Raufah Hasan, Sudah merupakan kebiasaanku ketika keluar untuk tidak melupakan pameran-pameran buku, dan yang sudah menjadi rutinitas adalah hadir dalam pameran buku internasional di Kairo, Mesir, ada satu hal yang saya perhatikan di setiap pameran buku yang pernah saya singgahi di skala internasional yaitu satu persatu saya mengamati nagara-negara memamerkan hasil karya negaranya, budaya, adat dan kelebihannya, namun ada satu ruang yang setiap kali aku lihat selalu kosong tidak ada satu bukupun terpampang di sana, sebentar..ternyata bukan hanya buku bahkan tidak ada satu gerakan pun di sana, aku pun tertunduk sedih dan malu terhadap diriku sendiri, karena ruang pamer yang selalu kosong itu adalah ruang pamer yang disediakan untuk negara ku, untuk negara Yaman.
Saya tidak habis fikir, di samping ruang pamer Yaman ada ruang pamer negara lain yang sebenarnya dari segi ekonomi tidaklah lebih baik dari pada Yaman, namun dengan segala keterbatasannya dia tetap menunjukkan kepada dunia internasional tentang kebuidayaan dan kelebihan-kelebihannya meski tampak di sana-sini yang dipamerkan adalah buku-buku yang sama temanya, tapi mereka berdiri dan menampakkan kepribadian mereka di mata internasional.
Memang kita selalu tahu bahwa pameran buku pun kerap dilangsungkan di Yaman, yang saya ingin tekankan di sini adalah bukan even di dalam kandang dengan mengundang media info dan para penjual buku dari manca negara, tapi yang kita perlukan sekarang adalah menampilkan wajah dan budaya serta kemampuan, kelebihan dan keistimewaan Yaman di mata dunia, jangan cuma merasa cukup dengan mengundang media-media info untuk meliput dan memberitakan Yaman di dunia internasional, tapi kita harus turut dalam even-even internasional baik itu budaya ataupun lainnya, agar yang dikenal dari Yaman bukan hanya bencana, terorisme dan kerusakan-kerusakan, kita harus tunjukkan kelebihan dan keistimewaan serta kekayaan kebudayaan negara kita.
Krisis ekonomi agaknya memiliki peran penting dalam menghambat keikutsertaan Yaman dalam even-even internasional tersebut, dengan dalih kurangnya anggaran perbelanjaan dan pentingnya untuk memberikan subsidi lebih untuk menunjang kebutuhan pokok masyarakat pemerintah tidak kuasa untuk mengabulkan keikutsertaan dalam even-even budaya internasional, tapi perlu diingat bahwa kebudayaan dan keilmuan adalah suatu hal yang sangat penting dan pokok setelah makanan, maka janganlah justru subsidi untuk kebudayaan dan keilmuan menjadi target pertama yang harus dikorbankan di era krisis ekonomi ini.