar global
boleh. Sudah disepakati bahwa bait-bait syair pernah dilantunkan di
hadapan Nabi Muhammad Saw. Beliau menyimaknya dan tidak menginkarinya.
Banyak kalangan ulama yang memiliki karya dalam bidang ini, Imam
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dalam
kitabnya “Ihya Ulumiddin” di akhir pembahasan “al Sama’ wal Wajd”
berkata: “Bahwasanya sama (menyimak) terkadang hukumnya haram,
terkadang mubah, bahkan kadang-kadang mustahab, atau makruh.
Adapun yang diharamkan adalah sama oleh kebanyakan para pemuda, dan
siapapun yang dirinya masih di pengaruhi oleh keduniaan, karena sama
menggerakkan hati sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya dari
sifat-sifat yang tercela.
Sedangkan yang makruh adalah sama yang dilakukan atas dasar
tradisi pada kebanyakan waktu, sebagai hiburan dan main-main tidak ada
kaitannya dengan keadaan hati.
Hukumnya mubah bagi siapa yang asyik mendengarkannya karena lantunan suara yang indah.
Adapun sama menjadi mustahab, bagi mereka yang dirinya dikuasai
oleh cinta kepada Allah SWT. Dan sama mengajak dirinya kepada
sifat-sifat yang terpuji.
Bersambung....