Telah jamak bahwa bulan Dzulhijjah adalah termasuk asyhurul-hurum
dimana di bulan itu kaum muslimin sedang menunaikan rukun Islam yang
ke-lima yaitu ibadah haji bagi mereka yang mampu, pada bulan ini juga
banyak amalan-amalan shalih yang dianjurkan untuk dikerjakan terlebih
pada sepertiga awal bulannya ('asyr awail), sebagaimana sabda
Rasulullah yang menjelaskan bahwa tidak ada amalan shaleh yang melebihi
keutamaannya dari amalan shaleh yang dilakukan pada sepuluh hari
pertama di bulan Dzulhijjah, tidak pula jihad di jalan Allah kecuali
mereka yang syahid, demikian kiranya pesan Nabi SAW.
Para salaf pun sangat menjaga hari-hari itu dengan memperbanyak amal ibadah terutama puasa, lebih-lebih pada tanggal 9 hari dimana para jama'ah haji melaksanakan rukun haji yang utama yaitu wukuf di Arafah, maka puasa pada tanggal itu juga dikenal dengan puasa Arafah.
Di Tarim, geliat aktifitas masyarakat telah mulai menggeliat memasuki hari ke-7 dimana pada hari itu mereka mengadakan apa yang dinamakan "mathla' al-hathab". Mathla' al-hathab merupakan sebuah perayaan yang biasa diadakan pada 7 Dzulhijjah, perayaan ini berupa perkumpulan yang dihadiri oleh beberapa masyarakat yang berkelompok-kelompok dimana setiap kelompoknya tergabung berbagai kalangan umur dari anak-anak, orang dewasa hingga orang tua. Mereka mengadakan iuran sekadarnya untuk keperluan acara, setelah persiapan rampung kelompok-kelompok tadi mulai menyebar mencari tempat. Ada yang mendaki pegunungan sekitar, ada yang pergi ke perkebunan dan ada pula yang hanya mengadakan acara di rumah masing-masing bersama keluarga.
Sejauh pemantaun penulis selama di Tarim, masyarakat Yaman pada umumnya lebih memeriahkan hari Idul-Adha dibandingkan Idul-Fitri, setidaknya demikianlah pendapat beberapa rekan penulis di asrama. Maka tidak heran jika segala persiapan untuk memeriahkan Idul-Adha telah dilakukan jauh-jauh hari. Keluarga yang kebetelun sedang berada di luar kota karena berbagai hal seperti bekerja mencari nafkah atau belajar di Universitas, mereka akan kembali ke kampung halaman untuk merayakan Idul-Adha bersama sanak family.
Di hari ke-8 bulan ini, hari yang lebih popular di Tarim dengan sebutan "ash-Shighoyyirin" dimana para sanak famili berkumpul dan melepaskan segala kesibukan aktifitas kerja mereka demi membahagiakan keluarga terutama anak-anak, dan hampir di sebagain besar bilik rumah keluarga itu menyembelih kambing untuk mengungkapkan rasa kebahagiaan mereka, maka dari situlah hari ini disebut juga dengan hari Ied ash-Shogoriyyin, karena esensi hari raya umat Islam adalah tidak lepas dari rasa bahagia. Hari itu berlalu dengan penuh kedamaian ketenangan dan kebahagaian. Kemudian mereka menghidupakan malam itu dengan ditemani cemilan dan manisan khas setempat, malam ini (malam ke-9)sering disebut dengan malam "al-haya' ash shogir," hingga pada memasuki penghujungnya mereka mulai menyantap hidangan makan sahur untuk kemudian melaksankan ibadah puasa sunnah Arafah, pagi harinya maulid nabi pun digelar seperti biasanya di masjid al-Mihdhor setalah para hadirin melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah. Di hari yang ke-9 itu juga kebanyakan dari mereka akan menghabiskannya dalam ketaatan dan ibadah mendekatkan diri pada Allah.
Memasuki separuh akhir hari ke-9 para salaf telah menyiapkan sebuah kegiatan rohani yang telah lama berlangsung dimana terkumpul di dalamnya sebagaian besar masyarakat Tarim bahkan datang pula masyarakat dari luar kota untuk menghadiri acara yang sering disebut "at-Ta'rif". Bertempat di tanah lapang sekitar masjid habib Husain Maula khailah, Tarim. Tentang at-Ta'rif ini dalam sunan Bayhaqi disebutkan kalam al-Hasan al-Bashri yang berpendapat bahwa orang pertama yang menggagas acara ini (at-ta'rif) adala sahabat ibn Abbas ra., at-ta'rif sendri merupakan istilah untuk sebubah kegiatan yang berupa wukuf, persis menyerupai orang-orang yang sedang wukuf di Arafah, bedanya pada acara at-Ta'rif ini para hadirin tidak mengenakan pakaian ihrom dan tidak sedang melakukan ibadah haji karena memang ibadah haji hanya dilakukan di Makkah saja. Masjlis ini berisi pembacaan doa dan nasehat-nasehat agama oleh ulama setempat. Di akhir acara, ketika waktu mendekati adzan maghrib panitia yang bertanggung-jawab telah berkeliling kepada para hadirin membagikan kurma dan air putih untuk berbuka puasa. Pembagian kurma dan air itu sembari diselingi qasidah-qasidah para salaf hingga waktu maghribpun tiba dan para hadarin menyantap kurma yang telah diabagikan, pada acara itu juga diumuman bahwa ke-esokan pagi pelaksanaan shalat idul-Adha akan diadakan di Jabanah. Jabanah adalah sebuah tempat menyerupai masjid dengan luas yang cukup mumpuni untuk menampung banyak jamaah, biasanya selain digunkan untuk mengadakan shalat idul Fitri dan Adha juga digunakan untuk menyaliti mayat.
Sebagaiamana yang disebutkan dalam hadits nabi bahwa menghidupkan malam idul-Adha dan Fitri sangat dianjurkan karena fadilahnya yang besar. Maka tidak heran jika kota Tarim yang pada tahun 2010 mendatang ditahbiskan untuk menjadi ibu kota budaya Islam ini ramai dengan pembacaan al-quran dan dzikir di masjid-masjid setempat. (AM. Saputra)