Malam sabtu adalah malam yang tepat untuk
istifadah di Rubath Tareem, salah satu pesantren kota Tarim yang telah
menumbuhkan banyak wali dan Ulama,
disinilah Ahlu tarim menimba ilmu agama, disinilah sang Sulthon al-Ulama
al-Habib Salim as-Syathry mengajar, dan mendidik para santrinya,
seorang Ulama rabbany, berdedikasi tinggi dalam mengemban warisan Nabi.
Raukhah, itulah nama majelis pengajian itu -di kala malam sabtu-,
disitulah hadir santri dari penjuru negeri, diantaranya santri dari
Indonesia yang memiliki sebutan "Santri Garuda", belajar mengaji
mendalami kitab suci. Pun siraman rokhani yang dilantunkan seakan para
santri lapar untuk melahap nutrisi ilmu syar'i.
Suatu ketika
seorang santri kehabisan uang, duduk mengaji disamping ahlu Tarim,
mendengarkan sebuah hadits Rasulullah yang artinya,"
"Tujuh orang
yang mendapat naungan Allah di hari yang tiada naungan selain
naungannya, pemimpin yang adil, Seorang pemuda yang giat beribadah
kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya tergantung dengan Masjid,
dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, bersama karena
Allah, dan berpisah karena Allah, laki-laki yang diajak berzina oleh
wanita cantik dan terhormat, kemudian Ia berkata," Aku takut kepada
Allah, laki-laki yang bersedekah dengan cara samar, sehingga tangan
kanannya tidak mengetahui apa yang dinafakahkan tangan kirinya, dan
laki-laki yang berdzikir kepada Allah ditempat sepi, lantas kedua
matanya mengalirkan air mata".
Setelah mendengarkan hadits Nabi
tersebut, sang Ahli tarim yang duduk bersebelahan dengan santri tersebut
meminta izin kepada si santri," bolehkah Aku membuka bukumu", si Santri
menjawab,"silahkan habib", lantas sang Ahli tarim berkata," Ini
catatanmu?", si Santri menjawab," ya Habib", kemudian buku itu
dikembalikan ke santri tersebut dan meminta izin untuk pulang, seperti
biasanya buku itupun dibuka tujuannya untuk mencatat pengajian yang ia
dengar, setelah di buka si Santri kaget, sebab disela-sela bukunya
terdapat uang 1000 reyal (sekitar Rp 50.000,00), padahal sebelumnya ia
sudah tidak punya uang, dan ternyata uang itu adalah milik Ahlu Tarim
yang tadinya meminjam bukunya untuk disedekahkan sirri untuknya,
lantaran Ia (ahlu tarim) telah mendengar keutamaan shodakoh sirri dari
hadits Nabi diatas.
Begitulah potret Ahlu tarim, setelah mereka
mendapatkan ilmu mereka langsung mengamalkannya. Ilmu, Amal, dan Ikhlas
tercermin dalam kehidupan mereka, menjadikan sejarah emas yang terukir
dalam jiwa. Semoga Kisah ini menginspirasi kita mencari ilmu, dan
mengamalkannya dengan ikhlas, untuk memperoleh ridlo ilahi rabby.