Membadalkan Haji
The Source: Indo.hadhramaut.info - 07/07/09
Home \
Fatwa
Bagaimana status haji orang yang membadalkan haji nya kepada si B ternyata si B tidak melakukannya, lalu seandainya si B melakukannya apakah dia juga mendapatkan pahala? Membadalkan haji atau meminta orang lain untuk melakukan ibadah haji atas nama si peminta secara umum diperbolehkan dengan syarat :
1. Orang yang akan dibadalkan hajinya adalah orang yang ma'dlub artinya sudah tidak mampu lagi untuk melakukan ibadah haji sendiri.
2. Orang yang akan dibadalkan hajinya sudah meninggal dunia
3. Orang yang membadalkan harus sudah menyelesaikan haji islamnya.
Lalu untuk pembadalan haji ini, ada dua kategori :
Pertama : tanpa meminta biaya dari haji yang dilakukan untuk orang lain(sukarela)
Kedua : dengan memungut biaya dari yang dihajikan(minta upah)
Untuk kategori pertama jelas diperbolehkan dengan dasar hadist :
المهذب في فقه الإمام الشافعي - (ج 1 / ص 358)
ما روى ابن عباس رضي الله عنهما أن امرأة من خثعم أتت النبي صلى الله عليه و سلم فقالت : يا رسول الله إن فريضة الله في الحج على عباده أدركت أبي شيخا كبيرا لا يستطيع أن يستمسك على الراحلة أفأحج عنه ؟ قال : نعم قالت : أينفعه ذلك ؟ قال نعم كما لو كان على أبيك دين فقضيته نفعه
Artinya :
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abbas ra. Bahwa ada seorang wanita dari Khath'am mendatangi Nabi Muhammad SAW. Lalu berkata : Wahai Rasulullah Fardlu haji yang diwajibkan Allah kepada seluruh umat islam telah sampai kepada ayahku sementara dia adalah orang tua yang sudah tidak mampu lagi bertahan di atas kendaraan, apakah saya haji untuknya? Beliau menjawab : iya, si perempuan balik bertanya : apakah itu akan bermanfaat untuknya? Dijawab lagi oleh Rasulullah, bila ayahmu memiliki hutang lalu kamu penuhi hutang tersebut, maka hal tersebut bermanfaat.
Untuk kategori kedua maka masalah tersebut adalah termasuk masalah yang diperselisihkan oleh para ulama keabsahannya, dalam Majmu' Nawawi dikatakan :
المجموع شرح المهذب - (ج 7 / ص 139(
)فرع) في مذاهب العلماء في الاستئجار للحج * قد ذكرنا أن مذهبنا صحة الاجارة للحج بشرطه السابق وبه قال مالك * وقال أبو حنيفة وأحمد لا يصح عقد الاجارة عليه بل يعطي رزقا عليه قال أبو حنيفة يعطيه نفقة الطريق فان فضل منها شئ رده ويكون الحج للفاعل وللمستأجر ثواب نفقته لانه عبادة بدنية فلا يجوز الاستئجار عليها كالصلاة والصوم ولان الحج يقع طاعة فلا يجوز أخذ العوض عليه * دليلنا أنه عمل تدخله النيابة فجاز أخذ العوض عليه كتفرقة الصدقة وغيرها من الاعمال (فان قيل) لا نسلم دخول النيابة بل يقع الحج عن الفاعل (قلنا) هذا منابذ للاحاديث الصحيحة السابقة في إذن النبي صلي الله وسلم في الحج عن العاجز وقوله صلي الله عليه وسلم (فدين الله أحق بالقضاء) (وحج عن أبيك) وغير ذلك.
Inti dari ulasan di atas bahwa :
Menurut madzhab imam Syafi'I dan Malik hal tersebut di perbolehkan dengan alasan :
Amalan haji adalah amalan yang boleh diwakilkan maka boleh untuk mengambil keuntungan darinya, sebagaimana diperbolehkan untuk mengambil untung dari pembagian zakat dan lainnya.
Menurut madzhab imam Abu Hanifah dan Ahmad Bin Hambal, hal tersebut tidak diperbolehkan dengan alasan :
Karena haji adalah ibadah badaniah, maka tidak boleh diwakilkan seperti halnya salat, puasa, dan lainnya, sebab haji adalah suatu ketaatan maka tidak boleh mngambil keuntungan materi di dalamnya.
Maka menurut imam Hanafi dan Hambali, yang diperbolehkan adalah memberi nafkah orang yang bersedia melakukan haji atas nama dia.
Memilih madzhab yang memperbolehkan mengambil upah
Bila kita memilih madzhab Syafi'I dan Maliki dalam masalah ini maka bentuk Ijarah atau pengupahan untuk melakukan haji ada dua cara :
Pertama : Ijarah Dzimmah :
Gambarannya si A berkata kepada si B :
Saya minta kamu untuk mendapatkan haji untuk saya (atau fulan keluarga saya yang sudah meninggal)
Dalam gambaran ini si B berhak untuk mendapatkan biaya haji yang ditanggungkan kepadanya dimajelis akad saat itu juga.
Kemudian si B berhak untuk mendapatkan haji untuk si A dengan malakukan haji sendiri atau menyuruh orang lain lagi.
Lalu si B juga tidak harus mendapatkan haji untuk si A di tahun itu juga, artinya boleh sampai tahun-tahun yang akan datang.
Kedua : Ijarah 'Ain
Gambarannya si A berkata kepada si B :
Saya mengupah kamu untuk berhaji atas namaku (atau atas nama fulan keluarga saya yang sudah meninggal) dengan upah sekian pada tahun ini.
Dalam gambaran ini si B tidak harus menerima upah kerjanya sebelum dia melakukan tugasnya yaitu haji.
Si B harus melakukan haji tersebut dengan dirinya sendiri tidak boleh diwakilkan kepada orang lain lagi.
Kemudian Haji si A harus dilakukan pada tahun itu juga.
Bila ternyata yang disuruh menghajikan tidak menghajikan
Bila ternyata si B yang diamanahi untuk menghajikan si A ternyata tidak menghajikan si A di tahun itu maka :
Bila akad yang digunakan adalah Ijarah Dzimmah maka akad tidak langsung rusak dan si B berhak untuk melakukan haji baik itu sendiri atau menyuruh orang lain di tahun yang akan datang, namun bila akad yang digunakan adalah ijarah 'Ain maka akad menjadi fasid atau rusak dan si B tidak berhak mendapatkan upah dan tanggungan haji si A belum tertunaikan, bila si A sudah memberikan kepada si B upahnya maka si A berhak untuk memintanya kembali.
Untuk haji yang dibadalkan oleh si A, maka bila si A tahu betul bahwa ternyata si B tidak melakukan haji tersebut, maka si A belum lepas dari tanggungan hajinya, karena ibadah haji di sini ibarat hutang sebagaimana disebutkan di dalam hadist di atas, dan si B adalah orang yang diberi amanat untuk menunaikan haji tersebut, bila memang si B tidak menunaikan amanat yang dipercayakan padanya maka secara hakikat hutang si A belum terbayarkan, dan dia berhak meminta kembali kepada si B upah yang telah diberikan kepadanya.
Maka dari itu penting sekali bila kita ingin mengupah orang untuk melakukan haji baik itu untuk diri kita sendiri ataupun untuk orang lain mengetahui jati diri orang yang akan kita percayakan, sebab status dia adalah amin atau yang kita percaya mengemban amanah untuk melakukan tugas yang kita berikan.
Adapun apakah orang yang melakukan haji badal mendapatkan pahala ?
Membadalkan haji orang lain adalah suatu bentuk jasa, karena yang namanya ibadah haji itu adalah perjuangan, orang yang melakukan haji badal berarti dia telah membantu saudara sesama muslimnya dalam menunaikan kewajibannya, dari bab ini maka orang yang melakukan badal haji mendapatkan pahala ta’awun ‘alaa al birri wa altaqwa.
Tapi apakah dia mendapatkan pahala haji ?
وَقَالَ فِيهَا أَيْضًا بَعْدَهُ : وَتَنْفُذُ الْوَصِيَّةُ بِالْحَجِّ عَلَى الْمَشْهُورِ ، وَالشَّاذُّ لَا تَنْفُذُ ، وَعَلَى الْمَشْهُورِ فَهَلْ يَكُونُ الْحَجُّ عَلَى وَجْهِ النِّيَابَةِ عَنْ الْمَيِّتِ ؟ وَعَلَيْهِ نَزَلَتْ رِوَايَةُ ابْنِ الْقَاسِمِ فِي الْمُدَوَّنَةِ ؛ لِأَنَّهُ قَالَ لَا يَحُجُّ عَنْهُ صَرُورَةً ، وَلَا مَنْ فِيهِ عَقْدُ حُرِّيَّةٍ ، فَاعْتِبَارُ الْمُبَاشَرَةِ لِلْحَجِّ يَدُلُّ أَنَّهُ عَلَى وَجْهِ النِّيَابَةِ ، وَقِيلَ : لَا تَصِحُّ النِّيَابَةُ فِي ذَلِكَ ، وَإِنَّمَا لِلْمَحْجُوجِ عَنْهُ أَجْرُ النَّفَقَةِ ، وَإِنْ تَطَوَّعَ
مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل - (ج 7 / ص 293)
عَنْهُ أَحَدٌ فَلَهُ أَجْرُ الدُّعَاءِ انْتَهَى .
وَيَشْهَدُ لِمَا قَالَهُ مِنْ أَنَّ ثَوَابَ الْحَجِّ لِلْحَاجِّ مَا قَالَهُ سَنَدٌ فِي شَرْحِ أَوَّلِ مَسْأَلَةٍ مِنْ بَابِ النِّيَابَةِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ يَلْزَمُ الْمَعْضُوبَ الْغَنِيَّ أَنْ يَسْتَأْجِرَ مَنْ يَحُجُّ عَنْهُ ، وَيَلْزَمُ الْأَجِيرَ أَنْ يَنْوِيَ حَجَّةَ الْإِسْلَامِ عَنْ الْمَعْضُوبِ ثُمَّ يَقَعُ الْحَجُّ لِلْأَجِيرِ تَطَوُّعًا دُونَ الْمَعْضُوبِ ، وَإِنَّمَا لَهُ ثَوَابُ النَّفَقَةِ فِي إنْفَاقِ الْأَجِيرِ وَتَسْهِيلِ الطَّرِيقِ ، وَهَذَا قَرِيبٌ مِنْ قَوْلِ مَالِكٍ انْتَهَى .
Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, sebagaimana yang dipaparkan oleh Syekh Muhammad Abdurrahman Khlalil al Maliky, dalam buku beliau mawahibul Jalil Syarh Mukhtasar Khalil, bahwa orang yang menerima badal haji mendapatkan pahala haji tathowwu’ atau sunnah, karena Allah SWT berfirman
و أن ليس للإنسان إلا ما سعى الآية
Orang itu hanya mandapatkan balasan atas amal perbuatannya
Sementara si pemberi badal dia mendapatkan pahala, telah memberikan nafkah orang tersebut untuk melakukan ibadah haji, dan mempermudah jalannya untuk melakukannya
Ibnu Hajar al-Haitami ketika di Tanya tentang masalah ini beliau menjawab dalam buku beliau Fatawa Fiqhiyyah Kubro :
الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 3 / ص 437)
( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ أَجِيرُ الْحَجِّ وَالزِّيَارَةِ هَلْ لَهُ أَجْرٌ فِيهِمَا كَغَيْرِ الْأَجِيرِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ مَنْ اُسْتُؤْجِرَ لِلْحَجِّ أَوْ غَيْرِهِ فَإِنْ كَانَ الْبَاعِثُ لَهُ عَلَى نَحْوِ الْحَجِّ الْأُجْرَةَ وَلَوْلَاهَا لَمْ يَحُجَّ لَمْ يَكُنْ لَهُ ثَوَابٌ وَإِلَّا لَهُ الثَّوَابُ بِقَدْرِ بَاعِثِ الْآخِرَةِ وَأَصْلُ ذَلِكَ مَسْأَلَةُ الْغَزَالِيِّ وَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ الْمَشْهُورَةِ وَمَا فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ فِي بَابِ الْحَجِّ فِي أَنَّ مَنْ حَجَّ تَاجِرًا نَقَصَ ثَوَابُهُ وَكَانَ لَهُ ثَوَابٌ دُونَ ثَوَابِ الْحَاجِّ مُتَخَلِّيًا عَنْ التِّجَارَةِ يُؤَيِّدُ مَا ذَكَرْته أَوَّلًا مِنْ التَّفْصِيلِ وَفِي ذَلِكَ مَزِيدٌ بَسَطْته فِي حَاشِيَةِ مَنَاسِكِ النَّوَوِيِّ الْكُبْرَى بِمَا لَا مَزِيدَ عَلَيْهِ فِي التَّحْقِيقِ مَعَ أَنِّي لَمْ أَرَ مَنْ سَبَقَنِي إلَيْهِ .
Inti dari teks di atas adalah :
Orang yang dibayar untuk melakukan ibadah haji atau berziarah kepada Rasulullah, bila motivasinya untuk melakukan ibadah haji adalah upah, bila bukan karena upah itu maka dia tidak akan melaksanakan ibadah haji saat itu, maka dia tidak mendapatkan pahala, namun bila dia memang ingin menunaikan ibadah haji pada saat itu maka dia diberi pahala sesuai dengan kadar ukhrawi motivasi ibadahnya.
|