Sebuah bantahan terhadap Syaikh Ali Thonthowi ( Allahu yarham )
Oleh : Nawa Muhammad
Sejarah memiliki ikatan erat dengan kesadaran manusia. Karena sejarah merupakan media yang menampung semua kegiatan manusia dalam segala aspek, baik budaya, social, politik, maupun ekonomi. Oleh karena itu, proses transformasi dan generalisasi yang pernah dialami suatu bangsa tidak akan mampu dipahami oleh generasi berikutnya jika tidak terdapat transformasi pemahaman tentang sejarah bangsa tersebut.
Sementara ini, pemahaman terhadap sejarah, terutama sejarah masuknya Islam di Indonesia, lebih banyak diperoleh dari proses oral, lengkap dengan beberapa konflik pro dan kontra yang ditimbulkan oleh system masyarakat dalam memahaminya. Sehingga dari ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa, perbincangan sejarah sebenarnya bukan sekedar kegiatan mendongeng ansich, namun, dari aktivitas tersebut, peradaban suatu bangsa sedang dipertaruhkan. Karena transformasi peradaban sebuah bangsa ditentukan dengan bagaimana sebuah generasi memahami sejarah bangsanya.
Artikel ini akan berusaha untuk menjelaskan siapa sebenarnya para Walisongo sekaligus menelisik asal-usul nasabnya sebagai bentuk pembelaan terhadap sejarah Islam Indonesia . Selain itu, juga merupakan upaya intelektual untuk menegaskan kontribusi ulama Hadhramaut dalam dinamika penyebaran Islam di Indonesia yang sejauh ini hanya sebatas oralisasi sejarah.
Statement Syaikh Ali Thonthowi dalam kitab Rijalun min Al-Tarikh
Walisongo merupakan fenomena sejarah Islam Indonesia . Merekalah yang menurut banyak referensi sejarah merupakan para da'I yang menyebarkan agama Islam di Nusantara. Meskipun terjadi perdebatan panjang mengenai munculnya beberapa da'i yang diduga lebih dulu menyebarkan Islam di Indonesia sebelum mereka, namun fakta antropologi, sosiologi, dan intelektual, membuktikan bahwa profil walisongo inilah yang ternyata banyak mempengaruhi ciri beragama masyarakat kita sampai sekarang. Hal tersebut juga diungkapkan Abdurrahman M,A. P.hd dalam disertasinya, Intelektual Pesantren. Dalam disertasi tersebut dijelaskan, bahwa beberapa tokoh yang dijadikan modelling oleh pemeluk Islam Indonesia salah satunya adalah Walisongo. Sehingga karena proses konversi yang dilakukan setiap generasi terhadap nilai warisan Walisongo menjadikan keberagamaan Indonesia memiliki ciri tersendiri.
Berangkat dari itu, sejarah tentang walisongo merupakan menu pasti bagi generasi Islam Indonesia . Namun semua pengetahuan sejarah yang sudah terkonstruk rapi dalam file otak hampir seluruh generasi Islam Indonesia tentang sembilan tokoh wali yang telah berjasa mengislamkan hampir seluruh warga Indonesia itu, tiba-tiba harus dikoreksi kevalidannya oleh statement seorang sejarawan besar asal Mesir, Syaikh Ali Thonthowi dalam kitabnya Rijalun min Al-Tarikh, yang menurut penuturan beliau merupakan kompilasi lebih dari 500 buku sejarah..
Dalam kitab Rijalun Min Al-Tarih yang merupakan kumpulan sejarah Islam berbagai bangsa tersebut, Syaikh Ali Thonthowi tidak memasukkan Sejarah Islam Indonesia . Menurut beliau hal itu disebabkan oleh ketidak jelasan asal-usul dan sislsilah nasab para dai Islam di Indonesia ( Walisongo ). Dalam prolog kitab, beliau menuturkan : "saya telah berada di Indonesia selama satu bulan, hari-hari saya di sana saya habiskan bersama para cendekia dan sastrawan, sementara malam harinya saya gunakan untuk memberikan kuliah dan seminar. Saya telah mengunjungi berbagai universitas dan perpustakaan sampai ahirnya saya sampai di bagian ujung pula jawa, di sana terdapat makam seorang yang membawa Islam ke Negara tersebut yang bernama Ibrahim. Mereka mengagungkan tokoh ini dan menyebutnya Sultan Ibrahim. Siapakah sebanarnya Ibrahim yang dimaksud ? Saya tidak menemukan seorangpun atau satu referensipun yang mampu menunjukkan siapa sebenarnya dia dan darimana dia berasal "
Tidak jelas siapa yang dimaksudkan Syaikh Ali Thonthowi dengan Ibrohim. Apakah Ibrahim Asmarakandi yang makamnya terdapat di Tuban, atau Maulana Malik Ibrahim yang makamnya terdapat di Gresik. Dalam paragraf tersebutpun terdapat ambiguitas pemahaman. Melihat kalimat beliau " di sana terdapat makam seorang yang membawa Islam ke Negara tersebut " dapat diduga yang dimaksud beliau adalah Ibrahim Asmarakandi, karena banyak sejarah hyang menuturkan bahwa beliaulah yang pertama kali membawa Islam. Namun jika melihat kalimat belaiu yan lain " Mereka mengagungkan tokoh ini dan menyebutnya Sultan Ibrahim." Bisa saja yang dimaksudkan adalah Malik Ibrahim Gresik, karena kalimat Maulana yang digunakan sebagai nama depan Malik Ibrahim bisa berarti Sultan.
Barangkali dapat dimaklumi, bahwa pada masa awal masuknya Islam ke Indonesia , kodifikasi sejarah belum menjadi sesuatu yang dipenting-soalkan. Sehingga hal tersebut, pada masa belakangan menimbulkan perdebatan panjang seputar asal-usul para da'I yang pertama kali menyebarkan Islam di Nusantara. Ketiadaan kodifikasi sejarah itu diperparah lagi dengan politik kolonial belanda yang memang sengaja mengaburkan sejarah masuknya Islam di Nusantara. Amir Syakib Arslan dalam bukunya Hadlir al Alam Al Islami menjelaskan ini sebagai gagasan licik dari orientalis belanda kenamaan, Snouck Hurgronje. Menurut Amir Syakib, belanda hanya menjelaskan bahwa proses masuknya Islam dimulai dengan ekspedisi niaga bangsa Arab yang kemudian dilanjutkan dengan pertukaran pengetahuan yang terjadi antara mereka dan pribumi, dan sangat jarang – untuk tidak mengatakan : tidak sama sekali – menjelaskan beberapa imperium yang didirikan oleh para pedagang Arab.. Hal ini kemudian dimasukkan kedalam system pendidikan kita sehingga yang banyak kita ketahui, Islam masuk ke Nusantara dibawa pedagang dari Gujarat .
Dari Tarim Hadhramaut ke India
Bertolak dari Gujarat-India yang menurut sumber-sumber terkuat merupakan negeri asal Walisongo, kita akan merunut sejarah mereka secara lebih detail. Menurut Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Husain Al Masyhur ( pengarang kitab Bughyat al Musytarsyidin ) dalam kitabnya Syamsu Al Dhohiroh, pada paruh kedua abad ke enam Hijriyyah, Sayyid Abdul Malik bin Alawi Muqoddam Ali Abdul malik meninggalkan kota Tarim menuju India. Tidak disebutkan apa motivasi beliau melakukan Hijrah tersebut, apakah karena kepentingan dakwah atau semata dagang, namun banyak diduga ekspedisi ini bertujuan keduanya, mengingat bahwa sejarah mencatat kebiasaan warga Hadhramaut dalam melakukan dagang sekaligus dakwah di berbagai daerah yang mereka singgahi.
Sesampainya di India, beliau melakukan dakwah sekaligus dagang. Perkembangan dakwah dan dagang yang dirintis oleh beliau ternyata cukup gemilang, sehingga ahirnya beliau menetap di sana , bahkan beliau dan putra-putra beliau memiliki daerah sendiri di India bagian timur dan bergelar Udhmat Khann ( dalam beberapa literature, gelar ini disebutkan Udhmat Khazin ). Van Den Berj, seorang orientalis Belanda dalam sebuah bukunya menuturkan, bahwa, sebagian keluarga Alawiyyin ( istilah untuk menyebut Ahlilbait yang berada di Hadhramaut ) berkumpul di Hadhramaut, namun mereka tidak hanya terdapat di sana , karena keluarga Abdul Malik terdapat di India , dan di daerah ini mereka bergelar Udhmat Khan.
Selanjutnya, pada paruh pertama abad ke 7 Hijriyyah ( 13 Masehi ) kepentingan dakwah dan niaga, membuat sebagian dari anak dan cucu Sayyid Abdul Malik berpencar ke Kamboja , Thailand , dan bahkan China . Dari sekian banyak cucu beliau yang berangkat ke Asia Tenggara adalah Husain, anak dari Ahmad Syah Jalal yang bermukim di India .
Selanjutnya Husain menetap di Kamboja. Selain berdakwah di Kamboja beliau bersama dua anaknya Ibrahim dan Nuruddin atau Nurul Alim sering bepergian ke Siyam dan Jawa. Oleh orang jawa, Husain diberi gelar Jumadil Kubro atau Jumadil Akbar. Sedang kedua anaknya, Ibrahim dan Nurul alim berpencar, Ibrahim kemudia berdakwah di Jawa Timur, sedang Nurul Alim berdakwah di Jawa Barat yang selanjutnya memiliki keturunan Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Jati ).
Silsilah nasab Walisongo.
Tedapat beberapa versi mengenai silsilah nasab Walisongo yang sampai pada Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa Sislsilah nasab yang ditulis secara pribadi seperti yang dilakukan Muhammad Irfan dalam bukunya Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim atau silsilah yang ditulis oleh instansi seperti kerajaan Cirebon dan Kesultanan Palembang. Dari sekian silsilah tersebut hamper kesemuanya sama, atau jikapun terdapat perbedaan, hal tersebut hanya terdapat pada penulisan nama, misalnya Nurul Alim ditulis dengan Nuruddin dsb.
Untuk memperjelas silsilah nasab walisongo sampai Rasulullah SAW, berikut ini adalah kutipan dari kitab Tarikh al-Islam fi Banten yang menyebutkan nasab walisongo : Ibrahim Asmarakandi ( Tuban ) bin Husain Jamaluddin Jumadil Kubro ( Bugis ) bin Sayyid Ahmad Syah Jalal ( India ) bin Sayyid Abdul Malik ( Tarim-India ) bin Sayyid Alawi ( Tarim ) bin Sayyid Muhammad ( Sohibu Mirbath Hadhramaut ) bin Sayyid Ali ( Qasam Tarim ) bin Sayyid Alawi ( Beit Jubeir-Tarim ) bin Sayyid Muhammad ( Beit Jubeir-Tarim ) bin Sayyid Alawi ( Sumal ) bin Sayyid Abdillah ( Ardlbur-Hadhramaut) bin Sayyid Ahmad ( Husyaisah-Hadhramaut ) bin Sayyid Isa (Bashrah-Iraq ) bin Imam Muhammad Naquib ( Bashrah-Iraq ) bin Imam Ali Al-Uraidli ( Madinah ) bin Imam Ja'far Shodiq ( Madinah ) bin Muhammad Al Baqir ( Madinah ) bin Sayyid Ali Zainal Abidin ( Madinah ) bin Sayyid Husain ( Madinah ) Bin Sayyidah Fatimah Al-Zahra binti Rasulullah SAW.
Silsilah yang tersebut di atas sudah dibandingkan dengan beberapa silsilah yang terdapat di Kesultanan Palembang , Kasepuhan Cirebon, dan Banyuwangi. Selain sesuai dengan silsilah yang ditulis di Indonesia , silsilah tersebut juga sesuai dengan salinan Silsilah yang terdapat di Rabithah Alawiyyin ( Ikatan bani Alawi ) yangterdapat di Arab Saudi. Selain itu juga diperkuat dengan pernyataan Road De La Faille F.DE yang menyatakan bahwa nasab Syaikh Jamaluddin Jumadil Kubro sampai pada Sayyid Ali Zainal Abidin.
Kontribusi imigran Hadlramaut dalam sejarah Islam Indonesia.
Membicarakan Islam di Indonesia, ( bagaimanapun ) tidak akan dapat terlepas dari membicarakan kontribusi imigran Hadlramaut dalam melakukan usaha penyebaran Islam di Nusantara. Sejak lama bangsa Hadlramaut memang memiliki
kecenderungan untuk melakukan ekspedisi dagang ke luar daerah mereka. Hal ini menurut para sejarawan disebabkan terbatasnya sumber daya alam yang terdapat di Hadlramaut. Salah satu ekspedisi yang mereka lakukan ialah menuju asia tenggara, sehingga kemudian sejarah mencatat banyak para Imigran tersebut yang berhasil mendirikan imperium Islam di Malaysia, singapura, Brunei , Kamboja dan Thailand .
Di Indonesia, imperium-imperium itu juga banyak terdapat turatama diluar jawa seperti kerajaan Pontianak , Palembang , Aceh, dan Banjar yang didirikan oleh imigran asal Hadlramaut. Adapun di Jawa, kekuatan Majapahit sebagai imperium besar kala itu mampu membendung arus Islam masuk ke Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, sedangkan di Jawa Barat dan sebagian kecil Jawa Tengah di bendung oleh kekuatan Padjajaran. Baru setelah berdirinya kesultanan Demak, arus Islam itu mulai menyebar ke seluruh Jawa.
Kontribusi imigaran Hadlramaut dalam melakukan dakwah Islam di Indonesia ini juga sempat membuat bingung pemerintah penjajahan belanda. Hal tersebut terbukti dengan pidato orientalis Snouck Hurgronje yang dikutip Syakib Arslan dalam Hadlir Al-Alam Al-Islami bab Islam di jawa. Kata Snouck: Permasalahan Imigran Hadlramaut merupakan masalah yang dianggap ringan oleh pemerintah Belanda, pemerintah dengan mudah memberikan ijin masuk kepada mereka dan hanya memberlakukan syarat-syarat yang mudah mereka penuhi ketika mereka hendak menetap (di Indonesia ). Namun setelah mereka menetap dan melakukan dakwah, kita merasa kewalahan dalam membendung aksi itu. Hinnga saat ini, kita ( Belanda ) menghadapi problem dilematis antara keharusan menekan mereka untuk memproteksi gerakan dakwah Islam dan kehawatiran tekanan itu akan membuat mereka mengadu ke Khilafah ( Turki ), dan semua media baik Islam maupun non Islam lantas mengekspos pengaduan tersebut. Jika begitu adanya, maka politik internasional kita akan berada dalam posisi yang sangat rawan, karena pengaduan itu benar-benar berbahaya.
Pidato orientalis Snouck Hurgronje tersebut secara implicit menggambarkan, kontribusi imigran Hadlramaut dalam proses Islamisasi Indonesia merupakan hal yang mencemaskan bagi belanda. Hal tersebut bias dimaklumi mengingat, bentuk subversi yang paling ditakuti Belanda adalah subversivitas dengan latar belakang Agama.
Dari beberapa penjelasan diatas membuktikan bahwa, statement Syaikh Ali Thontowi dalam Rijalun Min Al-Tarikh adalah pemburam-kaburan sejarah Islam Indonesia . Atau ( mungkin ) beliau tidak menemukan beberapa reverensi yang menyebutkan hal tersebut, sehingga timbullah statement dalam Rijalun Min Al-Tarikh itu. Atau bias jadi, sejarah Islam Indonesia memang memerlukan regenesis ?? Bangsa yang besar, kata para founding father bangsa kita, adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya. Hal itulah yang kemudian menginspirasi revolusioner Ir. Soekarno mencetuskan akronim Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bagaimana dengan generasi muslim Indonesia , bagaimana dengan kita ?? Wallahu A'lam ( Nawafalacha )
Bibliografi :
Syamsu Al-Dhohiroh : Abdurrahman Muhammad Al-Masyhur
Hadlir Al-Alam Al-Islami : Amir Syakib Arslan
Muhtar Al-Mashun : Muhammad Hasan Musa
Tarikh Al-Islam Fi Banten : Ahmad Assagaff
Ta'liq Syamsu Al-dhohiroh : Dliya' Syahab
Intelektual Pesantren : Abdurrahman MA, P.Hd