Awal Tahapan Suluk yang Ditempuh Syekh Ma'ruf Bajamal Sejak Syekh Ma’ruf melazimi Syekh Ibrahim Ba Harmaz ia senantiasa
mujahadah dalam suluk , dengan ibadah, puasa, membaca al Quran,
berkzikir, shalat, dan menyepi. Sampai suatu saat beliau berkata
tentang dirinya :”Di awal suluk, aku tidak tidur selama 15 tahun siang
maupun malam, tidak makan sampai berhari-hari. Terkadang aku membaca
setengah dari al Quran dalam posisi miring, sampai memeramkan mata
mengharapkan mataku terhinggapi rasa kantuk akan tetapi mataku tetap
tidak merasakan kantuk, setiap malam aku sering melaluinya dengan
bertahlil, bertasbih, dan bersalawat kepada Rasulullah Saw sebanyak
40.000 kali.
Sifat dan Akhlaknya
Beliau berpostur sedang, sosoknya agung, wajahnya berseri-seri,
berbentuk bundar, tampak indah, berkulit putih kemerah-merahan, sendu
dan lembab, kepalanya besar, berjenggot lebab, berpundak besar, dadanya
bidang, bagian perutnya besar, gemuk tapi bukan karena banyak makan,
melainkan karena makanan (jiwanya) dengan melihat keindahan dan
menyaksikan rahasia kesempurnaan , akalnya jernih, berlisan fasih,
memiliki wibawa yang tampak pada lahirnya, dari keningnya terpancar
cahaya keagungan. Dalam hal kedermawanan beliau bak samudera yang luas,
hujan yang mengucur, dalam zuhud dan wara’ tidak diragukan lagi, dalam
istar (mementingkan orang lain) ia memiliki maqam yang luar biasa,
mengenai pribadinya Syekh al Faqih al Arif Billah Abdurrahman bin
Muhammad Zain Jammal berkata :
Wahai awan kedermawanan yang menurunkan tetesan air hujan kepada kita.
Yang menghujani dengan kezuhudan, takwa dan akhlak yang terpuji.
Menyirami hati yang bersih setelah kegersangannya.
Siapa yang menyambutnya, maka akan tersingkap dan terbukalah segala tabir penutup.
Beliau tidak pernah menolak orang yang meminta. Suatu ketika
ada seorang yang meminta sesuatu, dan beliau tidak mempunyai apa-apa
kecuali tikarnya, kemudian tikar tersebut diberikan kepadanya dan
beliau rela duduk di atas tanah (tanpa alas).
Pada suatu waktu beliau mendapatkan rizki berupa 50 muatan
kurma yang dikumpulkan para fakir (murid dalam suluk) dari beberepa
tempat, beliau memerintahkan untuk menyebarkannya kepada para fakir
miskin di daerah itu, dan tidak meninggalkan sesuatupun di rumahnya .
Pada suatu hari beliau mendapat 10 muatan pangan, pada hari itu juga
disebarkan untuk dibagikan.
Beliau memiliki kasih sayang yang tinggi, memperhatikan siapapun
yang beriman, walaupun bukan dari orang-orang yang mencintainya, bahkan
kasih-sayang beliau tercurahkan juga kepada orang yang menentangnya.
Mengenai kepribadiannya al Faqih Abdurrahman bin Abdullah bin
Syuaib berkata: “Suatu saat aku bersama tuanku Syekh Ma’ruf –semoga
Allah menyucikan arwahnya – kemudian beliau memanggilnya muridnya
Syarahil dan berkata: “Susungguhnya si fulan- beliau menyebut seseorang
dari penduduk daerah itu – mendekati kematiannya, kita wajib
memperhatikannya dalam rangka silaturrahmi, pergilah kepadanya sekarang
dan temui dia agar bertaubat kepada Allah SWT sebelum menemui ajalnya.
Sesungguhnya ia pernah berkumpul dengan orang yang menentang (suluk)”.
Seketika Syarahil bergegas kepada orang yang dimaksud, setelah Syarahil
sampai kepadanya dan menceritakan apa adanya, dengan segera orang
tersebut menangis sejadi-jadinya dan berkata: “Aku bertobat kepada
Allah SWT atas apa yang telah aku lakukan” ia menyesal atas
perbuatannya, lantas meninggal dunia. Syarahil kembali dan menceritakan
kejadian itu kepada tuanku Syekh Ma’ruf”.
Syekh Ma’ruf – semoga Allah merahmatinya - senantiasa
mementingkan orang lain dalam setiap keadaannya lahir maupun batin,
selalu memerhatikan sahabat dan tamunya, ia tidak berkata kepada mereka
kecuali kebenaran walaupun hal itu pahit ia rasakan, memperlakukannya
dengan laik dan mengutamakannya.
Dari kesempurnaan pekerti terhadap sahabatnya, beliau tersakiti
jika sahabatnya merasakan sakit, meringankan beban sahabatnya jika
didzalimi dan disakiti oleh orang badui atau orang-orang bodoh dengan
kelembutan, kebaikan, doa dan pertolongannya.
Beliau juga seorang pemaaf dan dapat menerima segala cercaan dari
orang yang menentang dan mencelakainya. Menerimanya dengan perlakuan
yang baik, doa dan perhatian. Sebagai indikasi, beliau pernah berkata :
“Demi Allah, tidak ada padaku pembedaan antara lawan dan kawan, bahkan
aku tidak dapat membedakan (dalam mahabbah) antara dua orang lelaki
yang menemuiku, salah seorang dari keduanya memukul kepalaku dengan
cangkul, sedangkan yang lain mencium kaki ini”, sembari memukul kaki
dengan kedua tangannya.
Sikap ini, merupakan bias dari maqam ridla setelah matinya
nafsu, di mana seorang hamba senatiasa merasakan keberadaan tuhannya
dalam setiap hal, di dalamnya tidak terdapat pengaruh pujian atau
hinaan. Namun segala urusan dikembalikan kepada Sang Pemilik segala
urusan. Rela dengan keadaan yang menimpanya dalam bentuk apapun.
Disebutkan juga mengenai kerelaan hati dan pemaafnya, beliau
pernah berkata: “Sesungguhnya kasih sayang dan pertolongan kami
terhadap siapa yang tersakiti lebih besar dari yang lain.” Penyusun
berkata : sebagian dari yang hadir berkata : dalam benakku aku berbisik
: “Siapa yang menyakiti Syekh ini maka ia akan tertimpa…..” sebelum aku
menyelesaikan kata hatiku, seketika Syekh berkata : “Hal itu mungkin
karena ghirah (kecemburuan) Allah kepada siapa yang menyakiti hambanya,
maka mendapatkan balasan tanpa ia minta.”
Beliau – semoga Allah meridloinya – senantiasa berbaik sangka
terhadap siapun yang beridentitas muslim, dalam ungkapannya: “Tidak ada
seorang muslim duduk bersamaku kecuali aku bertawassul dengannya kepada
Allah SWT, dengan sir (rahasia Allah) yang dititipkan Allah kepadanya,
untuk terkabulnya hajatku dan hajat umat Islam, walau ia seorang budak
perempuan yang membawa tempat air”. Dari itulah sebagian kalangan
berkata:
Kebaikan pekertinya meliputi semuanya, ia adalah pemimpinnya.
Ilmu ladunni, ilmu dan sifat kenabian, Allah SWT telah berkehendak hal itu.
Cahaya kewalian dan inayah tampak jelas pada sosoknya, akan tetapi tabir menghalanginya.
Menghalangi siapa yang tidak dapat melihat dengan mata hati (bashirah),
dan matahari tidak dapat menerangi (jalan) orang yang buta.
Beliau memiliki kebeningan rasa, dirinya sering terbawa oleh
perasaan (tawajud) dan bergerak terhadap perkataan orang, atau dengan
apa yang didengarnya. Kemudian hal itu tertanam kokoh di akhir
kehidupannya, ketika maqamnya sempurna, sehingga dirinya diliputi
ketenangan dan ketentraman, beliau diberikan kekokohan dan kemantapan
yang tidak diberikan kepada yang lainnya. Beliau – semoga Allah SWT
meridloinya – mengagungkan kehormatan agama dan syiar syariat Muhammad
Saw. Menghiasi diri dengannya lahir dan batin berikut hakekatnya.
Penyusun kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” berkata : aku
mendengar ayahku berkata : “aku mendengar Syekh berkata :”Barang siapa
yang ingin menanyakan kepadaku tentang masalah dari madzhab yang empat,
maka bertanyalah” .
Beliau sangat beradab terhadap para wali-wali besar, menafsirkan
apapun yang terucap dari lisannya dari perkataan ataupun tindakan
dengan adab yang tinggi. Beliau berkata : “Sungguh, perasaan hatiku
tidak terganggu dan mengkritik apa yang terjadi kepada Syekh Ismail al
Maghriby dan Syekh Ibn al Arabi serta pengikutnya. Akan tetapi aku
mengais barakah dari mereka, menerima semua apa yang dikatakannya tanpa
ragu, dan mengembalikan segala musykil di dalamnya kepada Allah SWT”.
Beliau berkata : “Kami tidak mendapatkan sesuatupun dari urusan
dunia kecuali aku memeriksanya hingga tampak padaku bahwa itu dari
barang halal, dan Allah SWT menampakkan hal itu .
Beliau berkata dan bersumpah : “Tidak seorangpun dari orang
mukmin yang tertimpa musibah, kecuali musibah itu seakan menimpaku,
tidak seorangpun tersakiti dengan pukulan atau lainnya hingga anjing
dan yang lebih lebih lemah, kecuali aku merasa tersakiti, dan hal itu
berbekas pada jasadku .
Sanjungan Ulama Kepada Syekh Ma'ruf Bajamal
Syekh al Faqih Muhammad bin Umar Jammal dalam kitabnya “al
Kifayah al Wafiyah fi Idlahi Ba’di Kalimat al Sufiyah” berkata :
“Ketahuilah bahwa tuan dan guruku al Arif Billah al Rasikh Abu Muhammad
Ma’ruf bin Abdullah Muadzin Jammal – semoga dengannya Allah memberikan
manfaat – telah melampaui ahli zaman dan daerahnya. Kepadanyalah
dikembalikan makrifat, zuhud dan kemantapan. Pangkat dan derajatnya
tak tertandingi oleh siapapun .
Pada suatu malam beliau pernah berdoa sepanjang malam dengan doa
berikut: “Ya Allah sempurnakanlah kebajikanmu kepada Ma’ruf di dunia
dan akhirat, anugerahkanlah kepadanya kesempurnaan dengan keselamatan
dunia akhirat, karena tidak ada wasilah (perantara) kepadamu kecuali
kebajikanmu, tidak ada yang lebih pengasih dari pada engkau, wahai Yang
memiliki banyak kebaikan, wahai Yang terus memberikan ma’ruf
(kebaikan)”.
Syekh Ahmad bin Sahl berkata : “Kami bersaksi bahwa Syekh Ma’ruf
lebih utama dari para Syekh yang tersebut dalam risalah al
Qusyairiyah”. penilaian seperti ini – walaupun terdapat sanjungan yang
berlebihan terhadap Syekhnya – namun kenyataannya ada sisi benarnya.
Para Syekh berkata : “Maksud dari perkataan tersebut secara
kontemporer, bahwa Syekh Ma’ruf dalam pandangan orang sezamannya yang
karenanya mendapatkan kedekatan dengan Allah SWT, lebih utama dari
mereka yang manfaatnya hanya terbatas kepada orang zamannya saja.
Pengutamaan disini tidak berarti syumul (luas, konfrehensif) akan
tetapi terbatas pada zamannya saja. Sebagaimana para mufassir dalam
menafsirkan ayat Bani Israil :
æÃäí ÝÖáÊßã Úáì ÇáÚÇáãíä
Artinya : “Dan aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.
Kata “al Alamin” (seluruh penghuni alam) menurut pendapat di
atas terbatas kepada para penghuni zamannya saja. Dan begitulah dalam
setiap ibarat terdapat hal yang berlebihan dalam menyikapi Syekhnya
sesuai dengan lisan zamannya.
Dalam hal ini Syekh al Syawwaf pengarang “Qasah al Asal”
menyanjung Syekh Ma’ruf dengan kasidah haminiyah sekitar 100 bait di
antaranya sebagai berikut :
Seperti Syekh Ma’ruf ini makrifat didapatkannya
Nihayat para Sayyid adalah permulaan pangkatnya.
Penghidup agama untuk ahli agama, hal itu tampak pada hal nya.
Al Ismu al A’dam (nama-nama yang agung) dalam namanya berada dalam kesempurnaanya.
Sumber sidq (kebenaran) lautan cahaya, semuanya keagungan.
Tempat berkumpul, arwah dari semuanya, serta semuanya kembali kepadanya.
Pelaksana kasyf dan perilaku (baik) dalam segala tindakannya
Berbangga dengan Islam, banyak yang merayakannya.
Tidak ada suatupun di dunia ini yang baik, sebaik dirinya.
Penghias makhluk, bagi para ahli ilmu atau orang-orang bodoh.
Sosok Syekh para ahli tasawuf, andaikata jiwaku sebagai penebusnya.
Wakil dari ahli kewalian dan pengemban risalah.
Seorang wali kesohor Sayyid Syekh Syihabuddin bin Syekh
Abdurrahman bin Syekh Ali bin Abu Bakar Alwy – dengannya semoga Allah
memberikan manfaat – berkata : “ Syekh Ma’ruf ibarat umat, dan tanda
dari kebesaran Allah SWT. Andaikata para Syekh bersamanya, niscaya
mereka akan mengakui akan kelayakannya sebagai pemuka. Maqamnya telah
melampaui mereka.” Beliau juga berkata : “Syekh Ma’ruf, ma’ruf
(dikenal) di langit, dan ma’ruf (dikenal) juga di dunia”.
Syekh Ma'ruf Bajamal Berdakwah
Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” disebutkan : “Bahwa Syekh
Besar Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz, Syekh dari Syekh Ma’ruf pada
tahun 928 mengizinkannya untuk tampil dan membuat majlis untuk mengajak
umat kepada Allah, sejak itu ia mendapat gelar Syekh . Dan itu
bertempat di masjid al Khauqah di daerah Syibam, para fakir (pencari
jalan akhirat) berkumpul seperti biasa pada tanggal 27 bulan ramadlan.
Saat itu umurnya 35 tahun, Syekh Ma’ruf melakukan apa yang
diperintahkan oleh Syekhnya. Beliau tampil dalam mimbar dakwah,
menyampaikan wejangan di malam pertama dan berdzikir hingga perempat
malam. Penyusun berkata : “Syekh Ma’ruf menyampaikan sesuatu yang dapat
menerangi akal pikiran, dan para tokoh mengakui akan keutamaannya”.
Al Faqih al Kabir Usman bin Muhammad al Amudy berkata: “Kami
merasakan dalam hati kejernihan dan kegembiraan di saat Syekh Ma’ruf
tampil ke depan umum, kutemukan di daerah ini nafhah (semisal
ketentraman) dari nafahat Allah SWT, yang menyirami hati, hal ini
adalah pertanda dari kutub (dalam kewalian).
Syekh al Faqih Ali bin Ali Ba Yazid berkata : “Di kala Syekh
Ma’ruf mulai berkiprah dalam dakwah mengajak manusia kepada Allah SWT.
Aku melihat Rasulullah Saw. Sedang duduk, di samping kanan dan kirinya
Abu Bakar Ra. Dan Umar bin Khattab Ra. Syekh Ma’ruf duduk di antara
keduanya, lantas Rasulullah Saw. Memujinya dengan sanjungan secara
panjang lebar, sedangkan al Siddik Ra. Menyampaikan bait berikut ini :
Di setiap zaman ada seorang panutan yang disuri tauladani, dan di
zaman ini, tidak diragukan lagi engkaulah satu-satunya panutan itu.
Sambil menunjuk dengan telunjuknya kepada Syekh Ma’ruf, dengan itu bertambah kuatlah keyakinan dan kecintaanku padanya .
Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf” Hal. 109 disebutkan :
“Sesungguhnya tuanku Syekh Ma’ruf semoga Allah meridloinya melaksanakan
dakwah mengajak manusia kepada Allah SWT dengan sempurna, kebangkitan
yang tidak pernah dilakukan oleh para Saadah yang mulya, beliau benar
benar professional dalam bidangnya, membangun sendi-sendi agama,
membina kembali apa yang telah Rasulullah Saw sunnahkan. Senantiasa
memberi makanan dan silaturrahim, berbuat baik kepada kaum fakir,
janda, anak yatim. Sosoknya kesohor ke seluruh penjuru, banyak
dikunjungi oleh para ulama dan Syekh, para pemimpin dan penguasa,
menarik yang jauh untuk mendekat kepadanya. Dakwahnya meliputi orang
baik dan jahat, dikunjungi manusia dari setiap penjuru, banyak yang
menjadi muridnya, para pendengar nasehatnya yang terdiri dari para
ulama, para Syekh dan murid lebih dari seribu orang. Dengannya Allah
menghidupkan agama, menunjuki orang – orang Islam, memakmurkan daerah
dan menundukkan orang-orang lalim dan durhaka, memperbaiki kerusakan
lahir maupun batin, bersitan cahayanya berpijar di setiap penjuru, yang
bersitannya menimpa umat Islam, yang dikenakan (dimanfaatkan) oleh
sebagian besar penghuni Yaman, Syam, Sawahil, Jazan, Tihamah, Sa’dah,
dll. Banyak dari para pemuka dan tokoh-tokoh dari Saadah para syarif
dari keluarga Ba Alawy, keluarga Ba Jammal, keluarga Ba Harmaz,
keluarga Ba Raja’, keluarga Ba Kasir, keluarga Ba Qusyair, keluarga Ba
Fadal, keluarga Ba Syurahil, keluarga al Faqih bin Mazru’ dll.
Beliau berkumpul bersama muridnya di masjid al Khauqah hingga
tahun 932. Setelah Syekhnya memerintahkan agar memakmurkan masjid al
Maqdasy, yang mana saat itu mengalami kerusakan dan dihuni oleh
binatang. Masjid tersebut dibangun sejak lama yaitu tahun 636, setelah
itu mengalami kerusakan dan tidak menyisakan peninggalan, hingga
dimakmurkan oleh Syekh Ma’ruf dengan baik, kemudian di situ dibangun
tempat air minum, para fakir (murid yang menempatinya) kemudian
mewakafkan sadakah jariyah di situ. Syekh Ma’ruf berdakwah di masjid
ini. Kemudian seorang murid yang shaleh Umar bin Muhammad Ba dzib dan
saudaranya yang Abu Bakar dengan ikhlas mewakafkan tempat yang dikenal
dengan “al Zahir” untuk dijadikan jabiyah (semacam jading) di masjid al
Maqdasy, serta menjadikan Syekh Ma’ruf sebagai nadzir. Kemudian
siapapun yang menisbatkan dirinya kepada Syekh baik lewat jalur kerabat
maupun kebersamaan (sebagai murid), di tempat itu dibangun sebuah
kamar. Syekh memperluas kamar tersebut dan menjadikannya sebuah rumah
yang ditinggalinya untuk beberapa lama.
Wejangan dan nasehat disesuaikan dengan kondisi pendengarnya,
dan tidak berdasar kepada keadaan, maqam, ilmu dan dzauq dirinya.
Ketika menyampaikan pelajaran beliau bagaikan lautan luas, akan tetapi
kata-katanya tidak ada yang dapat dihafal kecuali hanya sedikit.
Sebagaimana seorang penyair berkata :
Hanya sedikit yang dapat kami hafal dari apa yang kami dengar, dan banyak yang kami lupakan dari apa yang telah kami hafal.
Murid Syekh Ma'ruf Bajamal
Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauff” Hal. 110-111, disebutkan :
“Syekh Ma’ruf memiliki murid-murid khusus dari para ahli suluk,
berkumpul dan saling tolong-menolong antar sesama, tidak meninggalkan
perintah dan larangannya, jumlah mereka sekitar 100 murid, mereka semua
meninggalkan apa yang dicintainya (dari dunia) dan apa yang menjadi
kesenangannya, dari keluarga, harta, dan anak.
Syekh Ma’ruf membagi tingkatan muridnya kepada tiga bagian :
Tingkatan pertama : terdiri dari para murid yang kewajibannya sibuk
dengan ilmu Allah, kitab-kitab hakekat, persaksian keindahan yang
mulya, mabuk dengan cinta kepada Allah, mengenal Asmaul Husna dan
sifatNya yang agung, berada di atas uns (ketentraman) sehingga ia dapat
menyaksikan cahaya dan khazanah rahasia-rahasia-Nya, dan dikibarkan
kepadanya bendera kewalian.
Tingkatan kedua : Para murid yang berkewajiban menyebarkan ilmu
syariat dengan talaqi (metode membaca kitab) dan mendapatkan kitabnya,
sembari mempelajari kitab-kitab kerohanian dan sekali-kali menyimak
pelajaran Syekh.
Tingkatan ketiga : Para murid – tingkatan orang awam – yang
kewajibannya memperhatikan apa yang seharusnya diketahui dalam agama
dan dunianya, dari masalah ibadah, muamalah. seperti kitab “Bidayah al
Hidayah”, “Mukhtashar al Faqih Abdullah BalHaj”, “Kanz al Mutasabbib al
Naqy al Mutawarri’” karya al Faqih Muhammad bin Umar Jammal.
Mereka semua bertempat tinggal di sebuah rumah, dan kebanyakan
waktunya i’tikaf di masjid tidak keluar kecuali untuk mencari nafkah
atau keperluan. Sebagian mereka ada yang bermujahadah dengan puasa
terus-menerus.
Beliau bersama para fakir (murid) mempunyai majlis (pelajaran)
setiap habis shalat ashar sampai matahari terbenam. Tidak seorangpun
yang absen, masing-masing mereka memiliki tugas (wird, hizb) sesuai
dengan tingkatannya .
Menurutku (penulis) : “Dalam kitab “Mawahib al Rabb al Rauuf”
kebanyakan murid dari Syekh Ma’ruf tidak tercantum, adapun yang penulis
sebutkan disini bersumber dari beberapa informasi yang diperoleh dari
beberapa orang. Di antaranya : Syekh al Faqih Ali bin Ali Ba Yazid,
Syekh Husain bin Abdullah Fadal, Syekh Abu Bakar bin Salim Ba Alawi ,
Syekh Umar bin Muhammad Ba Dzib , dan saudaranya Abu Bakar, Syekh
Muhammad bin Umar Ba Jammal, Syekh Abdullah bin Muhammad Ba Hanin ,
Syekh Salim bin Mahmud al Jazani , Syekh Ali al Hini al Sa’dy , Syekh
Muhammad bin Umar Jammal, Syekh Muhammad bin Muhammad Syuaib, Syekh
Ahmad bin Abdurrahman Ma’dan, dan seorang pecinta Ahmad Mashfar,
Haydarah bin Umar, Muhammad Ba khalil, Muhammad al Qaity, Mubarak bin
Ziyad, Ahmad bin Umar Ba Ziyad, Ahmad Ba Syuwaih al Amudy, Syekh al
Arif Billah al Khatib Umar bin Abduurrahman Ba Raja’ , Syekh Sa’ad bin
Abdullah Ba Raja’ , Abdurrahman bin Ahmad Syuaib, Syekh Muhammad bin
Ahmad bin Salim Jammal, Syekh Muhammad bin Abdullah Bahraq, Syekh
Mahfud bin Umar Abbad, Syekh Abu Bakar bin Muhammad Bashab al Hijrani,
Syekh Muhammad bin Ali Umar, Syekh Ali bin Umar bin Ja’far, Syekh Fadal
bin Ibrahim Fadal, Syekh Husain bin al Faqih Abdullah Bal Haj, dan
seorang pencinta Rabi’ al Syabuti, Syekh Ahmad bin Sahl, al Faqih al
Shaleh Fadal bin Umar al Hijrani.
Besambung..