Tareem-Hadhramaut.info. Perbedaan yang terjadi di antara para mahasiswa
Fakultas Syariah Universitas Al Ahgaff yang bermadzhab Ahlussunnah dan
Zaidiyyah mendapat perhatian husus dari rector Universitas Al Ahgaff,
Prof. Dr. Abdullah Muhammad Baharun.
Hal tersebut terbukti dengan di adakannya pertemuan yang konon diminta husus oleh beliau untuk membahas hal tersebut ( Perbedaan. Red ) dengan mahasiswa di Fak. Syariah di sela-sela kepadatan aktivitas beliau dalam kunjungannya ke kota Tareem kemarin.
Dalam pertemuan husus tersebut beliau memulai pembecicaraan dengan menegaskan pentingnya mahasiswa mengintegrasikan ilmu dan Ahlaq. Sedemikian pentingnya, beliau berkata ; Kalian lebih baik lulus dengan ilmu yang sederhana dan berahlaq yang mulia, daripada lulus dengan ilmu yang tinggi namun bobrok ahlaq kalian.
Kaitannnya dengan perbedaan madzhab yang terjadi antara mahasiswa, lanjut beliau, ahlaq itu harus kalian aktualisasi dengan mengedepankan Husnul Mujadalah ( berdebat dengan baik red) yaitu bertukar pendapat tanpa adanya diskriminasi tertentu dalam proses perdebatan tersebut. Karena perbedaan madzhab seharusnya kita sikapi sebagai kekayaan peradaban Islam, bukan sebaliknya, menjadikan itu sebagai isu yang berpotensi menimbulkan perpecahan di internal Islam sendiri.
Paradigma perbedaan madzhab yang menuju pada diskriminasi dan perpecahan bukan menunjukkan system berpikir yang baik pada mahasiswa. Karena mahasiswa memiliki basic education yang memungkinnya berada di barisan terdepan untuk menyebarkan Islam yang damai, bukan sebaliknya, membawa dakwah islam yang diskriminatif terhadap madzhab tertentu.
Setelah berbicara panjang lebar mengenai perbedaan madzhab, rector yang juga merupakan keturunan Rosululloh tersebut membuka sesi dialog dengan mahasiswa. Dalam sesi dialog tersebut terdapat salah satu pertanyaan dari mahasiswa Indonesia yang beliau anggap bagus, yaitu ; bagaimana menyikapi perbedaan yang terdapat di Indonesia . Hal tersebut diajukan sebagai upaya merespon sekte Syiah dan Wahabiyah yang pada decade terahir begitu gencar memasarkan ideology mereka di Indonesia dengan jalan apapun.
Menyikapi pertanyaan tersebut beliau menjelaskan bahwa upaya membentengi ideology Ahlussunnah mutlak diperlukan, terlebih di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Namun upaya pembentengan tersebut tidak boleh dilepaskan dari ahlaqul karimah yang dapat kita aktualisasikan dalam bentuk apapun, husnul mujadalah, menyampaikan dakwah dengan arif, santun, dsb. Untuk itu, bentuk kekerasan dan diskriminasi tidak dapat dibenarkan dalam kerangka dakwah karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Rosul SAW.
Acara pertemuan husus yang membahas isu perbedaan madzhab tersebut ahirnya berahir pada pukul 22.00 waktu setempat. Sebelum diahiri beliau menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi yang selama ini ada di Fak. Syariah dapat di toleransi, namun setelah pertemuan ini, dekanat maupun rektorat akan mengambil tindakan yang tegas untuk setiap bentuk diskriminasi madzhab yang dilakukan oleh civitas akademika. (Nawa)